Part 32

331 21 4
                                    

Pulang dari kantor, Mario berusaha bersikap seperti biasanya. Namun, semua yang mengenal dengan baik siapa itu Mario akan merasakan perbedaan dari perilaku Mario saat pulang dari kantor sore menjelang malam. Kejadian siang tadi memang menguras emosi dan perhatian dari Mario. Apalagi itu menyangkut Dea, seseorang yang sangat ingin dia jaga.

"Abang kenapa? Keliatan capek banget hari ini?" Sapa Dea ramah ketika dia masuk ke rumah. Hatinya langsung tenang. Hangat, itu yang dirasakan oleh Mario. Dea lalu menghampiri Mario, mengambil jas yang disampirkan di tangannya.

"Mandi dulu ya bang. Pasti capek kerja seharian. Harus gantiin daddy di kantor kan?." Mario tersenyum lalu mengangguk. Mario lalu beranjak naik ke kamarnya untuk membersihkan diri, sementara Dea lalu menaruh jas Mario di tempat cucian kotor.

"Dea, apa Iyok sudah pulang?" Tanya Bara saat dia keluar dari kamarnya. Saat berada di kamar, Bara mendengar tentang kedatangan dari Mario.

"Sudah dad. Ini tadi abang langsung naik. Mau mandi katanya. Capek banget kelihatannya" Jelas Dea

"Oke, daddy naik dulu. Ada hal yang harus daddy obrolin bentar sama Iyok. Kamu tolong siapin makan malam ya. Mommy lagi nyusuin Ronald" Seusai mengatakan itu, Bara lalu beranjak naik. Dia lalu menuju ke kamar Mario.

"Iyok!, Ini daddy. Bisa daddy masuk?" Ujar Bara sambil mengetuk pintu kamar Mario. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Mario membuka pintu. Tampilannya lebih segar. Rambutnya basah menandakan dia tidak mengeringkannya sesudah mandi.

"Ada apa dad?" Mario lalu mempersilakan Bara masuk. Setelah Bara masuk dan Mario menutup kembali pintunya, Bara lalu bertanya kepada Mario

"Gimana? Udah kamu bereskan?" Bara bertanya singkat.

"Udah. Iyok udah perintahkan Richard buat selesaikan semua. Iyok juga udah nyuruh anak IT buat tutup semuanya. Iyok berharapnya keluarga Dea di Bandung belum melihat barita sampah itu. kalaupun sempat baca berita itu, Iyok berharapnya mereka tidak akan percaya begitu saja." Mario menjelaskan kepada Bara.

"Ok, daddy harap kamu bisa lebih hati-hati lagi. Jadikan ini pelajaran. Jangan gegabah lagi di depan publik. Kasihan Dea yang gak tahu apa-apa tapi terseret gosip gak penting kayak gitu. Dia belum siap untuk kehidupan keras seperti kita"

"Iya dad. Iyok beneran minta maaf. Iyok memang kebawa perasaan waktu itu."

Bara memang berada di rumah, namun bukan berarti kalau dia tidak tahu apa yang terjadi. Tentu saja dia sangat kaget ketika dia mendapat laporan mengenai adanya gosip murahan yang sepertinya sengaja dibuat oleh lawan bisnisnya untuk menjatuhkan citra perusahaan, atau dirinya dan keluarganya secara personal.

Malam itu, seusai makan malam, Mario kembali bermain-main dengan bayi Ronald. Kali ini Mario tidak bermain sendirian, tapi bersama Dea. Sementara, Bara dan Lina hanya mengamati mereka berdua dengan posisi yang todak terlalu jauh juga. Jika dilihat sekarang, lebih tepat jika Mario dan Dea sebagai pasangan muda yang baru saja memiliki seorang anak, sementara Bara dan Lina adalah opa dan oma yang melihat cucu mereka.

"Kayaknya posisinya kebalik ya. Kita kan ya yang harusnya banyak main sama Ronald. Ini malah Iyok yang banyak main"

"Biarlah mas. Mario udah lama pengen banget punya adek, baru sekarang kesampaian, pasti dia seneng banget. Jujur mas, aku seneng banget lihatnya. Dulu, Lina sedikit khawatir kalau Mario tidak bisa menerima kehadiran Lina sepenuhnya, tapi lihat bagaimana perlakuan Mario terutama saat Lina hamil dan melahirkan kemarin, jadi lega." Bara yang mendengar itu lalu menggeser duduknya menjadi lebih dekat. Dia merangkul hangat Lina, mengelus pelan lengannya.

"Mas makasih banget. Kamu mau menerima mas apa adanya. Mau menerima masa lalu mas yang buruk. Terima kasih udah menghadirkan Ronald di kehidupan keluarga kita." Semenjak Bara menikah dengan Lina, dia memang tidak henti-hentinya bersyukur. Tuhan masih baik padanya dengan menghadirkan Lina pada kehidupannya.

"Sejak kita berdua berjanji di hadapan Tuhan bahwa kita akan saling mencintai dan menyayangi satu sama lain baik dalam suka dan duka. Lina sayang mas dengan seluruh yang ada pada mas. Lina juga bersyukur bisa mendapatkan suami yang sayang banget sama Lina" Lina lalu menyandarkan kepalanya pada pundak Bara dan Bara menyambut dengan elusan lembut di rambut Lina. Sesekali Bara juga mengecup mesra pucuk kepala Lina. Ada sesak di hati Bara. Rasa haru yang seolah menyeruak keluar bersama dengan beberapa butir bening di matanya.

"Tuan, di luar ada tamu yang ingin berkunjung. Sudah menunggu di ruang tamu" ujar salah satu asisten rumah tangga membuyarkan Bara yang masih tersenyum melihat pemandangan di depannya. Bara segera berdiri dan beranjak menuju ruang tamu. Dia cukup terkejut mendapati siapa yang malam itu berkunjung. Dewa, Anissa dan Devon.

"Oh, Pak Dewa. Selamat datang pak di rumah saya." Sapaan hangat dari Bara lalu berlanjut dengan salaman dan saling peluk diantara mereka. Bara lalu melanjutkan dengan bersalaman dengan Anissa dan juga Devon.

"Sebentar ya saya panggil istri saya dulu" Bara lalu masuk dan kembali lagi bersama dengan Lina.

"Perkenalkan, ini istri saya, Lina" Bara kemudian memperkenalkan Lina pada keluarga Dewa. Segera, Lina menyalami semua orang yang ada di depannya. Bara dan Lina menyambut hangat kedatangan dari keluarga Dewa. Tidak terlalu terkejut karena Dea sendiri sudah mengatakan sebelumnya dan Bara juga sudah mengijinkannya.

"Kita masuk aja yuk, mau langsung ketemu sama Dea kan. Pasti udah kangen, udah lama gak ketemu sama Dea. Ayuk.." Pertanyaan Lina langsung dijawab dengan anggukan semangat dari Dewa dan Anissa. Lina lalu menggiring mereka menuju ruang tengah.

Langkah Dewa dan Anissa terhenti saat melihat bagaimana pemandangan yang tersaji di depannya. Bagaimana Mario dan Dea bermain bersama dengan bayi Ronald. Bagaimana mereka berdua dengan berdampingan dan kemudian di depannya ada bayi Ronald yang terkadang menendang-nendang tak tentu arah. Rasa kangen yang ada pada Dewa dan Anissa langsung membuncah melihat putrinya sekarang ada di hadapan mereka. Mereka bersyukur, bahwa benar keluarga Bara menjaga anaknya dengan baik.

"Dea, anakku..." Sapa Dewa dengan suara tertahanya. Dea langsung menghentikan semua kegiatannya. Suara yang memenuhi ruang dengarnya membuatnya menoleh ke arah sumber suara tersebut. Bukan hanya Dea yang menghentikan apa yang dilakukannya sekarang, Mario juga melakukan hal yang sama. Sesaat, Mario melihat pada Dea dan kemudian bersama dengan Dea, mereka menoleh pada sumber suara.

"Papa...."

Ucapan itu disertai dengan buliran air mata yang tiba-tiba saja turun dari mata Dea. Dia lalu berlari menghambur pada Dewa dan Anissa. Tumpah sudah tangisan dari Dea. Rasa kangen itu langsung terobati dengan kedatangan Dewa, Anissa dan Devon.

Tangisan bukan hanya keluar dari Dea, Dewa dan Anissa pun juga tidak kalah deras air matanya. Melihat itu, Lina lalu mengambil Ronald lalu memindahkan anak bayi itu ke kamar supaya tidak terganggu. Lagipula, Ronald juga sudah tertidur. Udara malam tentu tidak baik untuk bayi.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang