Part 4

644 42 0
                                    

Pagi harinya, Mario membawa serta Ningsih ke apartemennya. Pagi hari ketika Ningsih diberi tahu bahwa dia akan ikut dengan Mario di apartemennya, Ningsih langsung lemas. Tatapan mata Mario yang mematikan, pertanyaan yang pedas dan sikap dingin yang ditunjukkan Mario padanya merupakan alasan yang tepat bagi Ningsih untuk merasa takut berhadapan langsung dengan Mario. Semua perlakuan yang intimidatif dari Mario tentu membuat Ningsih memilih menjaga jarak dengan Mario.

"Lo masih belum jawab pertanyaan gue kemarin malam. Siapa lo sebenarnya?" Masih, pertanyaan intimidasi dan tatapan tajam penuh kecurigaan dari Mario masih berlanjut. Kemarin malam, Mario belum mendapatkan jawaban yang memuaskan hatinya, maka dia masih akan mengejar Ningsih.

"Saya, Ningsih tuan." Kembali, Ningsih menjawab pertanyaan Mario dengan jawaban yang sama. Mario mendengus kasar mendapati jawaban yang sama seperti kemarin malam.

"Lo pikir gue bodoh? Lo bisa bohongin bokap nyokap gue, bahkan bokap gue juga bisa tapi gak dengan gue! Satu hal yang harus lo tahu, sampe lo nyentuh orang yang berarti di hidup gue, urusan lo sama gue!!" Kecurigaan Mario memang cukup beralasan. Penampilan dan perilaku Ningsih sangat jauh dari kesan seorang asisten rumah tangga, alasannya yang kehilangan dompet yang berisi KTP, dan bagaimana Ningsih membawa dirinya membuat Mario masih belum bisa memberikan rasa percayanya pada Ningsih. Semalaman, Mario membuka kembali rekaman CCTV rumahnya dan melihatnya dengan teliti terutama rekaman yang terdapat Ningsih. Mario sekarang menyimpan rekaman CCTV tersebut.

Beberapa menit kemudian, akhirnya sampailah mereka di unit apartemen Mario. Seperti biasa, pemandangan yang nampak di apartemen Mario adalah berantakan. Tanpa banyak bicara lagi, Mario berkata pada Ningsih.

"Sekarang, tugas loe bersihin apartemen gue. Bersihin semuanya. Satu hal yang harus lo inget, jangan sekali kali lo sentuh barang-barang pribadi punya gue!" Aura Mario masih tetap dominan dan mengintimidasi. Keras dan tidak terbantahkan.

"Baik tuan." Jawab Ningsih singkat dengan kepala tetap menunduk. Ketakutan masih melingkupi Ningsih. Dia sendiri bingung menghadapi tuan mudanya itu.

"Kalo lo laper atau butuh makan, di kulkas masih ada frozen pizza, frech fries sama chicken sausage. Lo bisa pake sesuka lo. Gue balik habis kerja, jemput lo, trus balik ke rumah daddy. Paham?" Perintah mario tersebut dijawab anggukan kecil oleh Ningsih. Setelah mengatakan itu, Mario lalu meninggalkan Ningsih sendiri di apartemen itu. Mario cukup santai meninggalkan apartemennya pada orang asing seperti Ningsih, mengingat apartemennya sudah dilengkapi dengan sistem keamanan aktif dan tentu semuanya itu terintegrasi di ponselnya.

"Bos, sejak kapan piara cewek di apart?" Tiba-tiba Mario dikejutkan oleh suara Richard tepat di samping telinganya. Saat ini, fokus Mario memang terarah pada ponsel yang menampilkan koneksi CCTV di apartemenya. Dia sedang mengamati Ningsih yang tampak membersihkan apartemennya.

"Lo? Haiss.. Kebiasaan lo masuk kagak pake permisi, ketuk pintu dulu apa susahnya sih?" Mario yang tertangkap basah kebingungan mematikan ponselnya. Setelah mematikan ponselnya, langsung dia masukkan ke sakunya.

"Bos, coba deh liat kita di mana?" Richard berkata ringan. Segera Mario mengedarkan pandangannya, seketika dia sadar bahwa dia masih berada di lobby depan ruangannya. Dia masih di public area karena masih belum masuk ke ruang kerja pribadinya. Sadar dengan itu, Mario segera berdiri dan masuk ke ruangannya. Richard hanya geleng-geleng lihat kelakuan bosnya itu. Setelah masuk ke ruangan kerjanya, Mario lalu berucap:

"Gue perlu ketemuan sama Tian. Ada hal penting yang harus gue diskusiin sama Tian. Jadwal gue kapan bisa senggang?" Richard sedikit bingung. Setahu dia, biasanya Mario hanya minta dibuatkan janji dengan rekan bisninya atau kolega. Jika ingin bertemu dengan Tian atau keluarganya yang lain, biasanya dia akan langsung bertindak dan tanpa melalui Richard.

"Bentaran deh bos, bukannya bos cerita Tian sekarang lagi di Manado. Lagi honeymonn kan sama Feinya. Bos sendiri juga kirim beberapa bodyguard buat jagain mereka selama di manado. Trus, bos juga info kalau mereka pulang mungkin besok? Bos sendiri kan yang cerita minggu kemarin?" Richard mencoba mengingatkan bosnya itu.

"Iya.. Lupa gue" Balas Mario dengan singkat. Richard mengamati sejenak atasannya itu. Biasanya Mario seperti ini jika dia sedang banyak pikiran yang mengganggu.

"Boleh tahu bos, apa yang ada di pikiran bos saat ini?" Dengan sangat hati-hati Richard bertanya pada Mario. Pertanyaan dari Richard itu membuat Mario membuang pandangannya pada jendela kaca di depannya. Ruangan kerjanya yang berada di lantai dua puluh membuatnya bisa melihat dengan jelas pemandangan kota dengan perspektif yang berbeda. Tampak pemandangan keramaian kota di depan mata Mario saat ini.

"Cewek yang tadi lo lihat itu, dia asisten rumah tangga baru di rumah bokap gue. Kalau jelas asal usulnya mungkin gue gak bingung kayak gini, tapi ini nggak. Dia gak bawa satu lembarpun identitas diri. Gue gak bisalah biarin orang asing yang gak gue kenal keliaran di rumah bokap gue. Mana nyokap lagi hamil lagi. Kalo ternyata dia saingan bisnis trus mau nyelakain nyokap atau bokap gue gimana?" Sifat protektf Mario sangat terlihat dari cara bicara dan perilakunya. Nusa Raya Group saat ini tengah berkibar, ditambah dengan kolaborasi dengan Surya Finansia Group, menambah kuat posisi kedua perusahaan tersebut. Belum lagi jika Markus mengambil keputusan untuk ikut bergabung dengan kolaborasi itu dengan bendera Persada Group miliknya.

Penjelasan panjang dari Mario membuat Richard sudah bisa membuat gambaran di otaknya mengenai pemikiran dari Mario. Tapi bukankah itu semua berlebihan. Sistem keamanan di rumah Bara sangatlah canggih dan sangat sukar ditembus.

"Lo mungkin mikirnya gue overthinking kan? Tapi kejadian di Tian kemarin, yang buat gue mikir kayak gini. Gak bakalan ada yang nyangka kalau ada orang yang bisa ngerusak mobil om Markus sampai akhirnya Tian yang harus jadi korbannya"

"Trus sekarang, bos pengen ketemu sama Tian buat ngelacak identitas cewek itu?" Mario berbalik dan kemudian menjetikkan jarinya lalu menunjuk ke arah Richard, menandakan kalau apa yang dipikirkan oleh Richard benar. Richard tersenyum ringan saat mengetahui tebakannya itu benar.

***

Sementara di satu tempat, di satu ruang kerja, tampak seorang lelaki dengan usia hampir setengah abad, memandangi foto yang ada di meja kerjanya. Foto yang menampilkan seorang gadis yang tersenyum lebar sambil tanggannya membawa baskom dan spatula. Tampaknya gadis tersebut berada di sebuah dapur dan tengah memasak sesuatu. Walaupun wajahnya belepotan dengan terpung terigu, namun tidak menghilangkan aura kecantikannya.

"Kamu dimana nak? Pulang ya nak.. Papa janji, papa gak akan paksa kamu lagi. Pulang putriku.. pulang nak..." setetes air mata menetes keluar dari matanya. Gurat di wajahnya menampakkan kesedihan yang mendalam.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang