Part 50

379 20 5
                                    

Membutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga Mario bisa menyelesaikan semua permasalahan di perkebunan mertuanya itu dengan baik. Pilihannya memang hanya ada satu. Harus menanam ulang untuk perkebunan teh dengan tanaman yang baru dan harus melakukan perbaikan terhadap mesin pengolahan daun teh yang dirusak. Sementara menunggu tanaman teh untuk panen, pekerja tersebut bisa bekerja di gudang milik Nusa Raya Group. Keputusan itu tentu saja membuat semua pekerja di sana bernafas lega. Setidaknya mereka masih mempunyai pendapatan sambil menunggu tanaman teh siap panen.

"Aku ingin begini aku ingin begitu ingin ini ingin itu banyak sekali....." Mario bernyanyi ringan dengan senyum yang tidak pernah hilang. Richard yang mengemudikan mobil, sebenarnya sudah sangat paham dengan tingkah laku atasannya itu.

"Girang amat dah bos?" Pertanyaan ringan dari Richard hanya dijawab dengan anggukan dari Mario. Richard hanya geleng-geleng kepala saja.

"Bos, jadinya pergi ke Banyuwangi kapan? Biar ntar jadwal bisa di reschedulling atau reffer ke pak Bara" Mario dan Dea memang sudah memutuskan untuk ke Banyuwangi dalam rangka bulan madu mereka, tapi mereka masih belum menentukan kapan mereka akan berangkatnya.

"Gua belum bilang ke daddy. Ntar abis ini lo turunin gua aja di rumah daddy. Lo bawa aja mobilnya, ntar gua jemput Dea pake mobil seadanya di rumah daddy"

"Oke bos. Noted" Jawab Richard sambil mengacungkan jempolnya.

"Gua juga belum bilang ke Tian. Gua mau minta bantuan dia buat back up gua di kantor. Ntar sementara lo kerja sama Tian dulu selama gua ke Banyuwangi"

"Hah? Gak salah bos? Tian?..."

"Gua tahu maksud lo. Soal dia anaknya om Markus kan? Soal dia yang juga kadang juga back up di Persada group kan? Yang pertama nih, Persada Group udah bukan siapa-siapa lagi buat Nusa Raya. Trus lagi, Persada Group mereka itu bidangnya general construction, Nusa Raya manufacture and trading. Sama sekali gak sebidang. Jadi sama sekali mereka bukan kompetiror kita" Richard hanya manggut-manggut mendengar jawaban dari mario. Benar juga yang dikatakan oleh Mario.

"Kerjaan di kantor lagi banyak. Gak tega aja sama daddy yang masih harus mikirin kantor. Onal masih butuh banget daddy. Itu makanya gua butuh Tian. Gak tahu aja gua percaya penuh ke Tian. Gua tahu dia gak bakalan ngecewain gua" Semenjak melihat bagaimana Tian mengejar Feinya, dan kemudian mengetahui bagaimana kehidupan pribadi dari Tian, Mario sudah menaruh kepercayaan pada Tian. Beberapa kali advis dari Tian saat Mario curhat masalah kantornya dijalankan oleh Tian dan seringkali ampuh menyelesaikan masalah di kantor.

Hari sudah menjelang sore saat Mario tiba di rumah Bara. Seperti yang sudah diperintahkan, Richard hanya menurunkan Mario lalu melajukan mobil ke Nusa Raya Tower. Langkah Mario tertahan saat dia melihat Lina yang sedang ada di teras sedang mengayun-ayunkan Ronald. Senyum langsung mengambang di bibir Mario. Dengan semangat dia lalu menghampiri Ronald.

"ONAALLLLL...... Abang dateeenggg..." Seperti yang sudah-sudah histerisnya Mario akan diikuti oleh tangisan oleh Ronald.

"Ya ellah... Masak nangis sih. Ini abang dateng lha malah nangis" Mario langsung merengut melihat Ronald yang masih menangis dan sekarang sedang ditenangkan oleh Lina.

"Ya jelas Onal kagetlah kalo tiap dateng abangnya histeris gitu. Kaget dia." Jawab Lina sambil masih terus menimang Ronald.

"Ya kan kangen mom. Udah lebih dari sebulan gak ketemuan sama Onal." Semenjak sibuk dengan pernikahannya dan kemudian adanya permasalahan dengan penembakan Dea ditambah sekarang perkebunan milik Dewa juga dirusak oleh Refan. Praktis, kesibukan Mario itu membuatnya susah berdekatan dan menyalurkan hobinya, menoel-noel pipi gembulnya.

"Jadi kangennya cuman sama Onal? Sama mommy gak kangen nih?" Mario tersenyum ringan lalu memeluk Lina hangat.

"Sama semuanya sih mom. Sama mom juga kok. Eh, mom, daddy udah pulang belum?" Mario menjawab sekaligus bertanya kepadda Lina.

"Belum. Daddy kamu belum datang. Mungkin sebentar lagi. Mana Dea? Kamu sendirian aja kemarinya?"

"Dea lagi di tempatnya ayah bunda. Abis ngobrol ntar sama daddy, Iyok juga jemput Dea kok."

Selisih beberapa menit kemudian, Bara datang. Dilihatnya Mario dan Lina sedang berada di teras. Mereka sedang bermain dan bercanda bersama dengan Ronald.

"Iyok, kamu di sini? Udah selesai urusan kamu?" Tanya Bara sesaat setelah mereka semua masuk ke dalam rumah.

"Udah dad. Sama ini ada yang ingin Iyok sampein ke dad sama mom." Mario sebenarnya ingin segera mengatakan bahwa dia ingin pergi berbulan madu dan beberapa urusan kerjaan di kantor. Juga tentang dia yang meminta bantuan Tian jika Bara mengalami kesulitan dengan urusan perusahaan.

"Kebetulan, daddy juga ada yang harus daddy omongin ke kamu. Daddy mandi dulu. Kamu juga. Daddy tunggu di ruang kerja." Mario hanya mengangguk menjawab permintaan dari Bara. Mereka akhirnya berpisah menuju kamarnya masing-masing untuk mandi dan membersihkan diri.

Mario yang sudah segar sesudah mandi, lalu keluar dari kamarnya dan menuju ke ruang kerja Bara. Setelah mengetuk pintu dan dijawab sahutan dari Bara, Mario lalu masuk ke ruang kerja Bara.

"Kamu mau omong apaan?" Tanya Bara pada Mario setelah dia memastikan pintu sudah tertutup. Ruangan itu dirancang kedap suara, sehingga apapun yang mereka bicarakan, tidak akan terdengar dari luar.

"Iyok pengen honeymoon, jadi mungkin semingguan kedepan, kantor daddy dulu ya yang handle. Ntar kalau kesulitan, daddy bisa hubungin Tian." Mario langsung mengatakan tujuan utamanya bertemu dengan Bara. Bara hanya tersenyum kecil lalu mengangguk. Dia sangat maklum dengan permintaan dari Mario tersebut.

"Sebenarnya ada hal yang ingin daddy sampaikan ke kamu." Bara menjeda sejenak. Dia tampaknya memikirkan kata-kata yang tepat dia katakan pada Mario.

"Daddy udah tahu apa yang udah kamu lakuin ke Leo dan Refan. Detail." Bara langsung pada inti pembicaraannya. Mario masih diam. Dia masih belum tahu ke arah mana Bara akan berucap.

"Iyok, kamu udah nikah. Bentar lagi kamu akan jadi seorang ayah juga. Daddy minta sama kamu, sebelum kamu bertindak, pikirkan dulu baik-baik segalanya"

"Daddy minta Iyok diam aja liat Dea ditembak kayak kemaren?" Mario langsung menaikkan nada suaranya. Pertanda dia sedang emosi. Matanya langsung menatap tajam pada Bara.

"Siapa bilang kalau daddy minta kamu diam? Cara kamu menyiksa Leo lalu menyuntikkan serum pelemah syaraf otak dan menjadikan dia gila, itu yang mau daddy lurusin." Bara menghela nafas sebentar sebelum menyelesaikan penjelasannya.

"Satu hal yang mau daddy tanyain ke kamu, apa kamu mau membelai istri dan anak kamu dengan tangan yang sudah berlumuran darah karena kamu menyiksa dan membunuh orang? Apa kamu mau memberi makan ke anak dan istri kamu dengan tangan yang sudah membunuh orang, meskipun orang tersebut memang orang yang paling berengsek sekalipun" Mario langsung diam dengan perkataan dari Bara.

"Daddy udah besarin kamu sedari kamu kecil. Daddy sangat kenal kamu. Kamu itu posesif dan protektif terutama sama orang yang deket sama hati kamu. Siapapun itu orangnya. Kamu langsung bertindak kalau ada yang nyakitin orang-orang terdekat kamu. Kendalikan emosimu. Biarkan polisi dan hukum yang berjalan"

"Sekarang misal gini, ada orang yang gak rela sama apa yang kamu lakuin ke Leo dan Refan, lalu dia melampiaskan ke anakmu atau ke istrimu satu saat nanti, gimana?" Mario mengerutkan keningnya, dia memang tidak berfikir sampai ke arah sana. Dia memang mengikuti insting dan emosinya saat melindungi Dea.

"Belajarlah sama bundamu. Bundamu itu orang yang paling hebat. Kamu tahu gimana ceritanya, dan kamu tahu apa yang dilakukan oleh bundamu dan itu sudah membuat daddy gak bisa berbuat apa-apa. Belajar sama Tian. Gimana dia membuat Markus menyesal sampai seperti itu. Padahal dia punya seribu alasan dan seribu cara membuat perusahaan Markus kacau, tapi itu gak dia lakuin. Dia malah menyelamatkan perusahaan Markus meski itu harus dibayar mahal." Bara memandang pada Mario. Dia masih memaklumi karena usia Mario sendiri yang masih muda sehingga mudah terbawa emosi.

"Nak, gak semua masalah harus kamu selesaikan dengan otot kamu. Dengan emosi kamu. Sekali lagi daddy ingin bilang, inget, kamu udah nikah dan mungkin bentar lagi kamu juga jadi ayah."

Bara lalu bangkit dari duduknya, dihampirinya Mario, lalu dibelainya kepala Mario yang tertunduk. Malam itu Bara dan Mario akhirnya lebih banyak mengobrol tantang banyak hal. Mario yang awalnya ingin menjemput Dea, namun dia tidak jadi karena tanpa sadar waktu sudah sangat malam ketika mereka selesai dengan obrolan mereka.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang