Part 16

456 24 4
                                    

Hari sabtu, adalah hari yang tepat untuk bersantai. Saat yang tepat buat melepas lelah. Pun demikian dengan Mario. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi saat Mario keluar dari kamarnya. Berjalan turun dari kamarnya, tubuh tegap mario sudah dibalut dengan t-shirt bercorak vertical stripped dipadu dengan celana sebatas lutut model vintage jeans. Santai, namun cukup menarik perhatian kaum hawa yang memandangnya.

Mengawali weekend ini dengan sarapan pagi, Mario menghabiskan sarapan paginya dengan hening dan cepat. Tidak ada Bara dan Lina di sana. Semenjak hamil, Lina menjadi rutin berjalan-jalan berkeliling kompleks di perumahannya. Tentu dengan ditemani oleh Bara.

"Lo habis ini siap-siap. Keluar sama gue" Mario berucap pada Dea. Lebih terasa memerintah tepatnya. Seusai makan pagi, Mario mencari keberadaan Dea. Ternyata gadis itu sedang berada di dapur, menyiapkan beberapa bahan untuk makan siang nanti.

"Maaf tuan, tapi saya masih harus memasak untuk makan siang nanti." Dea berusaha menolak. Sungguh, walaupun fokus dan perhatiannya sekarang terfokus pada sosok Mario namun sifatnya yang dingin dan jutek membuatnya memilih untuk menghindarinya. Selain itu, dia juga masih harus memasak untuk makan siang keluarga Bara.

"Soal masak biar mbok Minah yang lanjutin. Gue tunggu setengah jam lagi." Seperti biasanya, Mario tidak bisa dibantah jika dia sudah memiliki keinginan.

Pagi ini, Mario berencana membawa Dea ke butik untuk acara gala dinner beberapa hari lagi. Tentu membutuhkan waktu jika dia ingin gaun yang bagus dan pas untuk Dea kenakan pada saat acara gala dinner nantinya. Mario sendiri juga bingung, mau membawa Dea ke butik mana, mengingat dia tidak pernah pergi ke butik. Semua wanit di sekitaranya, Mentari, Feinya dan Lina buka tipe wanita yang lebih senang belanja di department store biasa daripada belanja baju di butik.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Dea datang menghampiri Mario yang saat itu hanya membolak balik koran edisi hari sabtu. Sangat terlihat dia tidak fokus. Entah apa yang ada di pikiran Mario.

"Tuan, saya sudah siap" Suara Dea menginterupsi ruang dengar Mario. Dipandanginya Dea dengan tatapan dari atas hingga bawah. Dea hanya mengenakan baju seadanya. Tanpa polesan make up sama sekali. Rambut hanya dikuncir kuda asal yang tidak rapi. Walaupun penampilannya seperti itu, tetap penampilan Dea manarik di mata Mario. Kulit dengan warna eksotis dengan wajah khas Indonesia dan bentuk tubuh proporsional adalah gambaran pas untuk Dea saat ini.

"Bener juga kata Richard. Butuh make over biar gak malu-maluin pas dibawa ntar" Ujar Mario dalam hatinya. Dea merasa risih dengan tatapan Mario yang seolah menelanjanginya. Dia lalu menunduk dan mengamati penampilannya. Tidak ada yang salah dengan celana panjang longgar dan kaos yang sedikit oversize yang sekarang dia kenakan.

"Aa...da yang salah tuan?" Kembali, Dea merasa tergagap jika sudah berhadapan langsung dengan Mario. Pertanyaan itu tidak dijawab oleh Mario. Dia hanya berdiri lalu mengambil tangan Dea, menggenggamnya, lalu menariknya untuk menuju ke luar. Tepat saat Mario berada di teras rumah dan hendak menuju mobilnya, Bara dan Lina pulang dari jalan-jalan paginya. Fokus dan tatapan Bara saat ini berada di tangan Mario yang menggenggam tangan Dea dengan erat namun hangat. Senyum tipis terukir di bibir Bara.

"Mau kemana kalian berdua?" Bara bertanya pada Mario dan Dea.

"Mau keluar bentaran dad. Ada yang harus Iyok beli juga di luar"

"Kebetulan kalau gitu, susu buat mommy kamu habis. Daddy minta tolong beliin sekalian ya. Mommy kamu suka yang susu rasa vanila. Inget ya yang buat ibu hamil"

"Hah? Beliin susu buat mommy, emang gak bisa gitu dad minta beliin yang lain?" Mario bingung kalau harus beli susu untuk beli susu untuk ibu hamil. Bukannya tidak mau, tapi agak berasa bagaimana juga dia harus membeli itu.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang