Part 51

671 22 10
                                    

Pagi ini mario bangun dengan senyum yang merekah. Semalaman, dia memikirkan apa yang dikatakan oleh Bara. Tampaknya benar apa yang dikatakan oleh Bara. Dia harus mulai mengendalikan emosinya. Sebenarnya Mario sadar betul bahwa sikapnya yang kadang lebih mendulukan emosinya bisa mempunyai dampak yang buruk. Dia tidak mau jika sifatnya itu menurun pada anaknya kelak.

Langkah Mario ringan menuju ke ruang makan. Dengan segera dia mengambil roti dan mengolesinya dengan margarin, lalu menambahkan keju dan juga telur. Secangkir kopi hitam juga menemani makan paginya kali ini. Agak tergesa Mario makan karena dia sendiri sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Dea. Setelah makan, Mario berencana menjemput Dea sekaligus dia akan membaritahu Brian dan Mentari bahwa dia akan pergi berbulan madu.

"Pelan-pelan kalau makan. Kalau kesedak, malah repot. Buru-buru amat. Dea aman kok di tempat ayah bunda kamu" Bara datang lalu mengambil kursi di samping Mario. Semantara Lina di depan mereka.

"Udah kangen dad. Kan udah empat hari gak ketemu.."

"Haallaahh.. Barang empat hari aja kamu lebay kayak gitu." Digoda seperti itu oleh Bara, Mario hanya tersenyum sambil meneruskan makan paginya.

"Iyok, kamu kapan emang berangkatnya?" Tanya Bara kemudian. Dia ingin memastikan tentang jadwalnya dengan tanggal Mario bulan madu.

"Belum tahu dad. Iyok belum arrange juga buat tiket dan hotel. Kalau minggu ini kayaknya sih enggak. Minggu depan mungkin."

"Kamu mau kemana?" Tanya Lina. Mario sepertinya kelupaan jika mommynya belum dia beri tahu soal rencana honeymoonnya.

"Iyok mau honeymoon mom. Cuman gak tahu sih kapannya. Kemaren udah ngomong sama Dea. Kita pengen ke Banyuwangi. Minggu depan mungkin Iyok berangkatnya" Mario lalu menjelaskan kepada Lina.

"Waah.. Senangnya mau honeymoon. Udah cepetan aja sih kalau mau honeymoon. Siapa tahu ntar abis honeymoon Dea langsung isi. Lagian masak penganten baru langsung kerja aja. Gak ada romantis-romantisnya kamu itu" Lina tersenyum senang mendengar rencana Mario.

"Nah, makanya Iyok kesini. Mau omongin ini sama daddy. Sama mau kasih urusan kantor bentaran ke daddy. Ntar kalo emang daddy ribet soal Onal juga, biar ntar dibantuin juga sama Tian. Ntar Iyok yang bilang ke Tian"

"Udah kamu gak usah mikirin itu dulu. Apa kata nantilah kalau soal itu. Nikmati aja honeymoon kamu." Ujar Bara menutup makan pagi mereka.

Seminggu sudah setelah Mario mengutarakan ingin pergi honeymoon ke Banyuwangi. Kini dia dan Dea sudah berada di bandara untuk menunggu pesawat yang akan membawa mereka ke Banyuwangi. Rencananya, dia akan menghabiskan waktu seminggu di Banyuwangi. Penerbangan langsung dari Jakarta ke Banyuwangi tidak begitu banyak, maka mereka tidak mau ambil risiko dengan ketinggalan pesawat. Tidak ada yang mengantar mereka, hal ini membuat Mario kesal. Sejujurnya dia ingin seperti Tian dan Feinya yang berangkat bulan madu dengan diantar oleh dua keluarga.

Rencana tinggalah rencana. Tujuh hari yang direncanakan oleh Mario dan Dea untuk bulan madunya ternyata tidak terjadi. Hari ini adalah hari kesepuluh dan Mario masih belum kembali ke Jakarta. Tentu ini membuat kelimpungan Bara, yang akhirnya dia meminta bantuan Tian untuk mengurus Nusa Raya. Bara sempat tidak enak hati dan bahkan dia meminta ijin dari Markus untuk meminjam Tian sebentar untuk Nusa Raya. Untungnya Markus tidak mempermasalahkannya, walaupun sebenarnya Bara juga sangat tahu sesungguhnya Markus keberatan akan hal itu.

Genap sudah dua minggu. Mario sudah kembali dari bulan madunya. Kini mereka semua berkumpul di rumah Tian. Sekarang, adalah genap tujuh bulan kehamilan dari Feinya dan Felicia, dan mereka mengadakan acara syukuran di rumah Tian. Tian dan Reynald sebenarnya ingin acara yang sederhana, namun hal itu berubah saat Markus turun tangan langsung. Mana mungkin Markus membiarkan sesuatu yang "biasa" jika itu sudah menyangkut dengan Tian? Dengan beralasan bahwa semua orang harus tahu bahwa keluarga Adiwijaya akan mempunyai penerus, maka acara yang awalnya hanya akan mengundang anak yatim piatu dan panti asuhan berubah menjadi sesuatu yang besar. Seluruh keluarga besar turut hadir di acara tersebut. Agus, Retno dan Dimas tentu juga turut hadir untuk cucu pertama mereka. Semua senang, semua bahagia. Markus beberapa kali menitikkan air mata. Jika ditanya, Markus sendiri tidak bisa mendiskripsikan apa yang dia rasakan saat ini. Senang, haru, bahagia, semua ada. Rasa syukur yang tidak pernah habis terucap dari Markus.

Acara doa dan syukuran tujuh bulan kehamilan Feli dan Feinya akhirnya selesai. Kini tinggal pasangan Reynald, Feli, Tian Feinya, Mario dan Dea yang berkumpul di ruang tengah rumah Tian. Kecuali Feli dan Feinya yang memang sedang hamil besar, semuanya memilih posisi tiduran untuk melepas lelah.

"De, emang Banyuwangi bagus ya? Sampe extend seminggu di sana?" Tian yang dasarnya memang kegiatan alam menjadi penasaran.

"Bagus kak. Pantainya itu masih asli. Trus gak terlalu rame juga. Makanannya juga unik. Macem fusion food gitu. Tapi enak kok rasanya"

"Pantesan sampe extend seminggu di sana"

"Lain cerita itu kak. Tuh si abang. Tiga hari pertama itu kita gak keluar kamar. Baru dah hari keempat keluar hotel" Dea dengan polos akhirnya bercerita juga penyebab mereka sampai harus extend di Banyuwangi.

"What? Bro lo ngapain dah tiga hari? Kekepin Dea di kamar hotel ampe tiga hari?" Reynald langsung bersuara. Dea yang menyadari bahwa dia kelepasan langsung menutup mulutnya. Agak menyesal dia keceplosan, setelah ini pasti mereka berdua akan menjadi sasaran tembak dari Reynald dan Tian.

"Hehehehe... ya gitulah.. Kayak lo ma Feli juga gak gitu aja? Hanyo ngaku, tuh sampe Feli susah jalannya kan?" Mario hanya bisa cengengesan saat dirinya kembali menjadi topik pembicaraan.

"Eh, bang, ranjang hotel jadi korban gak? Ada jebol gitu ranjangnya?" Tian seakan kembali mengingatkan tragedi malam pertama Mario.

"Enggaklah... Kan gua mainnya aluuuss...." Mario mengatakan itu sambil matanya menerawang. Bibirnya melengkung tanda dia sedang tersenyum senang. Dia teringat semua hal yang dia lakukan bersama dengan Dea. Memang bukan yang pertama Mario lakukan kepada Dea, namun tetap saja pengalamannya bercinta bersama istrinya saat bulan madu kemarin masih memenuhi memori di kepalanya.

"Beneran De? Kok gua gak percaya ya?" Reynald seolah melakukan cross check ke Dea. Tentu saja Dea tidak menjawab. Dia hanya menunduk malu. Mario yang melihat itu lalu menarik Dea dan membiarkan dadanya menjadi bantal bagi Dea. Tangannya membelai lembut rambut Dea. Terkadang Mario juga mengecup pucuk kepala Dea. Sentuhan-sentuhan kecil itu mengalirkan getaran-getaran di sisi hati Dea. Dia membiarkan tangan Mario bermain-main dengan rambutnya. Dia menikmatinya.

Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan bercanda bersama. Menikmati sisa hari itu. Benar memang pepatah yang mengatakan sejauh apapun kita melangkah, setinggi apapun apa yang bisa kita raih rumah dan keluarga adalah tempat terindah.

TAMAT

Vibrasi Cinta Mario (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang