Part 44

327 18 8
                                    

Time goes by. Hubungan Mario dan Dea semakin lama juga semakin berkembang. Jarak Jakarta Bandung bukan halangan yang signifikan bagi Mario untuk sering bertemu dengan Dea. Mereka masih saling bertemu. Tentu, Mario yang mengunjungi Dea di Bandung. Biasanya saat weekend mereka bertemu. Selang satu bulan setelah mereka meresmikan pertungan mereka, Mario dan Dea beserta dengan seluruh keluarga mereka sepakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Tidak ada yang keberatan dengan itu semuanya. Mereka sangat setuju saat mario mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.

Lima bulan berlalu, dan sekarang mereka disibukkan dengan segala macam persiapan untuk sakramen pernikahan Mario dan Dea. Pernikahan mereka rencananya akan diselenggarakan di Bandung. Sementara resepsinya akan diselenggarakan di dua tempat, yaitu di Banding dan di Jakarta. Di Bandung, resepsi akan diadakan di kebun teh milik keluarga Dewa dengan konsep outdoor. Sedangkan di Jakarta akan diadakan di ballroom salah satu hotel milik Persada Group.

Kini mereka semuanya berkumpul di salah satu gereja di Bandung untuk mengikuti sakramen pernikahan antara Mario dan Dea. Ada yang unik. Jika umumnya kursi untuk orang tua akan tersedia sebanyak empat buah kursi, namun di sakramen pernikahan Mario dan Dea ada enam kursi untuk orang tua. Kondisi Mario yang memiliki empat orang tua, akhirnya membuat semuanya itu terjadi.

"Dad, gimana, Iyok udah ganteng belum? Udah rapi belum dasinya Iyok? Trus rambutnya Iyok udah bagus kan dad?" Mario bertanya dengan heboh kepada Bara. Bara langsung mendelik tajam kepada Mario, bagaimana tidak jika Mario tetap saja heboh sendiri, tidak bisa tenang berdiri di depan altar menantikan Dea yang masuk.

"Kamu bisa gak sih gak lebay gitu?" Bara menggeram dengan suara tertahan. Dia sangat kesal dengan tingkah laku Mario. Lina yang berada di samping Bara hanya bisa mengelus lengan Bara. menenangkan Bara yang emosi karena pertanyaan tidak penting dari Mario

"Eh, Ayah kasih tahu ya, wajah kamu tuh sekarang berminyak karena keringatan kan, trus dasi kamu menceng ke kiri, rambut kamu juga, kayaknya kebanyakan gel rambut deh. Aneh gitu" Brian yang berada di sisi seberangnya justru masih berniat iseng kepada Mario.

"WHAT? SERIUS?" Semua mata di gereja langsung tertuju pada Mario yang berteriak histeris.

"Mas, kamu itu. Udah.. Udah.. Kamu udah ganteng udah cakep. Udah sekarang diam gak usah ribet sendiri." Mentari memperingatkan Brian dan juga berusaha menenangkan Mario. Brian malah cekikian sendiri melihat tingkah Mario yang sama sekali tidak bisa tenang menjelang sakramen pernikahannya.

"Tuh ayah, rese bun. Iyok kan pengen ganteng di hari spesialnya Iyok" Mario berucap sambil mengerucutkan bibirnya

"Udah gak usah cemberut. Kamu tuh udah jelek gak usah dijelek-jelekin gitu." Brian berkata kepada Mario. Masih saja dia menjahili Mario.

"AYAH..." Kembali Mario berteriak, tidak sekencang tadi tapi tetap saja masih bisa terdengar di seluruh gedung gereja. Sontak tingkah laku Mario itu mengundang gelak tawa tertahan dari seluruh yang ada di sana.

"Addduuhh" kali ini Brian berteriak tertahan karena tiba-tiba saja Mentari yang ada di sampingnya mencubit lengannya. Istrinya itu tampaknya kesal juga dengan Brian, suaminya. Momen peristiwa yang seharusnya tenang dan mengharukan, menjadi konyol karena tingkah laku mereka. Sementara Brian hanya bisa tersenyum dengan menampilkan wajah tanpa dosanya kepada Mentari.

Sakramen pernikahan antara Mario dan Dea berjalan dengan lancar. Tapi sepertinya bukan Mario kalau dia tidak membuat kesalahan tidak penting dan cenderung konyol saat sakramen pernikahannya. Balutan gaun pengantin berwarna creamy pink yang saat ini dikenakan oleh Dea membuat Mario selalu hilang fokus, apalagi gaun itu menampilkan bahu Dea dengan sangat jelas. Tatanan rambut Dea disanggul ke atas juga menampilkan leher jenjang Dea. Sungguh, saat ini Mario sangat tidak bisa untuk fokus. Bahkan saat penandatangan berkas dokumen pernikahan, dia sampai mematahkan pulpen karena terlalu menekan. Nyaris saja sertifikat pernikahannya sobek karena kekonyolannya.

Seusai acara di gereja, akhirnya Mario dan Dea kembali ke rumah Dewa. Resepsi pernikahan masih besok pagi, sehingga mereka bisa beristirahat malam ini. Rumah Dewa lumayan besar, khas rumah-rumah model lama yang memiliki banyak kamar, sehingga mampu menampung seluruh keluarga Mario dan Dewa. Bahkan Reynald, Feli, Joenathan, Anne, Tian dan Feinya juga mereka turut bermalam di rumah Dewa. Mereka semua memang memilih untuk beristirahat karena pagi hari esoknya mereka

"Abang mandi gak? Mau pakai air hangat atau dingin?" Ujar Dea setelah dia selesai membersihkan make up

"Mandilah De, gerah banget abang. Lengket semua badan abang. Pake air biasa aja. Atau adek mandi dulu aja? Abis itu baru abang" Ujar Mario ringan. Mario sekarang bahkan mengubah panggilan untuk Dea menjadi "Adek". Dea mengangguk. Dia bergegas berdiri dan kemudian menuju ke kamar mandi. Selang berapa lama, Dea lalu keluar sudah dengan tubuh yang lebih segar. Rambutnya masih basah dan dibiarkan tergerai.

"Udah bang, mandi gih bang." Mario yang sedang membalas beberapa ucapan selamat menikah dari kolega bisnisnya lalu mendongak. Dia tersenyum lalu berdiri dan segera menuju ke kamar mandi. Selesai mandi, mario hanya mengenakan boxer dan melingkarkan handuk basahnya di pundaknya. Dilihatnya Dea sekarang sedang bersandar di headboard tempat tidurnya. Piyama motif hello kitty warna biru sekarang melekat di tubuh Dea.

"Dea.. " Suara berat Mario membuyarkan Dea yang melamun

"Aaa...bbaang.." Suara Dea tercekat melihat Mario yang hanya mengenakan boxer. Bukan kali pertama bagi Dea melihat Mario hanya mengenakan boxer saja. Tapi tetap saja hal itu membuat bulu kuduk Dea merinding

"Udah siap ya De malam ini?" Mario tersenyum penuh makna sambil memandangi Dea yang sekarang seperti kebingungan. Sebenarnya Mario tidak berniat menghabiskan malam pertamanya saat ini mengingat besok mereka masih ada acara. Sekarang, Mario hanya ingin menggoda Dea saja. Dia berjalan perlahan sambil membuang dengan asal handuk yang tadinya melingkar di lehernya. Dea meresponnya dengan semakin merapatkan dirinya ke headboard. Mario yang melihat itu justru semakin gemas dengan Dea. Sesampai di pinggir tempat tidur, Mario meloncat seolah akan menubruk Dea.

Krrkk... Krrrraakkk

Brrruuukkk.............

"AAAADDOOOOOOHHH......"

"AARRRGGGHHH............"

GLODAK

"AAAAUUUUWWWW......"

Lompatan Mario dengan kekuatan penuh itu menghasilkan ranjang Dea yang kini ambruk. Mario kejatuhan headboard, sementara Dea sendiri jatuh terjungkang. Pemandangan mengenaskan kini justru terjadi di kamar Dea.

DUK...DUK....DUK.... Langkah kaki tergesa terdengar dari luar kamar Dea

DOK... DOK.. Kini suara ketukan kencang di pintu kamar Dea

BLAAM... Pintu kamar Dea paksa. Kini di kamar Dea sudah berkumpul Dewa, Bara, Brian, Reynald, Mentari dan Anissa. Dewa memaksa membuka pintu kamar Dea dengan kunci cadangan yang dipunyainya. Mereka semua kebingungan dengan suara berisik dan terikan yang datangnya dari kamar Dea.

"IYOK... DEA.... Kalian ngapain sampai kayak gini? Iya sih malam pertama tapi gak segitunya juga sampai ranjang besi ambruk gitu.." Sebenarnya Bara ingin sekali tertawa melihat kondisi anak dan menantunya itu.

"Bentar, ini kan ranjangnya dari besi utuh ya, kenapa sampai patah gak berbentuk gini?" Dewa sampai heran sendiri dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Pertanyaan itu gak perlu dijawab pak. Jawabannya kita udah tahulah. kita pergi aja, biar gak gangguin mereka" Brian kini bersuara. Akhirnya mereka semua meninggalkan kamar Dea dan meninggalkan Mario dan Dea yang sedari tadi hanya bisa diam dan menahan malu. Jangan ditanya lagi bagaimana wajah Mario dan Dea yang memerah menahan semuanya.

"Abang.. Bikin malu aja... hik..hiks..." Saking malunya kini Dea malah terisak menangis. Takut jika tangisannya lebih kencang, Mario lalu menarik Dea dan memeluknya erat.

"Iya.. Abang minta maaf. Maaf de. Udah jangan nangis. Mereka semua tadi kan bukan siapa-siapa. Mereka kan keluarga kita sendiri De" Mario berusaha menenangkan Dea yang terisak. Dalam hatinya, Mario mengutuki kebodohannya sendiri hingga tragedi malam ini terjadi.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang