"Wleee.... Wleee... Bbbrrrrppp.... Bbbbbrrppp.... Wleeee" Mario menampilkan wajah konyolnya plus sesekali menjulurkan lidahnya seakan mencoba mengajak bercanda Ronald yang masih tertidur di box bayi dorong. Dia tidak perduli dengan semua status yang dia miliki. Seorang CEO, pemimpin perusahaan besar, pewaris Nusa Raya Group dan sederet lain yang melekat padanya. Dia tidak peduli. Mario dan Dea sekarang bersama berada di taman rumah sakit. Mereka sedang menjemur bayi Ronald. Tidak sendirian saja mereka ada si sana, tetapi bersama dengan beberapa pasangan muda lain yang juga bertujuan sama.
"Kuchi... Kuchi.. Kuchi.. Kok tidur mulu sih.. Bangun dong.. Maen bola yuk!!" Kalau tadi Mario hanya menunjukkan wajah konyolnya kini Mario malah menoel-noel pipi Ronald. Sementara, Ronald masih tetap saja tertidur dengan nyenyak. Sesekali Ronald menggeliat, namun tetap dengan memejamkan matanya. Seakan-akan tidak terganggu sama sekali oleh tingkah konyol sang kakak.
"Bang, ntar kalau Ronald trus bangun nangis bingung lho" Dea mencoba memperingatkan Mario namun masih dengan halus dan lembut.
"Habisnya abang kesel. Tidur mulu nih Onal-nya. Kan mau abang ajak maen bola. Udah pengen banget maen barengan" Ujar Mario tanpa rasa bersalah. Wajahnya dibuat seolah-olah dia sedang merasa kesal.
"Ya ampun bang. Baru kemaren juga Ronald lahir. Ntar tungguin bisa jalan dulu baru dah kalau mau main bola" Dea sejujurnya ingin tertawa hanya dia tahan itu semua. Dea sangat paham bagaimana Mario yang sangat menginginkan seorang adik sejak dulu dan baru kesampaian sekarang. Semenjak kemarin, Mario terus saja berucap kalau dia ingin main bola bersama adiknya itu.
"Ya kelamaan De.. Abang pengennya kan sekarang. Udah lama kan abang nungguin Onal nongol. Eh, sekarang tidur terus" Tanpa Mario dan Dea sadari, interaksi mereka bertiga menjadi perhatian beberapa pasangan suami istri di sana. Mereka tersenyum melihat Mario yang dengan segala perilaku konyolnya dan Dea yang terlihat kalem dan selalu sabar. Perpaduan yang pas. Begitu yang ada di pikiran orang-orang yang melihat bagaimana interaksi antara Mario dengan Dea.
"Mbak, anak pertama ya? Suaminya sayang banget ya sama anaknya. Mbaknya beruntung banget punya suami yang sayang banget sama mbak dan anaknya" Sapa seorang ibu-ibu yang sekarang duduk di samping Dea. Mendapati pertanyaan itu Dea bingung harus menjawab bagaimana. Belum sempat Dea mencoba menjawab dan menyanggah perkataan itu, seorang lelaki yang sepertinya suami ibu-ibu tadi berkomentar
"Kayaknya dulu selama hamil, mbaknya kesel banget ya sama suaminya. Tuh liat jadinya mirip banget wajahnya. Anaknya mbak tuh kayak fotokopiannya bapaknya. Tapi gak apa-apa lah mbak, wong bapaknya juga ganteng gitu. Bener kata istri saya, mbaknya beruntung dapat suami yang sayang banget sama mbak dan anaknya" Dea hanya memilih tersenyum menanggapi komentar lelaki tersebut. Mau menyanggah atau berkomentar, dia berpikir tidak penting juga. Toh juga dia tidak mengenal orang itu. Mario bukannya tidak mendengar itu semua. Awalnya dia tidak perduli dengan semuanya itu, tapi saat melihat Dea tidak nyaman dengan obrolan dari beberapa pasangan suami yang selalu menjadikan mereka sebagai topik pembicaraan, Mario lalu beranjak dan mendorong pelan baby box Ronald.
"Udah siang De, kita balik yuk ke kamar. Kasihan ntar Onal bisa kering kayak kanebo kurang air" Mario menghampiri tempat dimana Dea duduk. Satu tangannya mendorong baby box Ronald, sementara tangan yang lain dia ulurkan ke arah Dea.
"Abang belum makan dari tadi lho. Nanti kambuh asam lambungnya. Abis naruh Ronald, abang sarapan dulu ya" Mario tersenyum mendapat perhatian. Dia menarik Dea dan merengkuhnya dalam pelukannya dan kemudian berjalan pelan menuju ke ruang rawat inap. Kembali, interaksi dari ketiganya menarik perhatian semua orang yang ada di sana.
Saat Mario dan Dea masuk ke ruang rawat inap, ternyata selain ada Brian dan Mentari yang belum pulang, disana ada juga Feinya dan Tian juga ada Reynald dan Feli. Mereka semua berkumpul menjenguk Lina. Setelah menempatkan bayi Ronald di baby box, Mario masih belum bosan untuk mengajaknya berceloteh, padahal Ronald masih juga tidur. Sementara Dea, segera menyiapkan sarapan pagi untuk Mario. Jam sudah menunjukkan jam delapan lebih dan Mario masih belum makan, malah sekarang kembali bermain-main dengan Ronald.
"Bang, makan dulu. Lagian Ronald juga masih tidur. Gak bisa diajak main juga kan" ujar Dea sambil menyodorkan piring yang berisi nasi dan beberapa lauk.
"Iyok belum makan? Dari pagi?" Brian keheranan. Mario tipe orang yang hidupnya teratur, jadi sangat aneh jika sudah jam delapan lebih tapi belum makan pagi
"Belum. Tadi pagi-pagi langsung berangkat ke sini. Katanya pengen cepet-cepet main sama Ronald." Sahut Dea kemudian
"Iyok, makan dulu sana. Ntar kamu sakit lagi. Daddy udah sibuk sama mommy kamu juga harus jagain adek kamu juga. Kalau kamu sakit juga gara-gara telat makan susah ntar jadinya" Bara berucap kemudian.
"Bentaran dad...." Lagi-lagi Mario mengacuhkan saran dari sekitarnya. Sekarang, jika sudah ada di dekat Ronald, dia bisa lupa akan semuanya. Tetap saja pandangannya tidak lepas dari Ronald. Seolah terpaku di sana.
"Dea suapin ya bang?" Lagi, Dea langsung memotong perkataan Mario. Mendengar itu, Mario langsung mendongak dan dengan senyum seribu watt ditambah dengan wajah yang sumringah, dia lalu berkata
"MAU... Banget...."
Kini, akhirnya Dea memilih duduk di samping Mario, lalu menyuapi Mario dengan bekal yang tadi sudah disiapkan. Mario tentu saja tidak akan menolak kesempatan ini. Sangat jarang dan langka dari sisi Mario.
Semua pasang mata yang ada di ruangan itu memandang bagaimana dengan telaten Dea menyuapi Mario. Bahkan terkadang Dea juga harus mengelap bibir Mario yang belepotan karena masih saja ingin bermain dengan Ronald. Semua tentu setuju jika drama yang ditampilkan Mario dan Dea menegaskan bagaimana perasaan mereka masing-masing. Reynald dan Feli yang memang masih belum mengetahui apa-apa tentang keduanya, hanya bisa mengerutkan keningnya. Terlebih Feinya. Dia cukup mengenal bagaimana dan siapa itu Mario. Bagaimana pribadi yang tegas dan terkesan dingin serta kaku.
"Ntar, kalau udah gak ada orangnya, Tian coba jelasin semua yang Tian tahu deh. Dari awal Tian udah feeling sih sama mereka. Tanya aja sama Fei dan ayah Brian." Tian berkata namun dengan volume yang tidak terlalu kencang supaya tidak terdengar oleh Mario. Mereka memang terpisahkan jarak yang relatif agak jauh. Mario ada di samping baby box Ronald dan di samping brankar Lina, sementara yang lain berada di sofa, di ruang tunggu.
"Iya, waktu kak Tian nunjukin foto itu kan trus Fei panggil ayah. Bener. Waktu itu emang kak Tian bilangnya kalau bang Iyok awalnya penasaran trus malah jadi ngejar-ngejar" Feinya berusaha mengingat apa yang pernah Tian ucapkan saat Mario pertama kali bertemu dengannya untuk meminta bantuan soal melacak identitas Dea.
Feli dan Reynald hanya manggut-manggut saja mendengar itu semuanya. Mereka juga ikut senang, saat Mario bisa menemukan seorang pendamping yang bisa memahami karakter keras dari Mario.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva