Part 27

374 23 0
                                    

Mario masih saja kesal. Setelah tadi dia tidak bisa masuk ke ruang bersalin saat Lina melahirkan, sekarang dia juga dibuat kesal oleh Bara. Sedari masuk Mario memilih langsung duduk di sofa. Wajahnya ditekuk dengan mulut yang mengerucut. Wajahnya menunjukkan kalau saat ini dia sedang kesal.

"Kamu kenapa sih nak? Kemarin kamu excited banget pengen cepet-cepet adikmu lahir. Sekarang udah lahiran, itu muka kenapa ditekuk mulu?" Mentari menghampiri Mario yang duduk di sofa sambil membelai lembut kepala Mario. Melihat wajah anaknya dengan bibir mengerucut, muka ditekuk dan memilih diam sudah jelas menandakan jika mood Mario sedang tidak baik.

"Kesel Iyok, bun. Tuh daddy ngeselinya kebangetan" Ucap Mario sambil kepalanya mendongakkan ke arah Bara.

"Hah? Maksudnya gimana? Daddy ngeselinnya dimananya?" Bara tentu saja kaget saat Mario langsung menembaknya dan mengatakan bahwa dia sudah membuat Mario kesal. Bara saat ini sedang duduk di samping Lina yang tampak masih kelelahan setelah proses melahirkan tadi.

"Nih ya, Iyok jelasin. Yang pertama, kan Iyok dah bilang kalo mommy jangan lairan dulu sebelum Iyok dateng. Iyok kan pengen yang pertama liat adeknya Iyok. Tapi waktu Iyok dateng, gak boleh masuk. Trus nih, daddy kasih nama adeknya Iyok juga gak adil. Daddy cuman kasih nama Iyok dua kata, Mario Rachmadi, tapi kasih nama ke adeknya Iyok tiga kata, Ronald Putra Rachmadi. Gak adil kan? Sekarang nih, giliran Iyok bisa masuk ke kamarnya mommy, adeknya Iyok malah dibawa ke ruang bayi. Kan kesel bunda. Iyok udah pengen banget liat adeknya Iyok. Lebih gantengan mana, Iyok apa adeknya Iyok" Penjelasan Mario yang panjang lebar seketika membuat semua yang di sana diam. jika sudah seperti ini hilang sudah aura Mario yang menyeramkan, dingin dan tegas seperti saat dia di kantor. Sekarang, justru seperti anak kecil yang merengek meminta permen. Tian yang juga duduk di sofa mati-matian menahan tertawa melihat kakak iparnya itu cemburu pada hal yang sangat tidak penting.

"Ya ampun bang, sama nama gitu aja ngiri?" Tian akhirnya tidak bisa menahan tertawanya. Dia mengatakan itu sambil tertawa terbahak bahak. Mario justru semakin kesal melihat itu

"Iyalah.. Harusnya daddy tuh adil ngasih nama. Ganti aja jadi Ronald Rachmadi gitu, biar samaan dua kata namanya kayak nama gua" Tanpa Mario sadari, apa yang baru saja dikatakannya membuat Lina menjadi terharu. Ternyata, Mario memang sangat menantikan adiknya itu dan dari apa yang diceritakannya, juga terlihat jika Mario sangat menyayangi adik tirinya itu.

"Waktu ngasih nama kamu, daddy tuh lagi campur aduk perasaannya. Nyesel, sedih, bingung campur aduk semuanya. Mana bunda kamu waktu itu kondisinya gak sadar juga. Tambah bikin panik juga kan. Yang kelintas nama waktu itu ya Mario. Gitu sih ceritanya." Bara mencoba menjelaskan dengan sedikit menceritakan apa yang dia rasakan waktu Mentari melahirkan Mario saat itu.

"Iyok, gini, ayah jelasin, tadi itu bukaan mommy kamu itu lama, jadi ayah harus kasih terapi biar mommy kamu gak kelamaan kesakitannya. Trus, tekanan darah mommy kamu juga naik, efek nahan sakit. Ayah takutnya ntar kalau gak cepet malah fatal akibatnya. Akhirnya bunda sama Feinya bantuin ayah. Daddy kamu tentu aja di sini. Buat nguatin mommy kamu. Nah, kalau kamu masuk, kamu kan tipe orang yang gampang panik plus emosional, makanya ayah gak kasih ijin kamu masuk" Brian kali ini yang memberi penjelasan yang lebih rinci ke Mario.

"Udah, daripada kamu uring-uringan gak jelas gitu, mending anterin Dea. Tuh liat, Dea udah ngantuk gitu. Inget ya, langsung anterin pulang. Jangan mampir kemana-mana! Ini bunda sama ayah juga mau balik kok ke rumah. Tian, Feinya, udah malam. Pulang aja." Mentari mengatakan itu karena waktu memang sudah menunjukkan tengah malam. Mario seketika tergagap, dia baru ingat jika dia ke rumah sakit bersama dengan Dea. Segera dilihatnya Dea yang memang sudah mengantuk. Mario lalu mengambil tangan Dea dan lalu mengajaknya berdiri.

"Iyok pulang dulu nganterin Dea. Trus habis itu Iyok ke sini lagi. Daddy sama mommy mau dibawain apa atau mau nitip apa biar ntar Iyok bawain"

"Gak usah. Kamu istirahat aja di rumah. Besok pagi aja kalau mau ke sininya. Ntar kalau emang daddy butuh apa-apa, daddy telpon kamu"

Walaupun kesal setengah mati karena beberapa keinginannya tidak bisa terpenuhi, tetap saja Mario sangat senang. Lina dan adiknya bisa selamat itu sudah lebih dari cukup buatnya.

"Abang senyum terus. Seneng banget ya bang? Selamat ya bang, udah kesampaian juga punya adek cowok" Dea membuka percakapan saat mereka masih berjalan di lorong rumah sakit.

"Iya dong... Seneng banget abang. Kapan ya bisa maen bola sama Onal?" Mario kembali berkhayal. Dea hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Di sampingnya kini, Mario adalah sosok yang hangat dan sangat menyayangi keluarganya. Sosok yang bisa disebut family man.

"Hm.. Bang, boleh gak Dea bantuin mommy dulu? Maksudnya, Dea ke Bandungnya mungkin minggu depan aja. Dea kasihan liat mommy yang habis lahiran tadi." Tentu saja Mario langsung mengangguk menjawab permintaan dari Dea. Bahkan jika Dea meminta untuk tinggal selamanya, pasti Mario langsung menyetujuinya.

"Boleh. Boleh banget de. Abang malah terima kasih, udah mau bantuin mommy" Mario menjawab dengan semangat.

"Bang, nanti pulang mampir dulu ya beli pulsa. Pulsa Dea abis. Besok pengan kabarin papa sama mama kalau gak jadi pulang dulu."

"Abang isi pake mobile banking aja. Nomer ponsel kamu?" Sebenarnya, ini hanya trik dari Mario saja untuk bisa mendapatkan nomer ponsel Dea, dan Dea yang polos akhirnya memberikan nomer ponselnya kepada Mario.

"Besok pagi abang mau ke sini lagi, kamu ikut gak?" Ujar Mario setelah mengisi pulsa di nomer Dea dan memasukkan kembali ponselnya ke sakunya.

"Iya bang. Dea ikut." Jawab Dea dengan mantap.

Jadilah kini dalam perjalananpun Mario tidak henti tersenyum. Dea yang memang sudah mengantuk karena hari sudah sangat larut akhirnya tertidur sambil bersandar di lengan Mario. Mario yang menyadari itu, lalu menarik halus Dea dan menjadikan lengannya sebagai bantal buat Dea. Dipeluknya Dea dari samping dengan hangat.

"Sampai kapan sih de kamu ngebiarin kita ngegantung gak jelas gini. Kita udah saling jujur, dan abang juga tahu pasti kalau di hati kamu, ada abang di sana. Abang bisa ngerasain itu semuanya. Tapi gak apalah, sekarang abang cuman mencoba menikmati setiap saat bersama kamu." Mario bergumam dalam hati sambil matanya tidak lepas menikmati setiap jengkal wajah Dea. Dea masih saja terlelap, bahkan ketika sudah sampai di rumahpun Dea masih belum bangun juga. Akhirnya, Mario menggendongnya dan menidurkannya di kamar yang sekarang memang ditempati oleh Dea. Dengan sangat hati-hati, Mario memindahkan Dea ke tempat tidur, lalu menarik selimut agar Dea tetap merasa hangat. Dia membiarkan Dea tidur dengan gaun malam yang masih dikenakannya karena tidak mungkin dia menggantinya.

"Good night honey, sleep well" Ujar Mario lalu mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur. Mario mensetting AC di kamar Dea dengan mode auto, sehingga suhu tidak terlalu dingin dan masih tetap nyaman. Selesai itu semua, Mario lalu beranjak dan menuju ke kamarnya sendiri.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang