"Ningsih... Kamu dipanggil sama tuan sama nyonya. Tuh lagi ditungguin sama tuan dan nyonya di ruang tivi" Mbok Minah, asisten rumah tangga paling senior di rumah Bara, menghampiri Dea yang saat ini sedang menyetrika baju-baju milik Mario. Untungnya kegiatannya itu sudah selesai dan tinggal memasukkan saja ke lemari pakaian di kamar Mario.
"Iya mbok. Ini Ningsih masukkan dulu bajunya tuan muda. Habis itu Ningsih ke tempatnya tuan" jawab Dea singkat.
"Cepetan ya. Kayaknya udah ditunggu sama tuan dan nyonya" Mbok Minah meminta Dea untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya. Segera Dea menyelesaikan tugasnya dan setelahnya dia menemui Bara dan Lina yang tampaknya memang menunggunya.
"Ningsih, kamu ikut ya" Ucap Lina saat melihat Dea mendekati mereka. Bara dan Lina berencana mengenalkan pada Brian dan sekarang adalah jadwal check up kandungan dari Lina. Brian memang meminta untuk dikenalkan dengan Dea.
"Memang mau kemana nyonya? Kemarin kan sudah belanja bulanan"
"Kamu udah jadi asisten pribadinya Mario kan? Nah, kita akan kenalkan kamu sama ayah bundanya Mario. Makanya kamu ikut ya.." Kali ini Bara yang bersuara. Ayah dan bundanya Mario? Bukankah di depannya sekarang adalah daddy dan mommy dari Mario? Lalu siapa itu ayah dan bundanya? Pertanyaan-pertanyaan itu langsung menguasai otak Dea. Melihat wajah Dea yang tampak kebingungan, Bara lalu berucap
"Ada nanti saatnya kamu akan tahu semuanya. Untuk sekarang, cukup kamu kenal dulu siapa itu ayah dan bundanya Mario. Jadi, nanti kalau Mario ngobrol sama kamu dan bilang soal ayah bunda, kamu gak akan bingung lagi." Dea hanya diam. Dia tidak bertanya lebih jauh lagi. Hanya anggukan kepala sebagai jawaban dari permintaan Bara tersebut.
Sekarang, mereka bertiga sudah ada di mobil yang membawa mereka ke rumah sakit tempat Lina akan check up kandungannya. Bara duduk di depan, sementara Lina dan Dea duduk di belakang. Lina berulang kali membelai lembut rambut Dea yang sebahu itu. Hati Dea menghangat mendapat perlakuan seperti itu dari Lina.
"Gimana Mario sama kamu? Dia gak berbuat yang macam-macam kan sama kamu?" Bara memecahkan keheningan yang terjadi di mobilnya itu.
"Tuan Mario baik kok tuan." Tidak mungkin juga Dea menceritakan bahwa dia sebenarnya sedikit ketakutan dengan Mario. Terlebih akhir-akhir ini Mario semakin vulgar saja. Tapi sepanjang Mario tidak melakukan hal-hal yang berakibat fatal padanya, dia tidak mempermasalahkan itu semuanya.
"Jangan takut. Kalau memang Mario macem-macem sama kamu, kamu bilang aja ke saya atau istri saya. Bener Mario gak ngapa-ngapain kamu?" Bara seperti meyelidik dengan pertanyaannya.
"Benar tuan. Tuan Mario gak ngapa-ngapain saya." Jawab Dea berusaha meyakinkan Bara
"Kamu yang sabar ya ngadepin Mario. Orangnya emang keras gitu. Seringnya juga keliatan jutek juga. Tapi dia itu perhatian kok sebenarnya." Lina mengatakan yang sebenarnya. Pernah sekali Lina memergoki Mario sedang memperhatikan layar ponsel yang menampilkan rekaman cctv Dea yang sedang memasak. Mario terus mengulang-ulang rekaman tersebut. Senyum tidak pernah hilang dari bibirnya saat melihat rekaman itu. Dari kejadian itu Lina bisa menyimpulkan jika Mario memang sudah jatuh hati ke Dea.
"Tuan, nyonya, apa tuan mario memang orangnya keras seperti itu ya? Jujur saja tuan, nyonya, saya kadang-kadang takut kalau ada di dekat tuan mario.... Apalagi... hm... apalagi.." Tampak Dea masih ragu apakah dia akan meneruskan ucapannya apa tidak
"Apalagi kenapa? Jangan takut, kamu bilang aja yang sebenarnya" Bara mencium ada yang tidak beres di sini. Dea menarik nafas panjang, lalu melanjutkan perkataannya
"Hm.. itu tuan... itu... hm... tuan Mario kalau tidur suka gak pake baju. Jadinya kalau Ningsih bangunin pagi harinya, Ningsih jadi takut" Akhirnya secara tidak langsung, Dea mengaku juga tentang ketakutannya pada kebiasaan Mario itu. Bara tersenyum. Mario adalah tipe orang yang menepati apa yang diucapkannya, Bara yakin itu. Maka, jika Mario sudah berjanji tidak akan bertindak terlalu jauh, maka Mario pasti akan menepatinya.
"Mario memang dari kecil kebiasaannya kayak gitu. Gak perlu takut. Saya yakin dia gak akan ngapa-ngapain kamu" Bara mencoba meyakinkan Dea jika memang Mario tidak akan bertindak yang terlalu jauh dengannya.
Jam sudah menunjukkan tengah hari. Harusnya layanan poliklinik di rumah sakit sudah selesai, namun Brian masih berada di ruang periksa poliklinik kandungan untuk menunggu kedatangan Lina dan Bara. Mentari juga ada di sana. Setelah Bara menelpon untuk memerikasakan kandungan Lina pada Brian dan berencana mengenalkan Dea, Brian sengaja memberikan slot pemeriksaan siang hari agar mereka bisa mengobrol lebih lama tanpa terganggu dengan kewajiban layanan pasien lainnya. Bukan hanya Brian yang excited, Mentari juga sangat penasaran dengan Dea. Makanya, dia memilih menunggu kedatangan Bara dan Lina di ruang periksa poliklinik kandungan.
Saat sampai di depan ruang periksa dari Brian, awalnya Dea memilih menunggu di luar ruang periksa. Namun, Lina justru memintanya untuk ikut masuk ke ruang periksa. Maka, kini di ruang periksa itu sudah ada Brian, Mentari, Bara, Lina dan tentu Dea. Reaksi tak terduga justru ditunjukkan oleh Mentari saat diperkenalkan dengan Dea. Saat Dea ingin mengambil tangan dan mencium tangannya, Mentari justru menarik gadis itu dan memeluknya hangat. Ketika pertama kali bertemu dan Lina langsung cocok dengan Dea, sekarang juga hal itu terjadi pada Mentari. Tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi Mentari merasa Dea akan berjodoh dengan Mario.
"Jadi Ningsih, ini yang namanya dokter Brian, ayahnya Mario dan ini dokter Mentari, bundanya Mario. Nanti kalau Mario cerita soal ayah bundanya, kamu udah tahu orangnya yang mana" Bara menjelaskan sekaligus memperkenalkan Dea pada Brian dan Mentari.
"Cantik ya mas, Ningsih kamu cantik nak" Ucap Mentari sambil masih memeluk Dea setelah dia melihat ke Brian, seolah mencari persetujuan atas penilaiannya itu. Jangan ditanya bagaimana bingungnya Dea dengan semua ini. Tentang Mario yang memiliki dua orang ayah dan dua orang ibu. Tentang mengapa mereka memperkenalkannya padanya. Sebenarnya ada apa dan apa tujuan mereka dengan melakukan itu semua?
Bara bukannya tidak melihat gelagat kebingungan dari Dea. Sebenarnya hal ini yang sejak dulu dia hindari. Bagaimana jika Dea merasa bahwa dia telah dibohongi oleh semuanya? Bagaimana jika Dea tidak memafkan apa yang sudah Mario lakukan kepadanya? Lebih parahnya lagi, bagaimana jika Mario sudah terlanjur jatuh hati dengan Dea, namun Dea tidak bisa memafkan apa yang dilakukan oleh mario saat ini? Sebagai seorang pebisnis, otak Bara memang terbiasa dengan memikirkan hal yang paling buruk terjadi. Bara hanya tidak ingin anaknya terjebak dengan langkah yang dia mulai sendiri.
Seusai pemeriksaan kehamilan Lina yang sudah memasuki bulan keenam, mereka berlima, atau tepatnya berempat berbincang santai. Dea masih memilih diam dan hanya mengamati saja. Dia tidak tahu bagaimana harus masuk ke dalam pembicaraan yang dia sendiri tidak tahu apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi Cinta Mario (Tamat)
RandomBerawal dari sebuah kesalahapahaman konyol, membuat Mario akhirnya bisa menemukan seseorang yang mampu menghiasi hari-harinya kembali. Cover by: Canva