Part 12

483 26 3
                                    

Pagi sesudah sarapan di rumah Brian, Bara, Lina dan Mario akhirnya pamit undur diri. Sebelum Mario dan Bara menuju kantor, mereka mengantar Lina terlebih dahulu untuk pulang ke rumah. Semenjak Lina hamil dan kandungannya lemah ditambah dengan morning sick yang masih saja terus terjadi, Lina memutuskan untuk resign dari rumah sakit. Dia ingin fokus saja menjadi ibu rumah tangga.

"Mom, dad, kalau misal Iyok ambil Dea jadi asisten pribadi buat Iyok gimana?" Mario yang saat ini masih memegang kemudi menoleh sebentar ke Bara yang duduk di sampingnya. Dia juga melirik Lina yang duduk di belakang melalui kaca spion.

"Daddy gak keberatan. Asal yang penting kamu tahu batasannya. Jangan keterlaluan dan jangan melewati batas"

"Mommy juga gak keberatan intinya. Justru sebenarnya senang, kalau kamu bisa dekat dengan Dea. Mommy tahu dia anak baik. Tapi bener yang dibilang sama daddy kamu. Jangan kelewat batas."

"Makasih ya mom, dad. Oh ya, di depan Dea, kita tetep aja seperti biasanya. Tetep aja berlaku kalau kita gak tahu siapa dia sebenernya. Tetep aja kita manggilnya Ningsih. Takutnya kalau dia tahu kita ngerti siapa dia sebenarnya, Iyok takut dia lari lagi dari rumah." Lagi, Bara tersenyum. Bukankah secara tidak langsung Mario baru saja mengatakan jika dia tidak mau jauh dari Dea. Bara cukup senang dengan itu dan dia yakin jika Dea bisa mendampingi Mario di masa yang akan datang.

Akhirnya mereka sampai juga di rumah Bara. Setelah turun dan memasuki rumah, Mario langsung memanggil Dea.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketokan pintu di kamar Mario. Setengah berteriak, Mario berucap

"Masuk.. Pintu gak dikunci" Mario saat ini tengah berganti baju, sehingga penampilan Mario saat ini shirtless, tanpa mengenakan baju dan menampakkan tubuh bidangnya.

"Tuan, memanggil saya?" Tanya Dea saat membuka pintu. Dia tercekat saat melihat Mario dengan penampilan seperti itu.

"Mulai sekarang, kamu adalah asisten pribadi saya. Tugas kamu menyiapkan semua yang saya butuhkan di rumah ini atau dimanapun saya mau. Mengerti?" Mario masih dengan mode dingin dan dominannya. Dea masih saja gemetar melihat Mario seperti sekarang ini. Melihat Mario yang shirtless, jujur saja sebagai wanita normal dia sangat mengagumi tubuh Mario.

"Baa....iiikkkk tuan" Susah payah Dea menjawab perintah dari Mario. Mario menangkap kegugupan dari Dea, menaikkan sebelah alisnya. Sesaat kemudian dia sadar jika penampilannya sudah membuat Dea gugup dengan wajah yang merah merona. Senyum jahil muncul di bibir Mario. Didekatinya Dea yang berusaha menjauh, namun, justru sekarang posisinya terpojok di tembok dan menyebabkan dia tidak bisa menghindar lagi. Mario lalu memepetkan tubuhnya pada Dea. Posisi ini semakin membuat Dea bertambah sesak. Aroma maskulin tubuh Mario tercium dan terekam dalam memorinya.

"Ingat Ningsih.. Semua kebutuhan saya... SEMUA" Mario mengucapkan itu dengan nada rendah dan berat sambil tangan kanannya menahan kepala Dea dan tangan kirinya menyentuh pipi Dea dan bergerak perlahan.

"Taa...ppiii.. Tuu..aann..."

"Tidak ada bantahan Ningsih, atau kamu akan kembali ke jalanan? Gimana kamu mau kembali ke jalanan dan pingsan seperti kemarin itu?" Jika tadi Mario hanya mengungkung Dea, sekarang dia lebih berani lagi. Hidungnya mengendus leher jenjang dari Dea. Menghirup dalam aroma tubuh Dea. Dea semakin gelagapan mendapat serangan tidak terduga dari Mario.

"Iii.. yyyaaa tuuaann.. Sa..saya berseediiaa" Ucap Dea dengan mata terpejam. Mario tersenyum mendengar itu. Dia lalu melonggarkan kungkungannya dan kesempatan itu dimanfaatkan Dea untuk membebaskan dirinya. Sebelum Dea keluar dari kamar Mario, lagi-lagi Mario menahan dengan mencengkeram lengan Dea.

"Tugas pertama kamu, siapin makan siang buat saya bawa ke kantor" Kembali suara berat dan rendah yang dominan keluar dari mulut mario.

"Baaiikk.. Ssaa..yaa siii... apppkaan" Walaupun sudah tidak saling berhadapan, namun tetap saja aura mencekam masih mendominasi Dea saat ini. Sesudah itu, Mario membiarkan Dea keluar dari kamarnya.

"Daddy benar. Gue tahu siapa yang bakalan jadi nyonya Mario dan gue gak mau yang lain..." Mario berguman lirih. Pikirannya lalu menerawang mengingat apa yang baru saja dia lakukan

"Oh Shit!!!!" Mario memejamkan matanya dan bergegas dia ke kamar mandi. Menuntaskan sesuatu yang dengan konyolnya dia mulai sendiri.

***

Secara legal, ketika Dewa Bramantyo menandatangi perjanjian debt to equity swap yang diajukan oleh Nusa Raya Group, maka secara otomatis kepemilikan atas Penta Agri akan berpindah ke Nusa Raya Group. Kondisi itu yang terjadi sekarang. Penta Agri berpindah kepemilikan ke Nusa Raya Group. Mario menepati janjinya, bahwa dia tidak akan mencampuri Dewa dalam melakukan pengelolaan perusahaan perkebunan teh itu. Mario juga tidak merubah nama perusahaan tersebut, sehingga orang tidak tahu bahwa ada Nusa Raya Group di belakang Penta Agri. Mario hanya bertindak sebagai supervisi dengan melakukan controling sekali waktu saja dan memberikan advis pengelolaan jika memang diperlukan. Selain itu, Mario juga menepati janjinya untuk menjaga keamanan dari perusahaan dan juga keamanan dari keluarga Dewa. Beberapa bodyguard dan orang terlatih darinya sudah ada di sekitar perusahaan dan keluarga Dewa. Mereka berbaur seperti layaknya karyawan atau penduduk biasa, sehingga tidak ada yang menyangka akan keberadaan mereka.

BRAK!!...

Tiba-tiba pintu ruang kerja Dewa dibuka dengan kasar. Beberapa karyawan di sana langsung ketakutan melihat Refan datang dengan amarahnya. Tentu saja dia marah saat mengetahui jika rencananya gagal.

"Dewa! Beraninya kamu melawanku!" Refan langsung dengan amarahnya menyerang Dewa yang saat itu sedang menyelesaikan pekerjaanya. Dia tampak tenang menghadapi mantan sahabatnya itu.

"Kenapa memang? Kenapa kamu segitu marahnya?" Dewa berkata tenang bahkan dengan senyum yang mengambang di bibirnya. Tidak ada ketakutan sama sekali seperti biasanya saat Refan datang padanya dan mengintimidasinya.

"Kau jual perusahaanmu! Padahal kau tahu jika Dea ada di tanganku. Apa kau mau anakmu cuman tinggal nama! Hah!" Selama ini Refan memanfaatkan berita kepergian Dea dan mengatakan bahwa Dea ada tangannya. Semuanya itu digunakan Refan untuk menekan Dewa. Awalnya Dewa memang percaya jika Dea ada di tangan Refan, tapi semenjak Mario datang dan mampu memberikan bukti bahwa Dea ada bersama dengan Mario, Dewa menjadi tenang.

"Yang pertama, aku gak pernah menjual perusahaanku. Ada investor yang tertarik dan syarat yang diajuin juga gak aneh-aneh. Investor itu juga setuju dengan syarat yang aku ajuin. Jadi ya why not?" Jawaban dari Dewa terhenti sejenak saat ponselnya menunjukkan notifikasi pesan masuk. Ternyata Mario mengirimkan beberapa video tentang Dea, tentang bagaimana Dea saat itu sedang memasak makanan, juga merawat tanaman bunga di halaman depan rumah. Dewa tersenyum senang. Mario benar-benar memenuhi keinginan Dewa dengan mengirimkan foto atau video kegiatan sehari-hari Dea. Dia merasa tenang, jika Dea sekarang berada di tempat yang aman.

"Trus soal Dea, aku tahu, Dea tidak ada sama kamu. Bahkan aku berani taruhan, kalau kamu juga sebenarnya gak pernah tahu dimana Dea selama ini. Gertakanmu selama ini cuman omong kosong doang kan?"

Skak Mat!!

Refan terdiam. Penjelasan dari Dewa membungkam mulutnya. Gagal total semua rencananya. Emosinya meledak. Dia berdiri dan menerjang Dewa, namun belum sampai pada Dewa, tiba-tiba tangannya dicekal oleh seseorang. Dewa sendiri tidak tahu jika selain dia dan Refan, sekarang ada tiga orang lain di ruang itu. Orang yang tadi mencekal tangan Refan lalu menyeretnya keluar walaupun Refan berusaha melawan dan segala sumpah serapah keluar dari mulutnya, namun tetap saja dia kalah dibandingkan dengan orang tersebut. Sementara dua orang lainnya menghampiri Dewa. Wajah sangar mereka langsung berubah ramah ketika berhadapan dengan Dewa.

"Kami ditugaskan oleh Pak Mario untuk menjaga bapak, keluarga bapak dan perusahaan ini. Bapak tenang saja. Kami akan berusaha semaksimal kami" Ujar orang tersebut sopan kepada Dewa.

Dewa tersenyum. Dia tidak menyangka bahwa Mario akan bertindak sampai sejauh ini. Dia benar-benar menepati apa yang diucapkannya waktu itu. Jauh di sisi hatinya, Dewa yakin jika sekarang Dea juga baik-baik saja.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang