Mario bukan tipe gadget freak yang harus terpaku pada gadget yang ada padanya. Ponselnya biasanya hanya dia taruh kantong saja. Namun itu dulu. Semenjak Dea menerimanya, maka ada pemandangan baru yang sekarang melekat di Mario. Tangannya kini terus menggenggam ponselnya itu, kemanapun dia pergi. Bahkan saat meeting sekalipun, terkadang matanya selalu melirik pada layar ponsel Itu yang terjadi selama kurang lebih seminggu ini sejak Dea sudah kembali ke Bandung.
"Baru beli ponsel baru bos? Dielus mulu itu ponsel" Richard akhirnya bertanya setelah sedari pagi tadi gatal untuk tidak berkomentar. Pertanyaan itu dibalas dengan lirikan tajam dari Mario.
"Ntar kalo istri gue nelpon gimana? Kan kalo dikantongin bisa gak kedengaran kan?" Richard langsung menajamkan pendengaran dan tatapannya pada Mario
"Istri? Maksudnya??" Tanya Richard singkat.
"Oh iya, gua belum cerita ya? Jadi tuh dua hari lalu Dea udah bilang iya sama gua."
"Ya elah bos. Baru iya sebagai pasangan kan? Yang tunangan aja bisa putus kok. Yang nikah juga bisa cerai. Emang bos udah ngiket Dea gitu? Belum kan?" Richard berkata sambil menepuk jidatnya sendiri.
"Lo doain gua putus sama Dea gitu? Senang gitu liat gua menderita lagi? Iya?"
"Bukan gitu bos, gini ya bos, semua kemungkinan itu masih bisa terjadi kan. Apalagi bos kemarin bilangnya kalau Dea udah di Bandung kan? What if, pas Dea di sana ketemu lagi sama cinta masa lalunya trus mereka berhubungan lagi trus........."
"Stop. Dea gak mungkinlah ngelakuin semuanya itu. Dia itu masih polos."
"Lha ya justru karena masih polos itu, makanya dia gampang dipengaruhi. Nih ya bos misal aja ada yang deketin trus bilang yang enggak-enggak soal bos gimana? Trus Dea yang polos itu langsung percaya gitu aja. Bisa jadi kan?" Richard sebenarnya bukan bermaksud menjadi kompor untuk hubungan Mario dan Dea, namun sebagai orang yang selalu mendapingi Mario, pola pikir Richard sedikit banyak terpengaruh oleh pola pikir pebisnis. Selalu memikirkan hal yang terburuk terlebih dahulu adalah salah satu kebiasaan atau pola pikir seorang pebisnis.
Mario terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Richard. Dalam hatinya, dia membenarkan apa yang dikatakan oleh Richard. Risiko untuk itu ada, terlebih sikap Dea cenderung susah untuk mengambil keputusan.
"Menurut lo gimana harusnya gua?" Mario lalu meminta saran pada Richard.
"Saran nih bos, emang sih Dea udah menerima bos. orang tuanya juga udah nerima. Cuman bos kan gak ada ikatan lebih. Kenapa gak bos sama Dea tunangan aja?" Saran Richard tiba-tiba membuat mata mario berbinar cerah.
"Trus nih ya bos, kalau emang mau, bikin acaranya bisa diakses oleh media. Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat. Yang pertama sih jelas ya, bos udah bisa ngiket Dea dengan status tunangan, trus bagus juga image perusahaan juga kan? Selain itu, bos kan bakalan sering tuh maen ke Dea, ya biar gak timbul fitnah aja sih bos." Richard meneruskan sarannya.
"Lo emang ngertiin gua banget ya Chad. Ide lo itu spektakuler cetar membahenol. Suka gua" Mario kembali histeris lebay mendengar apa dikatakan oleh Richard.
Malam ini rencananya Mario akan langsung mengutarakan idenya untuk bertunangan dengan Dea. Sengaja dia pulang lebih sore supaya bisa bertemu dengan Bara dan Lina. Setelah itu, dia akan mengubungi Brian dan Mentari. Rencana itu sudah tersusun rapi di otak Mario. Dia sangat yakin jika keempat orang tuanya akan setuju. Mereka sudah cukup dekat dengan sosok Dea.
Memasuki rumah, justru Mario yang terkejut. Bukan cuman daddy dan mommy-nya yang nampak santai berbincang, ayah bundanya juga ada di sana. Bedanya, Brian nampak sedang memeriksa Ronald.
"Lho, Onal sakit yah? Emang kenapa Onal? Sakit apaan?" Mario langsung menghampiri Ronald. Tampaknya Brian juga sudah selesai memeriksa kondisi Ronald.
"Gak apa-apa. Adikmu baik-baik aja. Gak ada yang perlu di khawatirkan. Udah ayah periksa juga" Jawaban Brian bisa membuat Mario tenang.
"Tapi kok badannya Onal hangat gini ya? Kayak demam gitu?" Mario memegang jidat Ronald.
"Ronald itu demam karena daddy sama mommy keburu-buru ngasih makan pendamping asi. Ternyata masih gak perlu, karena asi mommy aja udah cukup. Nanti kalau usia Ronald udah lebih dari enam bulan baru boleh. Gitu ceritanya" Jawab Bara lugas.
"Gimana sih daddy? Kasihan kan kalo Onal sakit gini? Gak bisa maen deh sama Iyok" Mario langsung emosi saat tahu Ronald sakit karena kesalahan dari daddy dan mommy-nya.
"Udah, udah. Ayah udah kasih penurun demam juga sama Ronald. Besok juga adek kamu udah baikan. Biarin aja sekarang Ronald tidur, jangan malah kamu gangguin" Mario langsung menuruti apa yang dikatakan Brian. Dia lalu menjauh dari tempat Ronald.
"Yah, bun, tungguin Iyok bentaran ya. Ada yang Iyok mau bilangin. Mumpung ada di sini juga. Iyok mandi dulu, habis itu kita ngobrol bentaran ya" Ujar Mario dan dijawab dengan anggukan oleh Brian dan Mentari.
Selang beberapa lama, Mario sudah rapi dan segera bergabung dengan keempat orang tuanya. Dia duduk dengan santai.
"Emang kamu mau ngomong apaan?" Brian langsung bertanya kepada Mario sesaat setelah Mario duduk.
"Soal Iyok dan Dea. Iyok pengennya mengikat Dea dengan pertunangan. Dea dan keluarganya sudah menyetujui hubungan Iyok dan Dea. Daddy, mommy, ayah, bunda juga udah kenal Dea." Mario lalu memberi jeda atas penjelasannya itu.
"Makanya, mumpung semuanya ada di sini, Iyok pengennya daddy dan ayah ngelamar secara resmi Dea buat Iyok." Mendengar penjelasan dan permintaan dari Mario, keempat orang tuanya itu tersenyum.
"Kamu itu tetap ya. Tetap aja jadi orang gak sabaran gitu." Brian berkomentar ringan.
"Gak juga sih yah, cuman pengen ningkatin level hubungan Iyok sama Dea aja. Sekalian Iyok juga ingin public expose atas hubungan Iyok dan Dea."
"Oke, nanti daddy akan ngobrol dulu sama ayah bunda kamu dulu. Bagaimanapun, keputusan kamu melaksanakan pertunangan itu bukan perkara yang mudah. Banyak pihak tersangkut pada putusan itu. Kamu udah ngomong soal ini ke keluarga Dewa belum? Trus soal persiapanya gimana? Cincin, dan sebagainya?"
"Besok dad, rencananya. Kalau emang semuanya di sini udah setuju, Iyok akan hubungin papa Dewa buat bicarain ini semuanya. Atau mungkin pas mereka datang ke acara pindahan dan pemberkatan rumahnya ayah bunda. Mudah-mudahan aja mereka datang. Soal persiapan sih emang belum. Iyok baru kepikiran tadi siang di kantor. Habis ini sekalian Iyok urusin semuanya."
"Mereka kemarin udah hubungin ayah. Gak bisa datang buat acara pindahan besok" Brian berucap. Ucapan Brian tersebut membuat mood Mario berantakan. Dia sangat berharap keluarga Dewa bisa datang.
"Yaaa.... Gak jadi deh ketemuan" Desah pasrah Mario.
"Oke, soal tunangan itu, prinsipnya kami sih gak ada masalah. Toh kalian berdua sama-sama saling suka dan tidak ada yang keberatan. Bunda juga yakin kalau orang tua Dea juga gak ada keberatan sama keputusanmu itu. Bunda senang akhirnya kamu bisa menemukan apa yang kamu cari selama ini. Lega hati bunda dengerinnya." Ucapan Mentari menutup pertemuan dadakan itu. Tampaknya memang semuanya setuju jika putusan yang diambil oleh Mario adalah putusan yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva