Part 11

509 26 4
                                    

Tidak seperti biasanya, sesudah dari kantor, Bara dan Mario pulang dengan mobil yang sama. Biasanya mereka akan berangkat dan pulang dari kantor dengan mobil mereka sendiri-sendiri. Bara memang meminta Mario untuk pulang bersamanya petang hari itu. Ada beberapa hal yang ingin Bara perbincangkan dengan anaknya itu.

Arah mobil yang saat itu dikemudikan langsung oleh Bara tampaknya tidak mengarah ke rumah mereka. Mario mengernyitkan keningnya ketika menyadari arah jalan yang diambil oleh Bara bukanlah arah jalan pulang ke rumahnya, melainkan ke arah rumah Brian.

"Daddy udah hubungi mommy kamu sama ayah bunda kamu juga. Kita sekarang ke rumah ayah bunda kamu. Di sana ada juga mommy kamu. Udah nunggu. Kita pengen denger langsung soal kamu dan Dea. Kami takut kamu salah ambil langkah soal ini" Bara sepertinya bisa membaca kebingungan di raut muka Mario. Mendengar itu, Mario hanya mendesah pelan. Sebenarnya dia tahu pasti kalau memang langkah yang dia ambil tidak bisa dibenarkan juga. Bagaimanapun, memanfaatkan kesulitan seseorang untuk tujuan pribadinya adalah hal yang salah. Sekarang dia harus menemukan bagaimana caranya untuk meyakinkan kedua keluarganya untuk memahami langkah yang dia ambil.

Segera sesudah mereka sampai pada rumah kediaman Brian, Bara masuk diikuti oleh Mario di belakangnya. Di dalam, ternyata sudah berkumpul Brian, Mentari dan Lina. Mereka tengah duduk santai berbincang ringan.

"Malam semuanya..." Sapa hangat Bara.

"Nah, udah datang tuh yang ditunggu dari tadi. Kita makan aja dulu ya. Baru nanti ngobrolnya dilanjut." Ujar Mentari menyambut dua lelaki yang baru pulang dari kantor.

"Iyok mandi aja dulu bunda. Badan udah lengket juga." Jawab Mario

"Kamu jangan ngumpet. Daddy tahu kamu sengaja ngulur waktu kan?" Bara memandang Mario dengan tajam seolah tahu apa yang akan dipikirkan oleh Mario

"Bentaran doang dad. Beneran nih udah lengket. Tuh, coba deh cium aja" Mario dengan santainya mengangkat tangannya dan mengendus-endus ketiaknya.

"ya udah sana, kamu mandi dulu. Bersih-bersih dulu. Santai aja, daddy sama mommy kamu nginep di sini kok." Kali ini Brian yang bersuara. Mario hanya tersenyum ringan mendengar jika Bara dan Lina malam ini menginap di rumah Brian.

"Daddy yakin, kalau obrolan kita gak mungkin sebentar, makanya tadi daddy udah bilang ke ayahmu buat nginep di sini. Dibolehin kok sama ayah dan bunda kamu" Mario yang mendengar penjelasan Bara kembali hanya bisa tersenyum. Kenapa juga sekarang kedua keluarganya menjadi sangat kompak?

Selesai mereka semua makan malam, sekarang mereka berkumpul di beranda belakang rumah. Semua santai berkumpul.

"Iyok, tadi daddy kamu udah cerita, Cuma lebih baik kalau kamu sendiri yang cerita ke kami semuanya." Brian membuka obrolan mereka malam itu

"Ceritakan saja semuanya, biar gak ada yang mengganjal." Mentari menambahi perkataan Brian.

Mario menghela napas dalam. Dia tahu, satu saat dia harus menjelaskan semuanya kepada keluarganya, namun dia hanya tidak menyangka bahwa dia harus menjelaskannya bahkan saat dia belum melakukan apapun atas tindakannya itu. Pandangan mata Mario menyapu pada kedua keluarga yang saat ini ada di area pandangnya. Setelah mencoba menetralkan degub jantungnya Mario akhirnya menjelaskan semuanya. Tentang kecurigaannya pada sosok Ningsih yang belakangan dia tahu bahwa nama aslinya adalah Dea Rossa, lalu tentang keputusan-keputusannya yang masih berkaitan dengan Dea.

"Soal kamu take over perusahaan keluarga Dea, bunda gak paham. Biar nanti daddy kamu yang ngurus. Yang bunda khawatirkan dari tindakanmu adalah dirimu sendiri. Bunda takut kalau semua itu akan kembali ke kamu. Secara tidak langsung, kamu udah mainin Dea, Nak. Bunda gak masalah kalau kamu memang berjodoh dengan Dea. Dari cerita mommy kamu, bunda tahu kalau dia gadis yang baik. Hanya cara kamu saja yang mungkin kurang tepat. Bagaimanapun setiap hubungan harus dimulai dengan kejujuran dari keduanya kan?" Mentari memberikan pendapatnya setelah Mario menjelaskan semuanya.

"Jujur sih bun, kalau Iyok memang belum ada perasaan apapun sama Dea. Mangkanya mungkin setelah ini Iyok coba lebih dekat ke Dea. Soal apa yang Iyok lakuin, Iyok juga tahu kalau gak bisa dibenarkan juga. Gimanapun, seolah Iyok gak ngasih Dea pilihan selain terima Iyok. Tapi, Iyok beneran janji kalau Iyok akan kasih kebebasan milih. Seandainya emang Dea gak nyaman sama Iyok, gak apa-apa"

"Satu yang mengganjal buat ayah, apa kamu lakuin ini karena takut ancaman dari kami semua yang mau jodohin kamu? Trus kamu ambil jalan pintas gitu?" Analisa Brian memang langsung tepat sasaran membuat Mario sedikit kebingungan.

"Eee.. yaa... just let say, that's one of the reasons. Pleasee.. Kasih Iyok kesempatan untuk cari sendiri pendamping buat Iyok. Iyok tahu cara Iyok memulai memang gak bisa dibilang bener, tapi seperti yang Iyok tadi bilang. Iyok akan berusaha buat gak maksain kalau emang Dea-nya sendiri gak nyaman sama Iyok"

"Kita udah hidup bareng sedari kecil, dan daddy tahu banget gimana kamu. Satu yang pengen daddy tekankan, sadar apa enggak, kamu udah mulai tertarik sama Dea" Semua mata yang awalnya memandang pada Mario, kini berbalik melihat kepada Bara. Semua tentu terkejut atas perkataan Bara tadi. Sadar bahwa dia menjadi pusat perhatian sekarang, Bara lalu meneruskan ucapannya

"Sadar apa gak, kamu itu punya sifat protektif dan posesif sama orang yang dekat di hati kamu. Kamu pernah bilang ke daddy kalau kamu take over perusahaan ayahnya Dea karena kamu gak mau Dea jatuh ke Leo. Kalau kamu memang gak punya perasaan seperti yang kamu bilang ke bunda kamu, kamu gak mungkin ambil langkah sejauh itu" Bara menjeda sejenak penjelasannya. Semua masih diam, mencoba untuk mengerti alur pemikiran dari Bara.

"Kalau kamu beneran gak ada perasaan, mau Dea nikahnya sama Leo atau sama siapapun kamu gak perlu ambil pusing kan?" Pertanyaan Bara membuat Mario terkunci. Dia tidak bisa menjawab. Bahkan dia sendiri baru tahu jika memang dia mulai memiliki sesuatu yang lebih untuk sosok gadis yang baru dikenalnya itu. Sejak kapan perasaan itu mulai muncul? Entahlah. Mungkin sejak dia rutin mengamatinya lewat rekaman cctv. Mungkin sejak dia minta bantuan ke Tian untuk mencari tahu soal Dea yang saat itu dia tahu namanya Ningsih. Atau mungkin sejak dia tahu bagaimana kisah Dea yang sebenarnya. Tentang mengapa gadis itu sampai lari dari rumahnya. Entah, sejak kapan. Mario termenung dengan itu semua. Dirinya sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana yang muncul di benaknya.

"Kamu diam, berarti apa yang tadi daddy omongin benar kan. Bunda kamu bener, daddy gak pernah masalahin kamu mau berjodoh dengan siapapun, tapi mungkin cara kamu yang sekarang ini yang daddy kurang setuju."

"Kasih Iyok kesempatan dan waktu. Apapun nanti kejadiannya, Iyok siap." Mario terlihat pasrah

"Mau denger gak saran dari ayah?" Mario hanya mengangguk menjawab pertanyaan Brian.

"Jangan pernah mengharapkan sesuatu yang baik jika itu dimulai dengan hal yang salah. Tahu kan maksud ayah." Mario hanya manggut-manggut mendengar saran yang sarat filosofis dari Brian.

"Kamu tahu kalau cara kamu deketin Dea udah salah sedari awal, segera perbaiki. Jangan biarkan itu terlalu lama dan menjadi terlambat"

Mario diam. Malam ini banyak hal yang dia dapat. Tentang kejujuran, tentang bagaimana memulai hubungan, tentang perasaannya dan yang paling penting adalah tentang penerimaan keluarganya pada sosok Dea, yang mungkin akan mewarnai kehidupannya.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang