12

433 76 5
                                    


Yangyang keluar, adiknya tidak mau bergerak. Gadis itu masih setia dengan isak ketakutan sambil memperhatikan zombie-zombie dibawah sana. Dan itu membuat kami bertiga frustasi.

" Sampai kapan dia mau disitu terus?" tanya Jeno sambil mengacak-acak rambutnya kesal.

" Jeno, sabarlah! Dia tidak pernah menghadapi ini sebelumnya!" tegur ku cepat.

" Memang kita pernah?!" Tukasnya semakin kesal, dan itu membuat Yangyang disampingku memanas seketika.

" Kau ini sudah dewasa bodoh! Sementara adikku masih butuh bimbingan orang lain. Lagipula, dari pada bersungut-sungut seperti itu, kenapa kau tidak bantu dia agar mau melompat kesini hah?!"

Baik Jeno maupun aku terdiam, dan saling menunduk. Entah dengan Jeno tapi, aku merasa tidak berguna.

" Ayolah Ningning, ini tak akan berakhir jika kamu berusaha dengan maksimal!" Aku menoleh ke samping, dan Yangyang masih setia membujuk adiknya. Ia...kakak yang bertanggung jawab. Sangat baik.

" Ningning,...ayo, tak apa-apa, kau bisa." aku menatapnya lembut, mengulurkan tanganku walau tak bisa menggapainya. Tapi, setidaknya, caraku sedikit lebih efektif karena Ningning mau bergerak.

" Ta-tapi, bagaimana kalau nanti...aku jatuh?" ucapnya diakhiri dengan ringisan kecil. Aku tau, dia pasti membayangkan bagaimana rasanya jatuh kebawah dan berada diantara tumpukan zombie.

Sontak kami bertiga menjawab dengan serempak," AKU AKAN MENANGKAPMU!!"

Aku, Jeno dan Yangyang berpandangan sejenak sebelum akhirnya tertawa pelan.

Kembali pada si maknae, huft, oke mari serius.

" Ayo, Ningning bisa!"

" Adikku kuaaatttttt!!!"

" Ayo Ningning, kami menu––"

" Yatuhan cepatlah!!" sela Renjun terdengar tak sabar dari dalam mobil. Dan sejujurnya, dia juga terdengar menyebalkan.

" Sabar dong!" ketus Yangyang. Lalu ia berbalik, dan kembali pada adiknya. Tak lama, Ningning akhirnya melompat dan mendarat dengan sedikit mengerikan. Ia hampir saja jatuh karena terpeleset, untung saja Jeno segera memegangi tangannya.

" Ayo masuk!"

Kami semua masuk kedalam mobil satu persatu, dimulai dari Ningning, Yangyang dan terakhir aku setelah Jeno.

Sebelum benar-benar masuk, ku perhatikan penuh tempat ini. Menyeramkan. Ditambah malam yang masih pekat, dan rasanya aku ingin menangis.

Setelah turun, ku usahakan agar tidak menginjak kaki siapapun. Tapi,

" Hei hati-hati dong!" aku menoleh kebelakang dan ternyata, kaki Haechan terinjak olehku. Aku tersenyum kikuk lalu meminta maaf pada pemuda itu. Kini, yang berada di posisi kemudi adalah Jaemin, dan disampingnya adalah aku.

" Pergi kemana kita?" tanyanya begitu bokongku menyentuh permukaan kursi depan disampingnya. Ku perhatikan sekali lagi tempat itu, sebelum berbicara.

" Barat, ada persimpangan dan ambil jalan kiri."









✱⋆✱







Tak ada yang berbicara sepanjang perjalanan, Jaemin bahkan hanya fokus pada jalanan yang kami lalui, sementara Renjun dan Haechan memilih larut ke alam mimpi, begitu juga Ningning.

Aku sendiri tak tau mau membicarakan apa. Rasanya, terlalu canggung. Jadi, yang kulakukan hanya melamuni keadaan.

" Kau tau, tidak semua orang asing bisa dipercaya,..." Aku menoleh, pria yang kini mengajakku berbicara justru masih setia pada jalanan didepannya.

Virus of Zee[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang