Seusai dari butik Anne, Mario terus saja memasang senyum di wajahnya. Dia melajukan mobilnya dengan santai. Jalanan kota yang weekend ini terlihat lebih lengang dari biasanya juga tidak membuatnya berhasrat memacu mobilnya lebih cepat. Dea yang berada di sampingnya, tentu saja senang. Sudah sebulan lebih dia berada di rumah keluarga Bara, dan selama itu pula dia selalu disuguhi wajah Mario yang menyebalkan.
"Coba aja senyum terus kayak gini. Kan tambah cakep... Eh, ngapain juga ya aku mikirin bos super galak nyebelin kayak dia gitu? Tapi ya beneran cakep sih. Coba aja gak peke galak sama mesum... Tapi emang beneran cakep kok" Dea berkata dalam hatinya. Ekor matanya tidak bisa membohongi jika memang dia tertarik pada Mario. Siapa juga yang bisa menolak penampilan menawan dari Mario. Sebenarnya dia ingin sekali menanyakan mengapa Mario membawanya ke butik dan semua perlakuan dari Mario selama ini.
"Gue tau lo mulai ada rasa sama gue. Hm.. Mungkin bener kata Richard, gue harus mulai ilangin sifat dingin gue ke Dea. Gue harus bisa buat ngambil hatinya dia" Fokus perhatian Mario memang pada kemudi dan jalanan di depannya. Namun, dia masih bisa tahu jika beberapa kali Dea mencuri pandang padanya. Dia cukup senang, setidaknya sekarang Dea tidak lagi ketakutan dengannya. Bukankah itu sudah awal yang cukup baik untuk memulai satu hubungan?
Mobil yang dikendarai oleh Mario menuju parkir basement pada satu mall. Jam memang sudah menunjukkan waktu makan siang. Rencananya, Mario ingin mengajak makan siang dan juga membeli susu hamil untuk Lina. Sekarang, disinilah mereka. Salah satu resto cepat saji dengan makanan khas Italia. Mario tahu jika Dea sangat menyukai makanan Italia terutama pasta. Dewa yang memberitahukannya.
"Makan siang dulu ya, habis itu kita belanja. Tahu kan daddy dan mommy nitip susu hamil. Trus kalau kamu butuh sesuatu nanti, beli aja sekalian. Mumpung kita keluar" Dea semakin bingung. Mario berucap dengan hangat. Tidak ada lagi nada yang keras dan ketus seperti biasanya.
"Baik tuan" dan sekarangpun Dea bisa menjawab dengan rileks sapaan dari Mario tanpa tergagap. Jika biasanya dia memilih menundukkan kepalanya karena takut akan ekspresi Mario, sekarang Dea juga menundukkan kepala, tapi karena dia malah salah tingkah melihat senyum hangat dari Mario. Ini pertama kalinya Mario tersenyum secara personal padanya.
"Tuan, kalau boleh tahu, tadi kenapa buat cobain baju? Trus gala dinner? Maksudnya apa tuan?" Dea tidak tahan juga untuk bertanya tentang apa tujuan dari Mario membawanya ke butik. Setelah menyelesaikan makan siang mereka, Dea merasa inilah waktu yang tepat untuk menanyakan maksud dan tujuan dari mario.
"Soal kenapa lo gue bawa ke butik, sabtu depan gue ada undangan gala dinner. Gue pengen datengnya sama loe." Dea jelas kaget mendengar penjelasan dari Mario.
"Tapi, kenapa saya tuan?" Mario tidak menjawab pertanyaan dari Dea. Dia malah menggenggam hangat tangan Dea. Memainkan ibu jarinya disaat dia menggenggam tangan. Dea berusaha menarik tangannya, tapi sudah pasti Mario menahannya.
"Oh Tuhan... Ada apa dengan majikanku? Kenapa dia jadi begini?" Lirih Dea dalam hati sambil menutup matanya.
"Kenapa? Gue pengen semua orang tau kalau lo milik gue" Mario mengucapkannya tanpa ada nada paksaan dan intimidasi seperti biasanya namun berkesan posesif di perkataan tersebut. Lembut tapi tepat sasaran ke hati Dea.
"Maksudnya? Maksud dari perkataan tuan tadi apa?" Mario menunduk, memejamkan matanya. Mungkin ini saat yang tepat buat dia untuk mengungkapkan perasaannya. Beberapa saat setelah Mario mengumpulkan keberaniannya, Mario berucap
"Ningsih, lo mau gak jadi milik gue seutuhnya. Gue pengen milikin lo, lindungin lo. Gue pengen jadi orang yang bisa bikin lo senyum di tiap paginya. Gue pengen habisin sisa hidup gue sama lo. Lo mau?" Tidak ada lagi mata elang yang tajam menusuk dari Mario. Pandangannya teduh. Hangat. Itu yang dirasakan oleh Dea saat ini. Namun itu hanya sesaat setelah dia kembali sadar bagaimana dia bisa ada di sini.
"Maaf Tuan. Tolong jangan bercanda." Dea semakin kebingungan mendengar jawaban dari Mario.
"Gue tahu banget kalau lo pasti nilai gue minus. Gue jahat, gue mesum, gue pemaksa, gue jutek. Iya, itu gue. Satu yang harus lo tahu, kalo lo udah berhasil menarik perhatian gue bahkan sejak pertama kali gue liat lo"
"Taa..ppiii tuaann.."
"Gue gak akan maksa lo terima gue. Tujuan gue ngomong ini biar lo tahu apa yang sebenernya. Gue pengen kita saling kenal. Itu tujuan utama gue jadiin lo asisten pribadi gue. Gue pengen lebih deket sama lo. Syukur kalo lo bisa langsung terima gue" Mario lega sudah mengungkapkan semuanya.
Dea masih terdiam. Bagaimana jika nanti Mario mengetahui jati dirinya? Bagaimana nanti jika Mario tahu jika dia sudah membohonginya tentang identitasnya.
"Gue kasih lo waktu selama yang lo mau. Cuman gue minta kalau lo emang gak nyaman sama gue. Lo ngomong aja. Gue gak mau kalau lo ntar semisal nerima gue tapi kepaksa. Gue gak mau itu" Mario menekankan bahwa dia tidak mau memaksa apa yang dia inginkan ke Dea. Dengan memberi waktu, Mario sebenarnya ingin kalau Dea bakal membuka sendiri identitasnya yang sebenarnya.
"Udah, mikirnya ntar aja. Sekarang kita ke supermarket dulu buat beli titipannya daddy. Udah siang juga. Yok dah.." Dengan tangan masih menggenggam erat tangan Dea, Mario lalu mengajaknya untuk membeli susu hamil titipan dari Bara.
Pikiran Dea berkecamuk. Dia bingung harus bagaimana dengan apa yang baru saja terjadi. Sungguh munafik jika dia juga tertarik dengan semua yang ada di Mario. Apalagi sekarang sifatnya sudah berubah. Tidak lagi menakutkan seperti biasanya. Sifat Mario yang saat ini hangat, dengan tatapan teduhnya itu tentu akan membuatnya semakin kebingunan untuk memutuskan apa kata hatinya. Sungguh dia sangat bingung saat ini. Dea takut. Dea takut jika ini hanya mimpi atau ini hanya akal-akalan dari mario. Mana mungkin orang bisa berubah sebegitu drastis seperti itu. Dea bahkan ingat betul bahwa pagi inipun, Mario masih menampilkan aura arogansinya ketika menyuruhnya tadi.
Siang itu dihabiskan mereka berdua. Mario mencoba untuk memancing Dea berbicara lebih banyak, namun tetap saja Dea hanya menjawab secukupnya. Mario masih memahami hal itu. Bukan hal mudah bagi Dea untuk menerima semuanya yang serba mendadak ini. Mario sendiri memutuskan untuk secara bertahap akan mencoba jujur ke Dea. Dimulai dengan jujur kepada Dea mengenai perasaan hatinya. Perkataan orang-orang terdekatnya mengenai apa yang dilakukannya pada Dea sejujurnya membuat Mario berpikir juga. Akhirnya hari ini dia memutuskan untuk sedikit demi sedikit membuka semuanya kepada Dea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva