Hari masih sangat pagi. Jam masih belum menunjukkan pukul enam pagi, namun Mario sudah rapi dengan baju kasualnya. Jika biasanya Dea yang akan membangunkan Mario, tapi kali ini kebalikannya. Mario yang mengetuk kamar Dea setelah dia mencari keberadaan Dea keliling rumahnya.
"De... De... Dea... Udah bangun belum De? Jadi ikutan abang gak ke rumah sakit apa gak? Ini abang mau berangkat" Ujar Mario sambil mengetuk pintu kamar Dea. Mario memang tidak sabar untuk segera ke rumah sakit. Setelah semalam dia gagal melihat wajah Ronald, adiknya, maka sekarang dia harus berangkat pagi biar bisa lihat adiknya. Tidak berapa lama, pintu kamar Dea terbuka.
"Abang semangat banget? Biasanya juga jam segini masih belum bangun" Dea terlihat baru saja mandi. Itu terlihat dari rambutnya yang masih basah.
"Abang udah beneran gak sabar liat Onal." Mario benar, dia memang sudah sangat ingin melihat adeknya yang baru lahir itu. Bahkan dia hampir tidak bisa tidur semalaman karena pikirannya masih saja tertuju pada adiknya.
"Abang gak sarapan dulu? Biar Dea siapin bentar. Mbok Minah juga pasti udah siapin makan pagi"
"Siapin aja kayak bekel abang biasanya. Abang sarapan di rumah sakit aja. Biar cepet" Mario benar-benar sudah tidak sabar untuk ke rumah sakit. Bahkan, untuk sarapan sekalipun dia memilih untuk sarapan di rumah sakit. Dea hanya mengangguk dan mengerjakan apa yang dimau oleh Mario. Dea sengaja membawa bekal lebih banyak, karena dia sendiri akhirnya juga tidak bisa sarapan pagi.
Ruang rawat inap yang ditempati Lina saat ini menjadi sangat gaduh. Apalagi jika bukan karena kelakuan dari Mario. Begitu dia datang dan melihat bahwa Lina sedang menyusui Ronald, Mario langsung berteriak karena girangnya membuat Ronald kaget dan menangis. Untungnya, Lina bisa menenangkan Ronald hingga bayi itu bisa kembali tidur.
Tingkah kekanakan Mario tidak selesai sampai di situ saja. Saat bayi Ronald dipindahkan di box bayi, Mario langsung saja menghampiri box bayi itu, lalu menoel-noel pipi Ronald. Berkali-kali Bara menegur Mario agar menghentikan kelakuannya, tapi tetap saja Mario melakukannya. Bara seolah menyerah melihat kelakuan Mario. Kelakuan konyol itu berhenti saat perawat masuk ke ruangan rawat inap.
"Selamat pagi bapak ibu, waktunya bayi Ronald untuk berjemur dulu ya bu. Mari saya bantu untuk membawanya" Ujar perawat itu ramah. Lina dan Bara tersenyum. Lina lalu berusaha bangun, dia juga diharuskan mobilisasi untuk mempercepat pemulihan dirinya juga. Bara dengan sigap membantu Lina untuk bangun dari tempat tidurnya dan memapahnya untuk keluar.
"Untuk ibu, jika masih lelah dan masih terasa tidak nyaman untuk beraktivitas, jangan dipaksakan dulu ya." Lina tersenyum. Sebagai perawat, dia tentu tahu apa yang harus dilakukannya.
"Iya mbak. Mobilisasinya palingan di kamar aja. Mungkin besok baru keluar ke taman rumah sakit. Dibantu juga sama suami saya kok" Balas Lina ramah.
Perawat itu lalu menghampiri baby box dimana bayi Ronald tidur. Dengan sangat perlahan dan hati-hati, perawat tersebut mengangkat bayi Ronald dan mulai menggendongnya. Mario yang melihat adiknya digendong oleh perawat dan dipindahkan ke baby box yang lain sontak panik
"Hei.. Hei Itu... Itu... Adeknya Iyok mau dibawa kemana? Ronald masih tidur. Jangan dibawa dong. Kasihan adeknya Iyok" Mario tampaknya masih belum menyadari tentang apa yang dilakukan oleh perawat tersebut. Sifat posesif dan protektif Mario langsung keluar.
"Iyok, adek kamu mau dijemur dulu. Buat kena sinar matahari pagi...." Belum selesai Bara mencoba menjelaskan, langsung dipotong Mario
"Emangnya adeknya Iyok jemuran apa? Pake acara dijemur segala?" mario berkata dengan setengah emosi pada Bara. Bisa-bisanya adiknya yang baru lahir itu mau dijemur seperti jemuran yang belum kering, begitu kira-kira isi kepala dari Mario saat ini.
"Iyok, bayi yang baru lahir emang gitu. Kalau enggak ntar malah jadi bayi kuning lho karena kurang sinar matahari. Dijemurnya juga bukan ditaruh di tengah lapangan juga. Asal kena sinar matahari pagi aja juga udah cukup." Brian yang baru datang bersama dengan Mentari mencoba menjelaskan. Brian datang pagi itu sebenarnya untuk observasi lanjut tentang kondisi Lina, tapi saat membuka pintu rawat inap, malah disuguhi drama dari Mario yang super heboh.
"Ya udah, kalau gitu Iyok ikutan. Iyok gak mau adeknya Iyok ketuker kayak di cerita di tivi-tivi itu." Mario lalu beranjak mengikuti perawat yang membawa bayi Ronald. Sebelum pergi, Mario menghampiri Dea dan menggandengnya. Dea paham jika Mario ingin dia ikut untuk menjaga Ronald. Sementara, keempat orang tuanya hanya geleng-geleng kepala saja menyaksikan semua kehebohan yang dibuat Mario pagi ini.
"Bentar, kalau dilihat kenapa Ronald lebih cocoknya jadi anaknya Iyok ya?" Brian bertanya usil seusai memeriksa Lina dan memastikan bahwa kondisinya baik-baik saja. Bara, Lina dan Mentari sontak melihat ke Brian.
"Coba deh, lihat wajahnya Ronald itu malah lebih mirip ke Iyok dibandingkan ke daddynya." Mereka tampaknya baru saja tersadar akan satu fakta unik yang luput dari perhatian mereka.
"Ya iyalah. Kan sumbernya juga sama." Kilah Bara tidak mau kalah. Dia ternyata kesal saat Brian mengatakan kalau Ronald lebih cocok jadi anaknya.
"Trus nih ya, coba liat tadi gimana Iyok yang kayak excited banget kan. Segimana protektifnya Iyok ke Ronald juga." Entah, ada angin apa tiba-tiba saja Brian seperti sengaja memainkan emosi Bara.
"Ya, kan emang Iyok sifatnya kayak gitu. Sama Tian aja dia belain mati-matian, lha ini sama adiknya sendiri. Ya pasti sifatnya itu keluar" Bara sepertinya terpancing juga.
"Udah mas.. Udah.. Kamu itu kok ya ketularan mantu kamu yang isengnya gak ketulungan" Mentari mencoba meredakan situasi. Bara dan Brian itu kadang memang terlihat kompak, apalagi kalau sudah menyangkut masalah anak-anak mereka, Mario dan Feinya. Tapi, tidak sering juga mereka seperti tom and jerry yang selalu ribut untuk masalah yang sangat tidak penting.
"heheheh..." Brian hanya terkekeh ringan menanggapi permintaan dari Mentari tersebut.
"Eh, tapi dokter Brian kayaknya bener deh mas. Ronald lebih mirip ke Mario. Kayak Mario tapi versi bayi gitu." Lina sekarang yang bersuara.
"Tuh kan bener. Tuh, Lina yang bilang lho ya..." Lagi, Brian malah menjadi kompor
"Haa.. Biarinlah mirip sama Iyok. Emang dia adiknya Iyok. Gak masalah juga. Kalo kemarin keluarnya mirip sama yang lain malah aneh" Bara jengah juga. Lina kini malah ikut-ikutan setuju dengan pendapat Bara. Dalam hatinya dia sendiri juga mengakui apa yang dikatakan Brian. Ronald memang sangat mirip dengan Mario. Tidak masalah juga sebenarnya karena memang faktanya mereka adalah kakak beradik walaupun berbeda ibu.
"Udah.. Gak udah dipikirin. Santai aja. Oh ya, apa kalian keberatan jika kami juga akan menganggap Ronald sebagai anak kami juga?" Mentari bertanya pada Bara dan Lina. Hubungan antara kedua keluarga itu sudah sangat dekat. Mereka selayaknya seperti keluarga besar. Kompak dan harmonis.
"Tentu. Ronald akan seperti Iyok. Dia punya mommy dan daddy sekaligus juga punya ayah dan bunda." Jawab Bara lugas. Lina hanya tersenyum dan mengangguk menyetujui apa yang baru saja diutarakan oleh suaminya itu. Tidak masalah sepertinya jika Ronald akan menjadi seperti Mario dan Feinya yang tumbuh dengan dua keluarga yang menyayangi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva