Perginya Mario ke kantor, menyisakan dua keluarga. Keluarga Bara dan keluarga Dewa. Tujuan utama Bara mengundang Dewa dan keluarganya adalah ingin membicarakan lebih lanjut mengenai hubungan Mario dengan Dea. Mungkin dengan situasi yang lebih santai, maka pembicaraan antar kedua keluarga menjadi lebih enak juga.
"Dea kemarin malam banyak bercerita soal bagaimana bapak memperlakukan Dea. Saya pribadi mengucapkan banyak terima kasih. Sudah mau menampung Dea. Maaf pak, anak saya merepotkan keluarga bapak" Dewa memang secara resmi belum mengucapkan terima kasih pada Bara. Bara hanya tersenyum ringan menanggapi hal tersebut.
"Tidak. Tidak merepotkan sama sekali. Mungkin ini juga jalan dari Tuhan. Tuhan memang punya jalan dan cara yang unik untuk mempertemukan seseorang" tanggap Bara.
"Saya boleh bertanya, tapi mungkin sedikit pribadi ke bapak." Dewa sepertinya ingin bertanya sesuatu yang sifatnya pribadi. Bara hanya mengangguk, mempersilakan Dewa untuk melanjutkan pertanyaanya.
"Dea cerita kalau selain bapak dan ibu, Mario juga punya ayah dan bunda. Apa bisa diceritakan, kenapa Mario sampai mempunyai dua keluarga ?" Dewa sangat berhati-hati menyampaikan pertanyaannya itu. Tepat saat Bara ingin menjawab, Lina, Anissa dan Dea datang dan bergabung.
"Mario itu lahir karena kesalahan saya. Saya yang tidak bisa menahan nafsu bejat saya hingga membuat bundanya Mario harus menanggung karena kebejatan ulah saya. Berulang kali saya ingin perbaiki kesalahan saya pada bundanya Mario, tapi saat itu kondisi bundanya Mario dalam tekanan dan depresi dengan semua yang berhubungan dengan saya. Untunglah, bundanya Mario menemukan, Brian ayahnya Mario hingga akhirnya bundanya Mario bisa keluar dari depresinya. Tuhan itu baik banget. Sampe bisa menemukan kembali saya dengan mereka semua. Hingga saya bisa mencoba memperbaiki kerusakan yang sudah saya buat sebelumnya. Saya inget bagaimana saya gak bisa ngomong apa-apa waktu Mario cerita kalau Brian bahkan menerima Mario sebagai anak lelakinya. Jadinya Mario sekarang punya daddy dan mommy sekaligus punya ayah bunda." Bara sejenak menerawang. Matanya memerah. Menceritakan aib sendiri bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Namun, untuk tidak menjawab, justru akan menimbulkan pertanyaan dan kesalahpahaman yang akan berlarut-larut. Lina mengusap pelan lengan Bara, berusaha memberikan dukungan dan kekuatan pada suaminya.
"Maaf, saya tampaknya membuka luka pribadi bapak" Dewa tampaknya sedikit menyesal dengan pertanyaannya. Bara mencoba tersenyum sambil menggeleng.
"Cepat atau lambat, saya juga harus mengatakan ini pada bapak juga. Entah sekarang, besok atau lusa"
"Mas, kita undang sekalian dokter Brian sama dokter Tari gimana? Sekalian juga biar kenalan sama keluarga Dea juga" Mendadak Lina mendapat ide untuk mengajak Brian dan Tari. Bara tersenyum lalu dengan sigap dia beranjak keluar dan menelpon Brian. Tampaknya Bara menginginkan ruang yang lebih privasi saat menelpon.
***
Sekarang, pertemuan keluarga yang sebenarnya terjadi. Tiga keluarga sudah berkumpul di cottage milik Bara. Keluarga Bara, Brian dan Dewa berkumpul semuanya. Mereka semua menikmati semilir angin halaman belakang rumah yang langsung menjadi satu dengan dermaga pribadi. Barbeque set sudah tersedia di sana. Sementara para wanita kecuali Lina yang harus menjaga Ronald, menyiapkan apa yang akan menjadi makan malam mereka, para lelaki memilih duduk menikmati pemandangan senja yang memerah.
Malam menjelang dan persiapan makan malam sudah selesai. Sekarang mereka duduk bersama menikmati makan malam bersama. Suasana ceria santai ringan mewarnai makan malam mereka.
"Dea, mumpung di sini ada, daddy pengen nagih apa yang kamu janjikan dulu. Bagaimana perasaanmu pada Mario yang sebenarnya?" Bara rupanya sudah tidak sabar untuk sampai pada acara utama. Dia mengumpulkan semuanya dengan satu tujuan, untuk membahas bagaimana hubungan Dea dan Mario.
"Dea sayang sama abang. Tapi Dea juga harus minta restu sama mama dan papa dulu. Dea gak mau ngelangkahin mama dan papa" Ujar Dea. Dirinya sadar jika sekarang semuanya tertuju sama dia.
"Kamu sendiri bagaimana sama Mario? Kamu bahagia tidak? Kamu terpaksa tidak menjalani hubungan ini sama Mario? Ingat, keputusanmu itu untuk seumur hidup kamu. Jangan sampai kamu menyesal karena salah pilih hari ini" Dewa dengan lembut bertanya kembali pada Dea. Dengan mengangguk dan wajah bersemu merah, sepertinya semua orang yang ada di sana mengetahui jawaban apa yang hendak dikatakan oleh Dea.
"Bunda boleh nanya ya De? Apa kamu menerima Mario seutuhnya? Baik buruknya dia? Semua sisi negatif atau positifnya Mario?" Mentari melanjutkan pertanyaan dari Dewa.
"Dea akan mencoba menerima abang. Semua sifat-sifatnya abang. Dea juga berharapnya abang nantinya juga sama. mau nerima apa adanya Dea"
"Ya udah, kan kita udah tahu bagaimana jawaban Dea. Kalau Mario udah gak ditanya lagi." Brian bersuara kali ini. Memang benar adanya, untuk Mario tidak usah ditanyakan lagi. Mereka langsung lega mendengar jawaban lugas dari Dea. Setidaknya, Mario tidak perlu patah hati sampai dua kali. Suasana tenang malam itu mendadak ramai saat Mario datang dengan suara yang nyaring memekakkan telinga
"YUHUUIII.... IYOK Da..........tang" Mario langsung memelankan suaranya saat melihat ada Brian dan Mentari. Dia tidak mau insiden jeweran kembali terulang.
"Ini kenapa dah lengkap semuanya? Ayah bunda ada juga?" Mario masih bengong ketika melihat ada Brian dan juga Mentari juga.
"Emang kenapa juga kalau ayah bunda gabung? Kayaknya udah sering juga kita jalan bareng-bareng kan ya?" Brian benar. Ini bukan pertama kalinya mereka berkumpul bersama.
"Iyaa sih.. bener juga ... hehehehe..." Mario jadi salah tingkah sendiri.
"Ya udah, udah selesai kan kita makannya. Yuk kita ke ruang tivi aja. Udaranya kayaknya lumayan dingin juga" Ujar Bara sambil berdiri lalu melangkah dan diikuti oleh yang lainnya. Mario hanya bengong melihat itu. Bagaimana bisa, dia baru datang lalu semuanya membubarkan diri. Tujuan utama Bara tadi beranjak pergi adalah memberikan ruang pada Mario dan Dea. Bara ingin Dea mengungkapkan sendiri apa yang tadi telah dibahas bersama dengan seluruh orang tua Dea. Tapi mungkin, baik Mario dan Dea tidak menangkap maksud dari Bara tersebut.
"Abang udah makan? Kalau belum, Dea masakin bentaran ya." Ucapan Dea selaksa air di gurun sahara yang kering kerontang bagi Mario. Langsung Mario mengangguk dan mengekor Dea yang masuk ke ruang dapur. Persis seperti anak ayam yang mengekor pada indukannya. Semuanya yang hanya tersenyum melihat kelakuan Mario.
"Adanya tinggal ikan kerapu, gak apa-apa ya bang. Udang dan kepitingnya udah habis tadi."
"Apa aja sih De, asal kamu yang masak pasti abang makan."
Jadilah kini Mario dan Dea makan malam sendiri. Hanya Mario tepatnya, karena Dea sudah makan malam tadi bersama dengan yang lain, namun Dea tetap ada di meja makan itu. Dengan telaten Dea menyiapkan makan malam untuk Mario. Mario? Sudah tentu dia memanfaatkan situasi ini untuk berdekatan dengan Dea. Mengekori kemana Dea pergi dan selalu menempel ke Dea.
Melihat itu semua, Dewa dan Anissa tampaknya sudah yakin jika memang harus melepas Dea pada Mario. Dewa merasa sangat lega. Lega karena putrinya kini tampaknya sudah mendapatkan lelaki yang mencintainya. Lega karena Dewa sekarang tahu dengan benar bahwa Mario melakukan apa yang dulu dia katakan padanya. Jauh dalam hati Dewa, dia sekarang bersyukur Dea memilih lari dari rumah saat itu. karena, jika saat itu Dea masih tetap di Bandung, mungkin Dea akan semakin menderita karena harus menikahi Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva