Refan memasuki rumahnya. Didapatinya di sana Leo sedang duduk santai sambil bermain dengan ponsel miliknya. Tahu jika ayahnya datang, Leo lalu meletakkan ponselnya. Refan jengah melihat anaknya itu. Kadang juga dia bingung. Harus bagaimana menyikapi sikap anaknya itu.
"Udah bangun kamu? Hah?" Tanya Refan dengan sarkas. Dia masih kesal dengan kejadian di kantor Dewa tadi, dan sekarang dia bertambah kesal dengan anaknya yang seolah tidak berguna itu.
"Baru saja. Ayah memangnya dari mana?"
"Apa kamu tidak tahu kalau Penta Agri sudah dijual? Ada investor yang back up semua hutang Penta Agri yang kita pakai"
"Hah? Beneran?"
"Hah Heh Hah Heh... Kamu itu jadi anak gak guna sama sekali. Bisa kamu itu apa? Bisanya cuman nyusahin aja!!" Refan mendengus kasar melihat Leo Cuma bisa bengong seperti itu.
"Kenapa ayah gak bilang aja kalau Dea ada di kita? Biar Dewa gak macem-macem juga"
"Kamu pikir ayah gak lakuin itu? Hah? Bahkan Dewa sudah tahu kalau itu cuman gertakan kita doang. Udah gak mempan"
"Arrghh... Berarti Leo gak bisa nikah dong sama Dea? Leo gak terima! Pokoknya Dea harus jadi milik Leo! Gak mau tahu gimana caranya"
"Hati-hati kamu. Orang di belakang Dewa bukan orang sembarangan. Salah-salah kamu sendiri yang kena!" Refan berusaha memperingatkan Leo bahwa Dewa sekarang berada di posisi yang susah untuk dilawan. Dia juga tidak tahu siapa yang sudah mengambil alih Penta Agri dan mem-back up perusahaan kecil milik Dewa itu.
"Kamu pikir cuman kamu aja yang gagal? Ayah juga! Jadi jangan bertindak gegabah sekarang!" Refan dan Leo memang mempunyai tujuan berbeda saat mereka bersengkokol mengambil alih perusahaan milik Dewa. Refan ingin mengambil alih lahan perkebunan milik Dewa dan mengubahnya menjadi villa hunian, sementara Leo sudah terobsesi dengan Dea.
"Memang siapa yang beli perusahaan kecil yang secara keuangan udah masuk kategori bangkrut itu?"
"Ayah juga tidak tahu. Bank Surya juga tidak mau kasih tahu. Mereka hanya bilang kalau hutang Penta Agri sudah dilunasi oleh pemilik yang baru"
"Kalau Penta Agri sudah dibeli, kenapa masih ada Dewa di sana?"
"ITU JUGA AYAH GAK TAHU LEO!!" Bentak Refan. Dia merasa jengkel dengan anaknya itu. Sudah tidak membantu, malah membuat ulah terus.
"Arrgg.. Tahu gitu, udah aku perkosa duluan Dea. Udah aku buat dia bunting duluan!!" Leo menggeram kasar. Dia beranjak pergi dan masuk ke kamarnya. Sementara Refan hanya diam. Dia sendiri bingung karena dia sudah menjanjikan bahwa dia memiliki tanah untuk dibangun vila dan hunian, tapi kejadian ini membuat rencananya gagal total.
***
Sudah hampir sebulan ini Dea menjadi asisten pribadi bagi Mario. Dea berpikir bahwa akan sulit baginya untuk menjadi asisten bagi Mario, ternyata menjadi asisten bagi Mario tidak sesulit yang dibayangkan. Dia hanya harus beradaptasi dengan kebiasaan dan selera dari Mario. Sejak Mario "mengangkat" Dea menjadi asisten pribadinya, maka semua urusan yang berkaitan dengannya hanya boleh diurus oleh Mario. Maka, hanya Dea saja asisten rumah tangga yang boleh masuk ke kamarnya dan membersihkan serta merapikan kamarnya.
Pagi itu, seperti biasa Dea, masuk ke kamar Mario. Dilihatnya tuannya itu masih tertidur dengan pose tertelungkup dan seperti biasanya, shirtless. Mario memang mempunyai kebiasaan hanya tidur dengan mengenakan boxer saja. Dea mematung melihat pemandangan di depannya itu. Dilihatnya punggung Mario yang bidang. Matanya mengerucut saat melihat ada luka bekas sayatan di sana. Segera dia menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran yang kini bersarang di otaknya. Dia melangkah, mematikan AC kamar, membuka tirai jendela dan membiarkan sinar matahari masuk. Mario tentu saja terusik tidurnya dengan semua yang dilakukan oleh Dea. Setelah mengerjabkan mata dan membuka mata, Mario lalu membalikkan tubuhnya, melihat Dea dengan cekatan membereskan kamarnya pagi itu.
"Calon istri gue." Mario berucap dalam hati dengan yakinnya. Dia tersenyum sebentar lalu merubahnya menjadi mode dingin kembali
"Ini masih pagi, Ningsih.. Ngapain bangunin gue sepagi ini?" Mario berkata dengan suara serak khas orang bangun tidur. Sejujurnya dia senang sekali jika membuka mata dan sosok yang pertama dilihatnya adalah Dea.
"Maaf tuan, tapi ini sudah hampir jam tujuh pagi. Tuan Bara dan nyonya juga sudah di bawah. Sepertinya menunggu tuan" Mendengar bahwa dia sudah ditunggu oleh Bara dan Lina, Mario bergegas turun.
"ARRGGHHH..." Dea menjerit tertahan dengan tangan menutup wajahnya. Penampakan Mario yang shirtless dan hanya memakai boxer saja, ditambah dengan morning erection yang membuat boxernya menggembung membuatnya malu setengah mati.
"Lo ngapain teriak kayak gitu. Gue juga nggak ngapa-ngapain lo" Mario bingung mengapa tiba-tiba Dea berteriak sambil menutup mukanya
"iiitt...uuuu ttuuuuu...aaannnn...." Ujar Dea masih dengan mata tertutup dan tangannya menunjuk ke arah yang membuatnya tadi gagal fokus. Mario lalu mengernyitkan matanya dan mengikuti arah telunjuk dari Dea. Barulah sadar kalau juniornya yang sudah membuat Dea histeris seperti itu.
"Makin ngegemesin aja sih ni orang? Pengen gue kekep aja lo dari sekarang" Mario berujar dalam hatinya.
"Kenapa emang? Lo pengen tahu isinya?" Mario yang awalnya mau ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, sekarang malah dengan iseng berjalan santai dengan senyum yang dipasang sedingin mungkin ke Dea. Kelakuan iseng Mario ini membuat gelagapan Dea. Dia berusaha menghindar, tapi malah terpojok di tembok. Mario kembali mengungkungnya seperti waktu itu, didekatkannya pada telinga Dea, dan dengan berbisik Mario berkata
"Ada ntar waktunya lo bukan cuman bisa liat ato nyentuh. Lo bahkan bisa nikmatin semau lo" selesai mengatakan itu, Mario lalu meninggalkan Dea yang masih menutupkan matanya dan pergi ke kamar mandi. Saat merasa Mario sudah tidak mengungkungnya, Dea memberanikan membuka matanya. Dilihatnya sekilas Mario masuk dan menutup kamar pintu kamar mandi.
"Nasib.. Punya majikan otaknya mesum banget ya" Dea, berujar pelan dengan mengelus dadanya. Meratapi nasibnya saat ini.
"Ganteng sih ganteng, tapi mesumnya itu.." Dea lalu merapikan tempat tidur Mario dan bergegas menyiapkan baju yang akan dipakai oleh Mario. Dea menyelesaikan dengan secepat mungkin. Dia sudah hapal, Mario sehabis mandi, dia hanya akan keluar kamar mandi berbalutkan handuk di pinggangnya. Dia tidak mau semakin salah tingkah melihat kalakuan mesum bosnya itu. Dea takut jika Mario sampai hilang kendali.
Kini Mario sudah bergabung dengan Bara dan Lina di meja makan. Pagi ini hanya Mario yang berangkat ke kantor, karena Bara akan memerikakan kandungan Lina ke dokter. Bara tidak akan pernah membiarkan Lina check rutin kandungan seorang diri. Walaupun Lina juga check kandungan ke Brian yang sudah sangat dikenal oleh Bara, namun tetap saja dia tidak membiarkan Lina seorang diri.
Selesai sarapan, Mario bersiap berangkat. Dea dengan sigap membawakan bekal makan siang untuk Mario. Saat Mario hendak masuk ke mobil dan Dea akan memasukkan tas, jas dan bekal makan siangnya, Mario kembali berbisik kepada Dea
"Gue tau kok gue ganteng. Tapi gue berani jamin, gue cuman mesum ke lo doang. Jadi lo jangan khawatir. Gue gak bakal mengumbar kemesuman gue" Dea menegang mendengar ucapan Mario. Perkataan Mario barusan menandakan dia mendengar apa yang dikatakannya saat Mario masuk kamar mandi tadi. Mario sekarang seolah memiliki hobi baru dengan menjahili Dea. Melihat wajah Dea yang tegang, panik dan bersemu merah menjadi semacam sesuatu yang membuatnya bersemangat.
Sesudah mengantar Mario, Dea bermaksud hendak melanjutkan membersihkan kamar mandi Mario. Ritme kerjanya memang rutin seperti itu. Pagi, dia akan membangunkan Mario, menyiapkan baju yang akan digunakan oleh Mario ke kantor. Saat Mario sarapan, dia akan menyiapkan bekal makanan untuk dibawa Mario. Setelah Mario berangkat ke kantor, Dea akan membersihkan dan merapikan kamar Mario termasuk kamar mandinya. Begitulah rutinitasnya. Awalnya, Dea memang merasa berat dengan semuanya. Tapi semakin dia dekat dengan Mario, semakin dia mengenal Mario dan semakin hatinya bergetar saat berdekatan dengan bosnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva