Weekend telah berakhir dan kini Mario kembali harus beraktivitas dengan normal. Seperti biasanya, sudah menjadi tugas Dea untuk membangunkan majikannya itu. Tidak perlu mengetuk pintu karena jam sepagi ini, bisa dipastikan bahwa Mario masih bergelung di bawah selimutnya. Mario sendiri sudah memberi ijin, jika memang pintu tidak terkunci, maka Dea diperbolehkan untuk masuk ke kamarnya. Beberapa kali melihat Mario yang tidur dengan shirtless dan hanya mengenakan boxer tidak membuat Dea histeris seperti saat pertama kali dulu. Tapi tetap saja, sebagai wanita normal, dirinya akan merasakan getaran aneh di tubuhnya jika melihat Mario seperti itu.
Mario menggeliat pelan, mencoba mengumpulkan kesadarannya kembali. Dia menyadari ada orang lain di kamarnya. Perlahan matanya terbuka dan mendapati sosok Dea sedang mengambil guling yang terjatuh dan meletakkannya kembali di tempat tidur. Lalu seperti biasanya, Dea mematikan AC di kamar Mario dan membuka tirai dan jendela. Membiarkan sinar matahari masuk dan membiarkan adanya pergantian udara di kamar Mario.
"Kamu itu kebiasaan banget sih De, bangunin orang gak usah pagi-pagi knapa?" Mario yang masih setengah sadar menyebut Dea dengan nama aslinya. Bahkan selesai mengatakan itu, Mario kembali terpejam. Menandakan bahwa dia memang masih mengantuk pagi hari ini.
"De?...." Dea hanya menggumam ketika Mario memanggilnya dengan panggilan itu. Wajahnya menunjukkan tanda tanya dan juga sedikit kepanikan. Apakah sebenarnya Mario sudah mengetahui siapa dia sebenarnya hingga memanggilnya dengan "De". Mario yang mendengar gumam lirih dari Dea seketika tersadar kalau dia keceplosan. Buru-buru dia bangun dan bersandar di headboard tempat tidurnya.
"Gue mulai sekarang pengennya manggil lo dengan adek trus gue singkat dengan de... dan gue pengen lo manggil gue dengan abang. Gimana de?" Otak Mario dipaksa harus segera mencari alasan supaya Dea tidak berfikir jika dia mengetahui yang sebenarnya tentang identitas Dea. Akhirnya ketemulah alasan konyol dari Mario untuk menutupi mulutnya yang sudah keceplosan itu.
"Tapi tuan,...."
"Abang, De.. Abang Mario. Biasain mulai sakarang manggil dengan abang" Mario langsung memotong ucapan Dea. Di sisi lain, Dea merasa lega. Dia merasa jika Mario masih belum tahu tentang identitas aslinya. Dea akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah dan menuruti kemauan dari Mario.
Selesai mengamati Dea dengan segala aktivitas pagi di kamarnya, Mario lalu bergegas ke mandi. Melihat Mario mandi, Dea lantas segera menyiapkan baju untuk dikenakan Mario hari ini. Setelah merapikan tempat tidur dan memastikan semua keperluan dari Mario sudah dia lakukan, Dea lantas keluar dari kamar Mario. Dia lalu bergegas menyiapkan bekal makan siang untuk Mario.
Senyum cerah pagi ini menghiasi wajah tampan Mario. Bahkan, sambil menurun tangga dia menyanyikan lagu sambil bergumam. Bara dan Lina sempat bingung dan saling pandang melihat kelakuan dari Mario. Selama hidup bersama dengan Bara, hampir tidak pernah, Mario bertingkah seperti itu.
"Kamu mau daftar audisi nyayi kayak yang di tivi-tivi gitu?" Bara bertanya iseng pada Mario
"Iyok lagi senenglah Dad... " Mario menjawab dengan ringan. Sangat ringan, sehingga terdengar bukan seperti seorang Mario Rachmadi yang menjawabnya.
"Seneng ngapain sampai nyanyi-nyanyi gitu. Seumur kamu jadi anaknya daddy, baru kali ini daddy lihat kamu sesenang ini?"
"Sabtu kemaren, Iyok udah nyatain perasaan Iyok ke Dea" Mario menerawang membayangkan kembali pernyataan perasaannya yang sama sekali tidak romantis itu.
"Trus? Ditolak?" Pertanyaan singkat dan bernada ejekan dari Bara membuat Mario langsung menoleh dan langsung mendengus. Kesal juga jika punya orang tua seperti ini.
"Dad.... " Wajah mario memelas
"Jawab aja pertanyaan daddy. Jadi, kamu ditolak kan?"
"Masih butuh waktu. Tapi Iyok yakin kok bakalan terima jawaban iya. Udah ah, mau ngantor dulu. Ngobrol sama daddy malah abisin waktu" Mario lalu beranjak dari kursi di ruang makan, dan bersiap pergi ke kantor.
"Deee...." Panggil Mario ke Dea, yang diikuti oleh Dea yang membawa kotak bekal makan siang untuk Mario. Melihat itu, Mario lalu mengambil kotak bekal makananya lalu tanganya merogoh sesuatu di kantong celananya. Dasi. Dia mengeluarkan dasi dan menyerahkannya ke Dea. Dea menerima dengan kebingungan karena tidak tahu apa yang dimaksud oleh Mario
"Pasangin ya de.. " Mario lalu menundukkan dirinya agar sejajar dengan Dea, karena memang dia lebih tinggi dibandingkan dengan Dea.
"Tapi, saya belum bisa tuan" Mendengar kata "tuan" terucap dari bibir Dea, Mario langsung menatap tajam ke Dea. Menyadari kesalahannya, dea lantas buru-buru meralatnya
"Adek belum bisa bang.." Dea mengatakannya dengan tertunduk malu dan dengan semburat merah di wajahnya. Mario tersenyum melihat Dea seperti itu. Menggemaskan. Itu yang ada di pikiran Mario saat ini. Mario lalu mengambil kembali dasinya dan menyampirkan dengan asal di lehernya.
"Ya udah, nanti minta diajarin sama mommy. Besok udah harus bisa. Mulai sekarang tugas kamu nambah lagi, pasangin dasi buat abang" Mario berkata dengan lembut. Dea hanya mengangguk menanggapi perkataan Mario tersebut.
"Sini bentar de.." Mario memberi perintah agar Dea bisa mendekat padanya. Lagi, Dea seperti tersihir dan mengikuti perintah Mario untuk mendekat ke arahnya. Saat Dea sudah berada di area rengkuhannya, Mario lantas menarik dan menahan tengkuk Dea dan mengarahkan wajah Dea ke arahnya.
CUP...
Mario mencium kening Dea dengan tangannya menahan tengkuk Dea. Tidak telalu lama, tapi juga tidak singkat juga Mario mencium kening Dea. Sementara, Dea hanya bisa terkejut dan berusaha menormalkan jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Matanya tertutup rapat sejak Mario menarik dan menahan tengkuknya.
"Abang kerja dulu. Baik-baik di rumah ya de..." Ucap Mario sambil tangannya tetap memegang tengkuk Dea dan Dea pun mengangguk. Persis seorang suami yang pamit akan pergi ke kantor pada istrinya.
Bara dan Lina langsung membungkam mulut mereka sendiri melihat suguhan drama live di depan mereka. Jika saja Mario dan Dea adalah sepasang suami istri, mereka tentu akan senang melihat kemesraan yang ada di depan mata itu. Tapi ini, bahkan pacar saja bukan.
"Ekhem..." Deheman keras dari Bara menyudahi pandangan hangat Mario pada Dea.
"Daddy kalo pengen, kan ada mommy tuh." Mario kesal, momen romantisnya terganggu oleh Bara.
"Udah, cepet ke kantor. Kamu itu pimpinan. Ngasih contoh yang baik buat anak buah kamu!" Bara sebenarnya hanya berusaha untuk membuat Mario segera kembali ke dunia nyata. Dia sangat takut jika Mario meneruskan aksinya, maka peristiwa kelamnya dulu akan terulang kembali. Dia tidak mau Mario melakukan kesalahan seperti dirinya dulu.
"Iya.. Iya... Dad.. Gak seneng banget dah liat anaknya seneng dikit aja" Mario memanyunkan bibirnya dan menggerutu kesal. Dia lalu masuk ke mobil dan diikuti oleh Bara. Sebelum mobil melaju, bahkan Mario masih sempat membuka jendela mobilnya dan memberikan senyum manis dan lambaian tangannya pada Dea. Beberapa saat kemudian, mobil itu melesat menuju Nusa Raya Tower.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva