Part 1

2.4K 76 0
                                    

Mario berjalan santai sambil tangannya membawa gelas berisi minuman. Dia melangkah menuju meja bundar dimana ada Bara dan Lina. Sembari jalan, dia masih menyapa beberapa tamu undangan yang dia kenal. Senyumnya mengembang dengan wajah yang menampilkan keceriaan yang sangat jarang bisa ditemui di wajah tampan tersebut.

"Mom, gak ambil minum atau makan?" Tanya Mario pada Lina. Lina menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Mario. Sedari tadi dia hanya meminum air putih saja.

"Mommy kamu masih suka mual kalau bau makanan ada bumbu bawangnya" Bukan Lina yang menjawab, Tapi Bara. Bara kini memang sudah menikahi Lina, seorang perawat yang merawat Bara saat dia mengalami kecelakaan. Hubungan antara pasien dan perawat nyatanya berlanjut pada kehidupan pernikahan mereka. Karakter Lina yang ramah dan mudah bergaul bertemu dengan karakter Bara yang tegas dan sedikit tertutup menjadi saling melengkapi.

"Mom masih morning sick? Udah periksa belum ke ayah belum?" Lina memang bukan ibu kandung bagi Mario, namun Mario sudah menganggap Lina sebagai seorang ibu baginya juga. Mario sangat berterima kasih, saat Lina bersedia menikah dengan Bara, karena dengan itu, Lina bisa mengembalikan kehidupan Bara yang sempat menggelap karena masa lalunya.

"Udah, dokter Brian udah kasih resep pengurang mual juga. Tapi ya memang bawaannya adikmu ya" Mario hanya mengangguk saja. Bara lalu membelai lembut punggung Lina, mencoba mengurangi rasa mual. Dia tahu bahwa sebenarnya Lina tidak nyaman berada di sini. Namun untunglah acaranya sekarang diadakan dengan konsep ruang terbuka, sehingga aroma makanan tidak terlalu kuat sehingga Lina masih bisa menahan rasa mualnya.

"Daddy juga gitu. Udah tahu mommy lagi gampang mual, ngapain dateng sama mommy juga? Iyok antar pulang aja gimana? Mom istirahat aja di rumah aja." Seperti biasanya, jika menyangkut dengan orang yang sudah Mario sayangi, maka dia akan dengan mudah menawarkan bantuannya. Lina tersenyum mendengar kekhawatiran anak tirinya itu. Hatinya kembali terharu ketika Mario justru sangat senang saat dia mendengar kehamilannya. Lina awalnya menyangka Mario tidak akan mau menerima kehamilan yang artinya juga akan menjadi adiknya. Awalnya, dia sangat khawatir jika kehadirannya tidak akan diterima oleh keluarga Bara, namun perkiraanya salah besar. Seluruh keluarga Bara termasuk Brian dan Mentari mendukungnya untuk menerima Bara menjadi suaminya.

"Gak mungkin juga mom gak datang ke nikahannya adik kamu sendiri. Udah, gak apa-apa. Mom masih bisa kok. Lagian ini kan di ruangan terbuka. Gak masalah" Lina berujar dengan jujur.

"Iyok benar, kita pulang aja gimana?" Bara kali ini membenarkan perkataan Mario. Wajah Lina yang sedikit memucat membuat Bara membenarkan usulan Mario.

"Gak enak mas. Feinya juga kan udah mas anggep anaknya mas sendiri. Lagipula gak enak juga sama dokter Brian dan dokter Tari. Aku kan kerjanya seatap sama mereka mas." Lina masih berusaha bertahan di acara pernikahan Tian dan Feinya. Bara merangkul Lina dari samping. Mario tersenyum melihat pemandangan di depannya. Satu per satu beban yang ada di pundaknya serasa hilang. Bara yang akhirnya bisa menikahi Lina dan Feinya, adiknya, yang sudah menemukan belahan hatinya, membuatnya berpikir kalau ini saatnya dia mulai mencari pendamping untuknya.

"Iyok, Daddy nitip sesuatu ke Feinya ya. Bilang aja hadiah pernikahan buat dia" Bara lalu menyerahkan satu anplop yang berisi voucher paket bulan madu di bali. Mario menerimanya lalu memasukkannya di dalam saku jasnya.

"Kita pulang saja. Brian dan Tari juga pasti paham kalau kamu gak bisa lama di sini. Kehamilanmu juga ditangani sama Brian kan, artinya dia tahu keadaan kamu. Udah, Ayok kita pulang" Kalau sudah seperti itu, Lina tidak bisa lagi membantah Bara. Sikapnya memang cenderung lebih posesif dan protektif terhadap Lina, namun masih tetap dengan semua kelembutan yang Bara tunjukkan pada Lina. Mario hanya tersenyum melihat kemesraan itu. Dirinya sungguh beruntung, karena dibesarkan di dua keluarga yang memberikan contoh bagaimana harmonisnya hidup berumah tangga.

Selepas Bara dan Lina meninggalkan tempat pesta pernikahan Tian dan Feinya, Mario memilih bergabung di meja yang di situ sudah ada Reynald, Feli dan Dimas. Tanpa memerlukan waktu lama, Mario bisa langsung membaur dengan mereka. Hubungan mereka sekarang menjadi lebih lekat, bukan hanya hubungan kekeluargaan, namun akhirnya juga menjalin hubungan bisnis. Beberapa gudang milik Nusa Raya Group sedang dibangun oleh oleh Persada Group. Mario dan Reynald sendiri sekarang lebih bersahabat, selain karena beberapa kerjasama bisnis diantara mereka, keduanya ternyata memiliki hobi yang sama, seafood.

Seusai acara, Mario memilih pulang ke apartemen. Dia ingin menyelesaikan beberapa pekerjaan yang masih belum terselesaikan. Apartemen yang sekarang ditempati oleh Mario adalah apartemen yang dahulu digunakan oleh Anton dan Reta merawat Mentari selama mengandung mario. Setelah Anton dan Reta berpulang pada Tuhan, praktis apartemen tersebut lebih sering digunakan oleh Mario. Bara tentu lebih memilih menggunakan rumah yang sejak dulu ditempatinya.

Sesampai di lobby apartemen, dilihatnya Richard, asisten dan juga sekretarisnya sudah ada di lobby.

"Udah lama lo Chad?" Tanya Mario sambil tetap berjalan ke arah tempat duduk Richard

"Almost thirty minutes-lah bos. Gak terlalu lama juga" Jawab Richard santai. Jika orang tidak mengetahui, maka pasti akan mengira jika mereka berdua adalah dua orang sahabat, dan bukan seorang bos dengan karyawan.

"Lo ngapain gak masuk aja langsung ke unit gua? Lo udah pegang pass key kan?" Mario mengerutkan keningnya, mengingat Richard sudah bukan orang asing baginya. Richard juga mengetahui pass key dari apartemen yang ditempatinya itu.

"Asem bos di dalam. Palingan juga kering kerontang, kagak ada apa-apanya. Enakan di sini. Segeerrr... Banyak pemandangan yang bikin, hmm... Pokoknya enakan di sinilah bos" Mario yang mengikuti arah pandang dari Richard hanya mendengus kasar. Pemandangan yang dimaksud Richard adalah sekumpulan ABG dengan wajah khas oriental dan dengan busana yang menampilkan lekukan tubuhnya. Mereka, kumpulan ABG itu, sedang bercanda ria dengan suara khas remaja yang ramai dan seolah tidak memperdulikan kondisi sekitarnya.

Mereka lalu berjalan beriringan masuk ke lift dan menuju lantai dimana unit apartemen Mario berada. Begitu masuk, satu hal yang sudah pasti didapati di apartemen yang berantakan.

"Bos, bos udah kekurangan duit buat bayar housekeeping servce? Ini sih levelnya di atas berantakan bos. Ancur kalau kayak gini. Perasaan kemarin kagak gini juga dah?" Richard berkomentar dengan santai seolah yang didepannya itu bukanlah atasannya langsung. Padahal, Mario adalah pewaris tunggal dari Nusa Raya Group.

"Gak sempet gue beresin apart gue. Mau pake housekeeping service males. Lo tahu sendiri gue harus ngurusin nikahan adek gue yang dadakan itu. Lo juga tahu kan, gimana absurdnya adik gue sama lakinya. Jadi ya berantakan ginilah apart gue" Tidak bisa disangkal lagi bahwa pernikahan dadakan Tian dan Feinya memang membuat kalang kabut dari kedua belah pihak. Sebagai seorang kakak dari Feinya, tidak mungkin juga Mario berdiam diri. Dia pasti akan membantu dengan semaksimal yang dia bisa.

"Iya juga sih bos. Kalo itu namanya cocok. Satu frekuensi" Akhirnya Richard, mau tidak mau akhirnya memunguti baju-baju kotor yang berserakan di seluruh penjuru apartemen. Memasukkannya ke katong loundry lalu kembali lagi untuk membersihkan kitchen area yang lagi-lagi penuh dengan bungkus makanan siap saji yang bertebaran di mana-mana. Untunglah mereka sesama cowok yang sudah saling mengenal.

Mario membiarkan Richard melakukan semuanya. Salah satu alasan utama mengapa dia memilih sekretaris dengan jenis kelamin yang sama dengannya adalah hal ini. Mario adalah makhluk yang cukup jorok, satu hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan penampilannya yang good looking. Orang tidak akan mengira jika dibalik penampilan yang selalu sempurna di depan publik, Mario mempunyai kebiasaan yang cukup jorok. Selesai Richard membersihkan apartemen Mario dengan ala kadarnya saja, Mario lalu keluar dari kamarnya dengan beberapa tumpuk berkas. Diletakkannya berkas itu di meja dan di depan Richard yang artinya bahwa mereka mulai untuk berkutat dengan serius bersama dengan dokumen-dokumen itu.

Cerita bagaimana Mario mulai membuka dirinya untuk cinta dan kebahagiaannya bermula dari sini.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang