Part 31

341 19 2
                                    

Seharian ini, Mario tidak bisa berkonsentrasi di kantor. Pikirannya bercabang ke beberapa hal. Tapi, yang terutama adalah kedatangan dari Dewa dan keluarganya. Memang bukan hari ini kedatangan mereka, tapi bisa dipastikan jika kedatangannya Dewa tidak akan lama lagi. Bagaimana jika Dea ikut kembali ke Bandung bersama dengan keluarganya? Dia masih belum bisa berpisah dengan Dea, apalagi Dea masih belum memberikan kepastian jawaban kepadanya. Tapi ya memang itu sudah risikonya. Cepat atau lambat, kejadian ini pasti akan terjadi. Jika bukan besok, maka lusa akan bisa terjadi. Maka, mau tidak mau, siap tidak siap, Mario harus menghadapi hari ini. Di sini, dituntut kedewasaan dari Mario.

"Bos, itu muka kelupaan disetrika? Kusut banget dah?" Sapa Richard ringan sesudah dia melaporkan beberapa agenda dan beberapa hal yang harus dikerjakan oleh Mario pagi ini. Wajah Mario saat ini memang terlihat tidak bersemangat. Lesu dan tidak bersemangat, lebih tepatnya.

"Papa sama mama mertua mau datang. Takutnya ntar Dea pulang balik ikut ke Bandung barengan papa sama mama mertua" Richard langsung menghentikan pekerjaannya merapikan beberapa berkas dokumen. Dia meletakkan di meja, lalu kembali ke arah Mario.

"Mertua? Maksudnya gimana? Kapan bos kawinan dah?" Richard bertanya bingung. Seingatnya, bosnya itu masih tetap single. Kalaupun toh beberapa hari ini kelihatan sibuk, tapi itu karena Lina melahirkan, bukan karena pernikahan Mario dengan Dea.

"Iya, papa Dewa mau datang. Takut aja ntar Dea ikut pulang juga ke Bandung" Mario menjawab sekaligus secara tidak sadar mengungkapkan kekhawatirannya.

"Terima kasih Tuhan. Kau sudah menunjukkan jalan yang tepat bagi Dea. Terima kasih" Richard menengadahkan tangannya, seolah-olah dia sedang berdoa. Wajahnya terlihat serius. Mario yang melihat hal itu langsung mengambil pulpen yang ada di meja kerjanya lalu melemparkan asal ke arah Richard. Tentu saja Richard langsung menghindar. Richard hanya cekikikan ringan melihat bosnya yang sekarang makin bertambah kesal.

"HEH, Tuhan itu gak bakalan kabulin doa yang jelek-jelek. Apalagi kalo yang doa itu lo. Lha lo ibadah aja kagak pernah, gimana mau dikabulin tuh doa jelek lo. Palingan tuh ya, Tuhan udah lupa kalo punya umat kayak kamu" Mario bersungut-sungut. Richard hanya tertawa ringan. Sekarang, Mario tidak bisa diajak bercanda sedikitpun kalau itu sudah menyangkut Dea.

"Ya elahh bos. Becanda doang kali. Tapi, ya udah waktunya juga kali bos. Udah enam bulan kan ya Dea ada di rumah bos? Kalo sekarang dia pulang, udah waktunya juga sih." Richard mencoba memberi masukan ke Mario. Mendengar itu, Mario diam dan berpikir.

"Lagian nih bos, masak bos tega sih mau misahin Dea sama orang tuanya? Biar bagaimanapun, Dea adalah anak mereka sampai kapanpun. Itu gak akan luntur, meski bahkan jika bos udah nikahin Dea sekalipun. Gak ada kan yang namanya mantan anak?" Lagi, Mario membenarkan apa yang dikatakan oleh Richard.

"Haaahhh.. Lo bener. Gak mungkin juga gue harus pisahin Dea sama orang tuanya." Mario menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Mencoba lebih rileks dan menenangkan pikirannya. Tampaknya kali ini dia harus setuju dengan sekretarisnya itu.

"Sekarang tuh, saatnya bos nunjukin kalau emang bos tuh sayangnya gak cuman ke Dea doang, tapi ke seluruh keluarganya. Semisal nih, bos ntar kasih ijin ke Dea pulang bareng sama orang tuanya, itu nunjukin kalau bos tuh gak egois. Bos gak cuman mikir perasaan bos doang yang pengen deket terus sama Dea." Richard masih melanjutkan memberikan saran ke bosnya itu.

"Lo tumben kali ini bener, Chad. Emang abis minum racun apaan lo apaan?"

"Ada, tadi minum es sianida sama potasium. Mau bos? Bisa kok delivery service ke sini. Ada promo free ongkir." Tentu apa yang dikatakan Richard adalah bercanda.

"Lo aja, gue belum ngapa-ngapain Dea. Lo aja duluan. Gue sih ogah"

"Beneran bos? Ntar nyesel lho. Dulu kayaknya ngejar sampe bandara siapa ya bos" Richard mengingatkan Mario akan peristiwa konyol yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Aseemm lo... Dah sana kerja lagi." Richard hanya cekikikan sambil dengan santai keluar dari ruangan Mario. Dia melanjutkan pekerjaannya dan meninggalkan Mario yang juga kembali berkutat dengan banyak dokumen di meja kerjanya.

Hari beranjak, dan Mario masih disibukkan dengan pekerjaannya. Relatif padat, karena Bara sudah melimpahkan sepenuhnya kepadanya untuk beberapa hari. Mario tidak mungkin menolak karena alasannya juga sangat masuk akal dan masih berhubungan juga dengan dirinya. Sebenarnya, jika boleh memilih, Mario sangat ingin bekerja dari rumah saja. Jika di rumah, dia bisa terus memandang Dea, wanita yang selama ini mengisi hari-hari dan pikirannya. Dia juga bisa bermain atau menoel-noel pipi gembul dari Ronald, hobi barunya kini. Dua hal itu yang menyebabkan kini Mario lebih memilih untuk segera pulang ke rumah jika memang pekerjaannya sudah selesai dan tidak ada yang dikerjakan di luar.

Sore menjelang, saat tiba-tiba Richard masuk dengan sedikit tergesa.

"You should watch this, bos" Richard masuk dan langsung menuju meja Mario lalu meletakkan satu tabloid gosip. Yang menarik, tabloid itu menampilkan foto Mario dan Dea yang tengah mendorong baby box dengan Ronald yang sedang tidur. Bisa dipastikan foto itu diambil secara candid saat Mario dan Dea berada rumah sakit.

"WHAT THE FUCK!!!!" Mario langsung geram. Tidak masalah jika dia digosipkan apapun. Tapi, ini ada Dea di sana. Judul yang ditampilkan tabloid gosip itu sangat provokatif.

"MARIO RACHMADI TERTANGKAP BERSAMA ISTRI SIMPANAN DAN ANAKNYA" Demikian judul tabloid gosip yang ada di depan Mario.

"Chad, BERESIN! Gue gak mau tahu gimana caranya, besok harus habis tabloid sampah gini!!" Bagi Mario, apa yang ditampilkan tabloid itu sungguh sangat keterlaluan. Mario tidak perduli jika dia yang digosipkan, sudah biasanya mengingat posisinya sekarang ini. Tetapi, ini akan berbahaya bagi Dea. Pencari berita dan paparazi pasti akan membuntutinya. Belum lagi masalah psikis Dea yang bisa saja terkena karena berita sampah itu. Mario tidak mau jika itu semua terjadi pada Dea karena Mario yakin, Dea belum siap menghadapi bagaimana kerasnya dunia Mario.

"Oke bos. Siap."

"Suruh anak IT buat tutup berita goblok kayak gitu!" Mario benar-benar marah kali ini. Gemeratak gigi terdengar saat rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kencang.

"Cari tahu juga siapa yang udah bikin berita sampah kayak gitu. Bikin mereka semua tahu siapa gue! Mau main-main sama gue? Oke, gue ladenin lo pada!!" Jika tadi siang, Mario masih bisa bercanda santai dengan Richard, namun tidak kali ini. Aura gelap dan hitam kini sangat kentara dari wajah dan cara tatapan mata Mario. Richard sudah sangat terbiasa dengan Mario tentu tidak kaget. Dia hanya memberi anggukan sebagai jawaban dari perintah Mario. Dia memilih untuk diam dan langsung melakukan apa yang diminta oleh bosnya. Richard segera keluar dari ruangan Mario dan dengan segera dia menghubungi seseorang untuk melakukan semua yang diminta oleh Mario. Bisa dipastikan jika esok hari akan ada pekerjaan ekstra untuknya.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang