Part 42

271 20 4
                                    

Butuh waktu hampir dua minggu untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada di Bitung. Sekarang, mereka berlima bersiap untuk terbang kembali ke Jakarta. Reynald dan Feli pulang dengan perasaan sedikit berdebar. Kandungan Feli yang baru dia tahu saat di Manado mengharuskan Reynald kali ini harus ekstra hati-hati. Tampaknya nanti saat sampai di Jakarta dia harus siap mendengarkan semua ceramah dari Markus. Bahkan, Markus sudah memerintahkan ke Reynald jika selama kehamilan, Reynald dan Feli harus tinggal di rumah Markus dan tidak di apartemen Reynald.

Bagi Mario, kepulangannya kembali ke Jakarta tentu dengan tumpukan rasa rindunya terhadap Dea. Selama di Manado dan Bitung, Mario sangat kesusahan berkomunikasi dengan Dea. Selain karena kualitas signal yang tidak baik, perbedaan waktu juga membawa pengaruh. Kepadatan pekerjaan di Manado dan Bitung terkadang juga memaksanya untuk tidak menghubungi Dea. Kepulangannya kembali ke Jakarta setelah sepuluh hari di Manado dan Bitung sudah sangat ditunggu oleh Mario.

Pesawat yang membawa kelima orang itu akhirnya mendarat juga di bandara Soekarno Hatta. Mario langsung bergegas menuju mobil yang sudah bersiap menjemputnya.

"Pak, langsung balik ke tempat daddy ya." Ujar Mario kepada sopirnya. Dia merasa sangat lelah. Dia lalu mengambil satu botol minuman jeruk yang pasti selalu tersedia di mobilnya dan meneguknya. Cuaca sangat panas saat itu menjadikan Mario merasa perlu merehidrasi tubuhnya.

"Baik tuan. Tidak perlu mampir dulu, tuan?" Tanya sopirnya dengan sopan.

"Gak usah pak. Saya udah capek pengen tidur." Ujar Mario jujur. Lalu Mario menguap menandakan dia memang capek dan mengantuk.

"Kalau mau tidur silakan tuan. Kalau sudah sampai, nanti saya bangunkan" Mario hanya mengangguk dan kemudian dia mengatupkan matanya karena mamang dia sangat mengantuk. Kombinasi antara lelah dan ngantuk luar biasa akhirnya mengalahkan Mario. Dia memilih untuk beristirahat sejenak dengan tidur di mobil.

Segera, mobil sedan warna hitam pekat itu meninggalkan area bandara. Di belakang mobil itu, mobil Hi-MPV yang ditumpangi oleh Reynald dan Feli. Kedua mobil itu tampak beriringan pada satu tujuan yang sama.

Mario menggeliat pelan. Rasanya nyaman sekali tidurnya. Tunggu, tapi terakhir dia masih ada di mobil dan memang dia masih tertidur, tapi ini bukan di mobil. Ini di kasur. Mario langsung membuka matanya. Pelan-pelan kesadarannya kembali. Dia ada di kamar, tapi ini jelas bukanlah kamarnya. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah di kamar itu. Kamar siapa ini? Bukankah terakhir dia ada di mobil? Mario semakin terkejut saat melihat dirinya sendiri. Baju tidur model piyama, dengan warna pink dan motif karakter doraemon sekarang menempel di tubuhnya. Dilihatnya ke samping, koper dan koper dengan ukuran cabin size miliknya, sementara di nakas terdapat jam tangan, ponsel dan dompet miliknya.

Mario segera mengambil ponsel dan dompet miliknya, dia melirik jam tangannya dan sekarang adalah jam delapan malam. Ini berarti dia sudah tertidur hampir sembilan jam. Dia melangkah mendekati pintu kamar itu dan kemudian mencoba membukanya, ternyata tidak terkunci. Bergegas dia keluar. Sayup terdengar suara gelak tawa dan gurauan dari beberapa orang. Mario mencoba mempertajam insting dan pendengarannya. Dia merasa mengenal suara-suara gelak tawa itu. Langkah kakinya menuntunnya pada satu tempat dan dia sangat terkejut ketika mendapati di depannya sedang berkumpul seluruh keluarganya tanpa kecuali. Bahkan keluarga Markuspun ada di sana.

"LHAAAA.... INI DIA............" Sahut semua yang ada di sana serempak

"Udah bangun nak? Tidurnya pulas banget kamu? Capek ya?" Mentari langsung menghampiri Mario yang masih menampilkan wajah baru bangun tidur dan kebingungan.

"Bun, ini apa ya? Kenapa di sini semuanya? Kenapa Iyok ada di sini?" Mario kembali menunjukkan kebingungannya.

"HAPPY BIRTHDAY MARIO RACHMADI" Ucap mereka kompak

"Hari ini ulang tahunnya Iyok?" Pertanyaan bodoh dari Mario justru membuat semua yang ada di sana tertawa.

Semua yang ada di sana, lalu berdiri agak menjauh dan terlihatlah Dea dengan tart dan dengan lilin yang menyala, mendekat ke arah Mario. Dari sorot mata Mario saat itu jelas menunjukkan kalau dia sendiri masih kebingungan.

"Lo itu tambah umur tambah loadingnya lambat ya? Itu lilin ditiup. Hadeeh..." Reynald kali ini bersuara. Mendengar itu, Mario lalu meniup lilin di atas roti.

"Ekheemm" Deheman keras dari Bara akhirnya menyadarkan Mario dari lamunannya. Bara ternyata sudah ada di sampingnya dan dia membawa satu kotak cincin kepada Mario.

"Sekarang, kamu kenakan cincin pertunangan kamu ke jari manis Dea" Mario menurut, lalu dia membuka kotak cincin itu, mengambilnya dan mengenakannya pada jari manis Dea.

"Sekarang kamu Dea, lakukan yang sama ke Mario" Dea juga menurut. Dia mengambil cincin di kotak itu lalu mengenakannya pada jari manis Mario.

"WAIT... JUST WAIT... Cincin pertunangan? Artinya?" Mario lalu menatap Bara. Tampaknya seluruh kesadaran Mario sudah kembali. Dapat ditandai dengan pertanyaan kritis yang keluar darinya.

"SURPRISE......" Ujar semua yang ada di sana kompak

"Dad...." Mario tampaknya masih menunggu jawaban dari Bara.

"Iya... Iya... Jadi gini, Daddy sengaja aja bikin kamu sibuk di Bitung. Semua udah direncanakan bahkan makanan saat open house di rumah ayah bunda kamu itu sebenarnya Dea yang prepare. Kerjaan kamu di Manado dan Bitung itu juga disengaja kok."

"Soal cincin pertunangan ini" Tanya Mario lagi. Wajahnya sekarang tampak sangat serius

"Ya itu artinya Dea sudah setuju dengan pertunangan ini. Saat kamu di Manado dan Bitung, kami sudah melamar Dea buat kamu dan Dea sudah bersedia mendampingi kamu" Jawab Bara. Tidak bisa dipungkiri lagi, wajah Mario langsung berbinar ceria. Dia yang tadi menampakkan wajah kebingungan namun sekarang sebaliknya.

"Berarti Dea udah jadi punyanya Iyok dong... Aseeekkkk" Mario lalu menghampiri Dea dan dengan sikap akan memeluknya, tapi langsung Brian menahannya dari belakang.

"AYYAHHH.... Kan udah resmi tunangannya" Mario kembali sewot dengan Brian yang masih saja bersikap konservatif terhadapnya.

"Gak ada.. Ntar kalau udah sakramen pernikahan di gereja baru boleh. Gak ada tawar menawar lagi!" Brian tegas seperti biasanya jika menyangkut soal satu ini. Lagi Mario hanya bisa pasrah mendapati perlakuan seperti itu dari Brian. Mau melawan juga dia tahu bahwa dia tidak akan bisa. Diam dan mencoba bersabar merupakan hal yang paling tepat dia lakukan untuk saat ini.

Malam itu sebenarnya Mario sangat kesal sekali. Bahkan dia sudah hampir marah kepada semua yang ada di sana. Dia merasa sudah dikerjai habis-habisan oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya. Namun di sisi lain dia juga sangat bersyukur karena hubungannya dengan Dea sudah satu tahap menjadi lebih dekat lagi. Rasa syukurnya kali ini lebih besar daripada rasa kesalnya, sehingga dia bahkan melupakan jika dia sedang dikerjai oleh semuanya. Senyum selalu ada di bibirnya malam itu.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang