36

276 49 11
                                    

Yuta lelah dengan semua ini. Sekarang, ia hampir kehilangan semua rekannya. Bahkan Jhonny, sudah terlihat tak berdaya ditangan seorang bandit.

Taeil disampingnya sudah kehilangan banyak darah. Dahyun dan Eunha tengah berupaya menyelamatkan laki-laki itu dengan menahan pendarahannya. Byungchan, Lino dan Kim Doyoung masih memastikan jika tempat persembunyian mereka tidak diketahui oleh para bandit itu.

"Sampai kapan kita akan bersembunyi disini?" tanya Lino. Namun semuanya tak menjawab dan hanya keheningan yang ada.

Lino berdecak. Ia jadi malas membuka mulut.

Eunha menghela nafas kecil. Ia pun mengusap peluh dari keningnya."Kak Taeil akan membaik, namun waktunya tak sebentar. Untuk benar-benar pulih, harus menunggu beberapa hari dulu." ucapnya, lalu mengeluarkan sesuatu dari tas yang ia bawa.

"Ini, jangan lupa diminum kak." ujarnya memberikan obat penambah darah pada Taeil. Pemuda itu pun menerimanya. "Terima kasih," ucapnya bergumam.

Yuta menepuk lengannya pelan."Kita akan selamat." hiburnya seakan tahu dengan apa yang dipikirkan Taeil. Tentu saja, wajah yang pias itu..siapa yang tidak bisa menebak apa yang ada dipikirannya?

Bahkan Dahyun, Lino dan Doyoung tahu jika Taeil sempat berpikir negatif tadi.

"Apa kita bisa bebas?" tanya Taeil sendu."Kita sudah terkurung disini. Tidak ada siapapun yang akan menemukan kita atau membebaskan kita kecuali para bandit itu yang akan datang dan membunuh kita semua." tambahnya semakin tenggelam dengan ekspektasi buruknya sendiri.

"Jangan berpikir buruk seperti itu kak." tukas Doyoung. Ia ikut duduk disamping Taeil yang lainnya.

Dahyun mengangguki perkataan kakaknya."Itu benar! Kita semua harus bebas dari sini. Dan jika perlu, kita akan bertahan hingga akhir." tambahnya bersemangat.

Sedikit, Taeil merasa yakin. Tapi tak membuat lelaki itu sepenuhnya baik-baik saja.

Tiba-tiba Byungchan ikut menimbrung dan mengeluarkan sesuatu dari dalam bajunya.

Ternyata, ia membawa sebuah kalung salib. Dengan mengepalkan kedua tangannya dan menutup sepasang matanya, Byungchan berdoa. Kali ini, tak ingin egois apabila ini menjadi akhir dari kehidupannya. Byungchan pun mendoakan seluruh kawan-kawannya, baik yang sudah gugur maupun yang masih ada disini.

Duduk melingkar, sambil berharap semua baik-baik saja meski hanya dalam beberapa jam kedepan.

Mereka kalah, sudah kalah. Dan semuanya hampir berakhir, atau mungkin berakhir hingga disana jika mereka ditemukan oleh para bandit itu.

"Mari berharap semuanya, mari berharap ada yang bisa menyelamatkan kita disaat-saat genting seperti ini." ucap Doyoung sendu. Ia pun merangkul Dahyun, yang justru balas memeluknya erat.

"Jika berakhir disini, aku tidak masalah." Eunha tersenyum kecil."Kita sudah berjuang selama ini. Entah ketika wabah maupun saat dunia masih normal. Mati pun, sepertinya menjadi hal baik." tambahnya.

"Bagiku tidak." kali ini, Yuta buka suara."Aku...belum ingin mati. Aku harus memastikan adikku baik-baik saja, aku harus memastikan mereka bisa hidup bahagia tanpa tekanan, aku harus memastikan mereka mampu mengejar apa yang mereka impikan, aku harus memastikan semua itu. Sebelum aku merelakan tuhan merenggut nyawaku."

Semua orang tersenyum simpul. Mereka juga punya harapan, namun memilih pasrah diakhir. Tapi Yuta, dia cukup keras kepala.

"Apa adikmu memang sepenting itu?" tanya Dahyun, sedikit miris. Ia bahkan tak pernah digubris oleh Yuta hanya karena adik-adiknya.

Yuta mengangguk dan tersenyum kecil. Baru kali ini ia melakukannya. "Kau tanya saja Doyoung, sepenting apa kamu untuknya." ucap Yuta membuat Dahyun dengan polos menatap sang kakak.

Virus of Zee[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang