Part 23

386 24 0
                                    

Mario memutuskan jika malam itu dia bermalam di rumah Brian. Mudah bagi Mario, karena kamarnya masih ada dan masih terawat dengan baik. Tentu saja Brian dan Mentari mengijinkan mereka berdua untuk bermalam di sana asalkan tidak dalam satu kamar. Mario menempati kamarnya sendiri, sedangkan Dea menempati kamar yang dulunya ditempati oleh Feinya.

"Di sini dulu ya tidurnya malam ini. Dulu ini, kamarnya Feinya, adiknya Iyok. Nanti kalau emang udah beneran udah sah, baru boleh satu kamar" Mentari berucap sambil menggandeng tangan Dea.

"Bun, gak boleh gitu kalau ngicip gitu. Tidurnya bareng............. Aaadduuuhhh.... " Belum selesai Mario berbicara sebuah jeweran mendarat di telinganya. Pelakunya tentu Brian.

"Aaayyaah.. Bisa putus telinga Iyok." Mario mengerucutkan mulutnya sambil mengelus kupingnya yang panas. Jeweran dari Brian tampaknya tidak main-main.

"Kamu yang ngawur. Kamu mau kalau rumah ayah digerebek trus besok masuk koran dengan judul seorang pengusaha muda dengan inisial MR kepergok satu kamar dengan seorang wanita" Brian langsung menyemprot Mario.

"Iya.. Iya... Iyok juga becanda. Tapi kalau beneran kan ya rejekinya Iyok" Mario masih saja berusaha.

"Udah, Ningsih, kamu masuk aja ke kamar. Pastiin pintu kamar terkunci." Brian jengah juga melihat kelakuan Mario. Dea menurut dengan membuka pintu kamar. Belum juga Dea masuk ke kamar, Mario memanggilnya

"De... Sini bentaran" Dea menurut dan mendekat ke Mario.

CUP..

Lagi-lagi Mario mencium kening Dea.

"AAADDUUUHHHH....." Kelakuan Mario kembali mendapat hadiah jeweran di telinganya. Kali ini Mentari yang menjewernya.

"Bunda gak pernah ngajarin kamu buat main sosor kayak gitu! Apalagi sama wanita" Mentari berucap dengan nada tegas pada Mario.

"Ayah bunda ngapa punya hobi baru jewerin telinga Iyok. Iyok laporin ke komnas perlindungan anak ntar. Biar kena pasal KDRT" Mario kesal, harusnya dia tadi bisa beromantis ria dengan harus terganggu dengan galaknya ayah dan bundanya itu. Tangannya kembali mengelus kedua telinganya yang sekarang masih terasa panas.

"Udah bunda bilang, ntar kalau udah beneran sah baru boleh!" Mentari kembali dengan nada tegasnya.

"Udah, gini aja, Ningsih biar tinggal di sini bareng ayah bunda, kamu bisa balik ke daddy sama mommy kamu. Ayah yakin kalau ini daddy kamu pasti setuju dengan usulan ayah ini"

"Kok ayah tega sih pisahin Iyok?" Mario memasang muka memelas. Bukan karena diusir dari rumah Brian, tapi karena ide konyol Brian yang memisahkan Dea dengannya.

"Ayah takut kamu itu kebablasan Iyok. Biar bagaimanapun kamu dan Ningsih manusia normal yang masih punya nafsu juga. Gak bisa dibenerin juga kayak gitu."

" Iya... Iya... Iyok tahu. Maafin Iyok yah, bun. Janji deh, gak ngulangin lagi. Kecuali khilaf."

"Ningsih, kamu yakin sama anak ayah yang kelakuannya kayak gini? Kayaknya kamu harus banyak mikir deh kalau beneran jadian sama anak ayah ini."

"Ayah.. Pertanyaan apaan sih itu?" Mario langsung sewot mendengar pertanyaan Brian ke Dea tersebut. Dea sendiri bingung. Drama keluarga di depannya sungguh kembali membuatnya menghangat. Bagaimana dengan sangat jelas Brian dan Mentari menjaganya walaupun dia juga yakin jika Mario tidak akan melakukan hal yang lebih dari mencium di keningnya. Dea percaya dengan itu.

Besok paginya, Dea memilih untuk tidak masuk ke kamar Mario untuk membangunkannya seperti biasanya. Setelah kejadian kemarin malam, Dea takut jika dia melakukan kebiasaannya itu justru akan mengundang salah paham bagi Brian dan Mentari. Pagi itu, setelah bangun, Dea memilih untuk melangkahkan kakinya ke dapur. Sesampai di sana, didapatinya Mentari sedang menyiapkan sarapan pagi.

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang