Part 24

368 26 4
                                    

Bagaimanapun, orang tua tidak akan pernah menginginkan anaknya menderita. Itu yang terjadi pada Mentari dan Brian saat mendengar bahwa Brian akan memisahkan Mario dan Dea. Permintaan yang lebih pada permohonan dari Mario akhirnya mampu meluluhkan hari Brian untuk tidak memisahkan Mario dan Dea. Namun, Brian memberi banyak peraturan. Sangat banyak. Pilihannya hanya ada dua, mematuhi semua peraturan yang diberikan oleh Brian atau memisahkan mereka berdua. Mario tentu memilih untuk menuruti semua peraturan dari Brian daripada dia harus dipisahkan dengan Dea.

Kini, mereka berdua masih di mobil dan dalam perjalanan untuk kembali ke rumah Bara. Dea tidak berani memandang pada Mario, padahal banyak hal yang ingin dia tanyakan pada lelaki di sampingnya sekarang. Wajah Mario sendiri tidak bisa ditebak. Ekspresinya sulit diartikan.

"Kamu kenapa De...? Hm.. Ada yang pengen ditanyain?" Mario menangkap wajah Dea yang bingung.

"Apa abang serius ingin menjalin hubungan lebih lanjut dengan Ningsih?" Pertanyaan Dea membuat Mario mengernyitkan keningnya.

"Haah... Kalau abang gak serius sama kamu, abang gak akan memohon kayak tadi ke ayah bunda abang. Abang sayang kamu De.. Abang gak bisa jauh dari kamu."

"Taa..pi bang...." Belum selesai Dea berbicara, langsung dipotong oleh Mario.

"Nanti ya De, kita omonginnya. Ini kan abang lagi nyetir. Ntar kalau kita udah nyampe rumah, kita omongin ini. Sekalian sama Daddy dan Mommy. Kayaknya banyak yang harus kita omongin juga De." Mario ada benarnya. Saat ini Mario sedang konsentrasi dengan kemudinya. Kalau dia membahas masalah itu sekarang dan dia sedang mengemudikan mobilnya, takutnya konsentrasinya akan terganggu.

Sesampai di rumah, Mario langsung menemui Bara dan Lina. Dia ingin segera menyelesaikan masalah hatinya ini. Bahkan, dia sudah menelpon Richard dan mengabarkan jika dia hari ini akan terlambat atau bahkan mungkin tidak masuk ke kantor.

"Dad, mom, Iyok pengen ngomong. Ini soal Iyok dan Ningsih" Mario memulai pembicaraannya

"Ayahmu sudah telpon daddy. Udah cerita juga semuanya. Ketakutan ayah kamu, sebenarnya ketakutan daddy juga. Kalian masih sama-sama muda, masih sama-sama manusia biasa yang masih punya nafsu juga." Mario dan Dea terdiam mendengar Bara berbicara. Mereka lebih memilih menjadi pendengar dan berusaha memahami apa yang dikatakan Bara. Bara mengambil nafas panjang, menjeda sejenak dan seolah berpikir untuk berkata-kata.

"Iyok, kamu tahu kesalahan fatal daddy itu awalnya dari apa. Daddy yang gak bisa nahan nafsu daddy. Daddy gak mau kamu ngikutin apa yang udah daddy dulu lakuin. Bahkan sampai sekarangpun kalau ingat, masih nyesek rasanya. Daddy gak pernah berhenti bersyukur, saat tahu ayah bunda kamu menyayangi kamu, bisa nerima kamu dan bahkan Brian bisa menerima kamu sebagai anaknya sendiri." Bara sedikit membuka kenangan lama yang tentu menyesakkan baginya. Bukan hal yang mudah buat Bara melakukan hal itu. Matanya memerah dan suaranya juga sedikit serak. Lagi, Mario lebih memilih diam daripada menanggapi apa yang dikatakan oleh Bara.

"Ningsih, sebenarnya kamu sendiri bagaimana? Kamu bersedia menerima Mario atau tidak. Jika memang kamu mau dan bersedia, kami akan segera meminta kamu secara baik-baik ke orang tua kamu" Lina kali ini yang berbicara. Tembakan pertanyaan dari Lina tentu membuat Dea menjadi bingung sendiri.

"Tapi jika memang kamu gak nyaman sama Mario, ya udah. Kamu bilang aja. Jadinya Mario juga tidak akan berharap lagi sama kamu" Kini, saat tembakan pertanyaan mengarah ke Dea, dia hanya bisa diam. Hati, pikiran dan perasaannya masih diliputi kebingungan. Mungkin, ini saatnya dia harus mengungkapkan yang sebenarnya.

"Dea. Dea Rossa. Nama saya sebenarnya Dea Rossa. Bukan Ningsih." Tampaknya Dea memilih untuk jujur dan membuka sendiri identitas aslinya. Cepatnya Dea membuka sendiri identitas aslinya itu tentu sedikit mengejutkan bagi Bara, Lina dan tentu Mario.

"Saya sebenarnya lari dari rumah karena dipaksa untuk menikah untuk melunasi utang papa. Saya aslinya dari Bandung" Dea meneruskan ceritanya. Dea mengamati wajah-wajah di depannya. Dia heran, ketiganya tidak menunjukkan ekspresi kaget atau terkejut. Malahan, Mario tersenyum sambil memandang Dea.

"Kami udah tahu semuanya tentangmu, Dea" Bara lalu menyahut dan kini justru Dea yang terkejut dibuatnya.

"Ayah kamu, Dewa Bramantyo, ibu kamu Anissa Kurniawati dan kakak kamu Devon Bramantyo. Benar begitu?" Mario seperti memberi penegasan pada Dea.

"Jaaddii..." Dea merasa lega karena sudah mencoba jujur dan keluarga Bara ternyata masih menerimanya. Setidaknya kekhawatirannya tidak terjadi.

"Kami sudah tahu semuanya De.. Bahkan semua permasalahanmu, kami juga tahu semuanya. Abang sudah selesaikan semuanya."

"Maksudnya abang?" Mario melirik sekilas pada Bara dan Lina. Kedua orang tuanya itu mengangguk, seolah memberi dukungan pada Mario. Jika Dea sudah mengatakan dengan jujur tentang identitas asli yang selama ini ditutupinya, maka Mario sekarang juga harus jujur pada Dea tentang apa yang sudah dilakukannya. Mario sengaja menjeda sejenak. Dia tahu konsekuensi apa jika dia mengatakan yang sejujurnya pada Dea. Antara Dea menerimanya atau justru sebaliknya, Dea akan membenci dan kemudian menolaknya.

"Abang sudah lunasi hutang ayahmu De. Bank tempat ayahmu berhutang adalah milik opa Surya, papanya bunda, jadi mudah buat abang buat nyelesaikan masalah itu. Kamu tidak perlu menikah dengan Leo agar Refan mau membayar utangnya." Dea langsung diam. Dia tidak bisa berkata apa-apa.

"De, udah papa bilang tadi kalau masalah itu udah selesai. Kamu pulang ya nak."

"De, udah papa bilang tadi kalau masalah itu udah selesai. Kamu pulang ya nak."

Dea kembali terngiang akan perkataan Dewa di telpon beberapa hari silam. Jadi ini yang dimaksud oleh Dewa kalau masalah sudah selesai?

"Maaf De jika apa yang udah abang lakuin mungkin terlalu jauh. Abang cuman gak mau kalau kamu jatuh ke Leo. Abang gak rela." Dea semakin bingung. Jika memang mario sudah mengetahui semuanya, kenapa dia tidak mengatakannya secepatnya. Dea yakin, jika Mario sudah lama mengetahui dan kemudian membayar hutang ayahnya.

"Kamu mikir apa, nak?" Tanya Bara saat melihat ekspresi Dea.

"Jujur, Dea semakin bingung. Jika memang keluarga di sini sudah tahu tentang Dea dan bahkan abang sudah membayar hutang papa Dea, kenapa gak langsung bilang ke Dea?"

"Karena abang takut. Abang takut kalau abang jujur di awal, kamu akan lari lagi. Abang gak mau itu. Maaf kalau dengan itu kamu ngerasanya kami ngerjain kamu."

"Dea, baik kamu atau Mario sebenarnya sama. Masing-masing dari kalian memulai semua ini bukan dengan kejujuran. Dea, kamu menyembunyikan siapa kamu, identitas kamu dan bagaimana kamu. Sama, Mario juga seperti itu. Dia tidak bilang ke kamu kalau Dia sudah tahu semuanya dan bahkan dia sudah melakukan semuanya" Mario dan Dewa tanpa sadar menganggukkan kepalanya bersamaan. Adalah benar yang dikatakan oleh Lina. Jika ditelusur, Mario dan Dea sama-sama berangkat bukan dengan kejujuran, dan ketika sekarang kebenaran itu terbuka, harusnya tidak ada yang merasa sakit hati karena posisi mereka sama.

"Kalian udah saling tahu sekarang kan kebenaran masing-masing. Sekarang, Daddy minta ketegasan dari kamu, Dea. Kamu mau terima Mario apa tidak?"

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang