Hari ini dengan sangat terpaksa Bara masuk ke kantor. Mario bersikeras ikut mengantarkan Dea ke Bandung bersama dengan Dewa, Anissa dan Devon. Untuk kali ini, Mario tidak mau mengalah sedikitpun. Akhirnya, Bara harus masuk ke kantor, karena jika tidak maka operasional perusahaan bisa kacau.
"Seminggu lagi kami mungkin akan pindahan rumah, saya mengundang bapak dan keluarga untuk datang syukuran kecil-kecilan di rumah kami" Brian mengundang Dewa, Anissa dan juga Devon. Rumah baru mereka memang sudah siap untuk ditempati dan sesuai rencana, minggu depan adalah syukuran sekaligus pemberkatan rumah baru Brian.
"Kami usahakan ya pak. Semoga saja bisa kami datang. Jika ada waktu luang, saya juga mengundang bapak ibu semuanya untuk main ke Bandung." Jawab Dewa diplomatis.
"Nanti Iyok jemput aja waktu pindahan dan pemberkatan rumah ayah bunda. Ya udah pah, mah, kita berangkat aja yuk. Ntar keburu kesiangan. Kita mampir dulu ke rumah buat ganti mobil yang agak gedean." Mario saat ini memang membawa mobil sedan, tentu tidak akan cukup menampung lebih dari lima orang beserta dengan bawaannya.
"Kita naik pesawat aja gimana pah? Ini Devon cek ada kok flight Jakarta ke Bandung lewat bandara Halim. Agak sorean nanti flight-nya. Takutnya ntar ngerepotin abang. Abang kan masih harus ngantor." belum sempat Dewa mananggapi perkataan dari Devon, Mario langsung menyela
"Gak kok. Abang gak keberatan sama sekali. Seneng malah bisa ke Bandung. Udah lama juga gak ke Bandung. Tapi kayaknya sekarang mulai sering ke Bandung" Mario sejujurnya mengomel dalam hatinya. Bisa-bisanya Devon memberi alternatif perjalanan ke Bandung dengan menggunakan pesawat. Tujuan utama Mario adalah ingin lebih berlama-lama dengan Dea dan ingin lebih mendekatkan diri pada keluarga Dewa, dan itu bisa hilang jika Dewa menyetujui usulan dari Devon.
"Kak Devon benar. Nanti merepotkan abang kalau abang nganterin sampai ke Bandung. Kami biar naik kereta atau pesawat aja. Kayaknya masih keburu ya kak buat pesan tiketnya." Dea kini bersuara dan menyetujui apa yang dikatakan oleh Devon.
"Gak kok. Gak ngerepotin sama sekali. Abang malah seneng bisa nganter sampe Bandung. Sekalian juga biar tahu juga rumahnya, jadi ntar kalau abang mau ngelamar resminya kan gak akan susah nyarinya" Ucapan Mario membuat Dea menunduk. Tentu saja dia malu saat Mario mengatakan akan melamarnya secara resmi. Perkataan Mario benar, dia memang ingin mengetahui dimana tempat tinggal Dea di Bandung. Tapi selain itu dia juga ingin melihat bagaimana orang-orangnya bekerja selama ini.
"Udah, kalau Iyok maunya gitu turutin aja De. Ntar bisa ancur semua rumah ini gara-gara dia ngamuk kamu tolak. Kamu itu kok kayak gak kenal gimana Mario." Bara kali ini menyahut setelah jengah dengan perdebatan tidak penting dan tidak berujung. Akhirnya kali ini Mario yang menang. Dia yang akan mengantarkan keluarga Dewa ke Bandung. Sadar jika dirinya kali ini yang menang, senyum langsung tidak pernah lepas dari bibir Mario. Dia tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini.
Jadilah sekarang kini Mario mengantar keluarga Dewa. Mobil jenis Hi-Luxury MPV itu kini diisi oleh enam orang. Di depan ada Devon dengan sopir, di tengah ada Dewa dan Anissa sedangkan Mario dan Dea memilih duduk di kursi paling belakang. Sepanjang perjalanan selama lima jam itu tidak terlalu terasa mengingat mereka bercanda dengan santai. Baik Dewa maupun Mario saling memanfaatkan keadaan ini untuk saling mengenal satu sama lain.
"Mari masuk nak. Istirahat dulu. Sekalian kita makan siang." Mereka memang sampai di rumah Dewa saat waktu jam makan siang. Mario memandangi rumah kediaman keluarga Dewa. Terletaknya bukan di pusat kota Bandung memang, namun justru hal itu yang membuat rumah keluarga Dewa sangat nyaman untuk ditinggali. Tidak terlalu bising dengan kendaraan, dan udarapun masih segar.
"Enak ya pa di sini. Udaranya enak. Seger. Bikin betah tinggal di sini." Mario berucap sambil tetap memandang dengan mata berbinar. Mario memang sangat menyukai laut, namun udara dan suasana pegunungan khas Bandung yang sejuk ternyata juga menarik baginya.
"Kalau dibanding Jakarta ya memang enak di sini udaranya. Coba kapan-kapan biar diajak Devon ke perkebunan. Udaranya segar di sana." Sahut Dewa kemudian.
"Gampang pa. Kan emang habis ini Iyok sering ke sini. Hehehe..." Ujarnya sambil melirik Dea.
Setelah menikmati makan siang, Anissa dan Dea beranjak menuju dapur dan membersihkan piring-piring kotor, Dewa kemudian manarik Mario ke tempat lain. Mario paham, mungkin Dewa ingin berbincang sesuatu yang lebih privat dengannya.
"Papa sekali lagi ingin bilang terima kasih. Terutama karena telah menjaga Dea" Dewa membuka pembicaraan saat hanya ada mereka berdua saja.
"Gak perlu terima kasih pah. Dea sudah menerima Iyok dengan sukarela tanpa paksaan juga, jadi udah jadi kewajibannya Iyok untuk menjaganya. Sekarang, Dea dan juga keluarga di sini udah jadi keluarganya Iyok juga" Jawab Mario lugas.
"dan satu lagi, papa juga mau bilang terima kasih, kamu sudah melakukan apa yang kamu janjikan waktu itu" Tepat saat itu, Dea muncul dengan wajah bingung. Sekilas dia mendengar apa yang Dewa dan Mario perbincangkan. Dewa tampaknya lupa bahwa pintu masih sedikit terbuka dan tidak terkunci.
"Janji? Janji apaan? Emang ada janji apa abang ke papa?" Tanya Dea. Tentu saja Mario dan Dewa terkejut dengan kedatangan tiba-tiba dari Dea.
"Abang janji kalau bakalan sering buat datang ke sini. Biar gak kangen sama abang juga" Jawab Mario. Untunglah dia bisa segera menguasai keadaan dan tidak membuat Dea bertanya lebih banyak lagi.
"Ooh.. Tapi kalau abang sibuk nanti kasihan kalau sering-sering ke sini. Ntar abang bakal capek"
"Gak lah.. Abang kan kuat.. Heheheh. Yang abang gak kuat itu rindu abang ke kamu, De.."
"Abang sejak kapan jadi gombal receh gitu? Gak cocok ah sama muka abang yang sangar gitu"
"Gak ah, abang gak sangar. Abang itu ganteng. Limited edition" Sifat narsis Mario tiba-tiba saja keluar. Dewa hanya bisa terkekeh ringan melihat Mario. Sungguh, dia tidak menyangka jika Mario bisa mempunyai sifat yang sangat bertolak belakang dari image-nya selama ini.
Setelah beristirahat sejenak dan menyantap makan siang di kediaman keluarga Dewa, Mariopun akhirnya pamit undur diri. Agak berat, namun Mario tetap harus kembali ke Jakarta. Mulai sekarang, mau tidak mau Mario harus menjalani hubungan LDR dengan Dea.
***
Kembalinya Dea ke Bandung juga diketahui oleh Refan dan Leo. Mereka juga mengetahui bahwa Mario juga turut mengantar Dea kembali ke Bandung. Refan sebenarnya sudah tidak ambil pusing dengan Dewa dan segala sesuatu yang menyangkut dengannya. Dia sadar sepenuhnya, Dewa sekarang sudah mempunyai back up Nusa Raya Group dan bukan itu bukan lawannya. Tapi, lain halnya dengan Leo. Obeseinya pada Dea tidak memudar sedikitpun. Dia masih berambisi untuk bisa memiliki Dea. Berulang kali Refan sudah memperingatkan Leo, namun itu semua tidak membuat Leo mengurungkan niatnya. Kembalinya Dea ke Bandung, sedikit membuat hatinya senang. Beragam rencana sudah ada di kepalanya untuk bisa membuat Dea menjadi miliknya. Leo sudah benar-benar buta akan obsesinya tersebut. Dia tahu siapa yang dihadapinya, namun akal sehatnya sudah hilang hingga dia merencanakan sesuatu yang sangat nekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RastgeleBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva