16

390 68 16
                                    

Yangyang mengerjapkan matanya pelan. Rasa sesak menjalar didada dan mengganggu pernafasan nya. Lalu, suara rintihan pelan terdengar dari belakang tubuhnya.

Pelan-pelan Yangyang berbalik dan terkejut mendapati Giselle yang meringkuk tak jauh disampingnya sambil terus-menerus meringis dan merintih.

" Gi-Giselle...ka-kau...tidak apa-apa?" tanyanya berusaha bergegas menghampiri Giselle. Namun apa daya, karena mereka baru saja melewati masa hampir mati. Jadi tidak mungkin bisa bergerak dengan normal tanpa menghiraukan rasa sakit di sekujur tubuh.

" Akh..! Yangyang!....." Giselle kembali meringis. Wajahnya memerah dan sekitar bibirnya terluka. Ini pemandangan yang cukup menyakitkan mata. Bagi siapapun termasuk Yangyang sendiri. Tanpa sadar, Laki-laki itu meneteskan air matanya.

" A-apa...itu sakit?" tanya Yangyang menunjuk besi yang masih menusuk betis Giselle. Dan selain kaki Giselle yang memerah keliatannya besi itu sedikit meleleh terkena hawa panas akibat dari ledakan besar sebelumnya.

Tapi tetap saja, besi itu menusuk cukup dalam pada kakinya.

Giselle mengangkat wajahnya yang sudah bersimbah air mata. Gadis itu menyeka ingusnya dan membuat Yangyang gemas sendiri.

Bisa-bisanya....gadis ini  batin pemuda itu lalu mendekat lagi pada Giselle.

" Lebih baik...kucabut kan? Kau mungkin akan kesakitan tapi akan lebih baik jika benda ini disingkirkan disini!" tegasnya membuat Giselle mau tak mau menuruti ucapannya itu.

" Demi kebaikanmu, sungguh."

Setelah selesai berbicara, Yangyang memperhatikan luka itu. Ia meringis ngilu saat membayangkan menarik keluar benda laknat itu.

Habisnya menyebalkan sekali, membuat Giselle menangis sampai segituny,...aku mikir apa sih? Bagaimana pun, kawat laknat ini harus disingkirkan!

Yangyang memandang penuh dendam pada kawat itu. Entah dendam apa yang dia punya. Giselle yang menyadari pandangan menakutkan itu berdoa dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Setidaknya doa gadis itu tidak muluk-muluk, hanya berharap jika tiba-tiba syaraf tubuhnya mati rasa sebentar saat Yangyang mencabut keluar kawat itu.

" Pelan-pelan!!"pekik Giselle saat Yangyang menggerakkan tangannya kearah kawat yang masih belum tersentuh itu.

" A-aku bahkan belum menyentuhnya...Gi.." wajah Giselle memerah malu. Ia akhirnya meminta Yangyang itu segera mencabut benda itu. Tepat saat Yangyang menarik kawat nya, Giselle menjerit kesakitan sambil mencengkram bahu Yangyang dengan kuat.

" KYYYAAAAAAAAAA....!!" Begitu kawat tercabut dan terlepas, Giselle justru menampar pipi Yangyang.

Plak!

" Aww! Apa yang kau lakukan?! Apa salahku??!" Seru Yangyang sambil memegangi pipinya yang ditampar oleh Giselle. "Ah...ma-maaf...anu, itu seperti,...reflek...sungguh?" jawab Giselle sambil memperhatikan wajah Yangyang yang kini terlihat seperti puppy sedih.

Yangyang menghela nafas pelan. Ia duduk di samping Giselle yang juga sudah bisa duduk dengan benar. Keduanya memperhatikan gedung besar yang kini hampir menjadi abu karena ledakan bom itu. Seolah melupakan rasa sakit yang sebelumnya mendera.

Yah, bagi mereka tak ada saatnya untuk meratapi hal seperti itu. Bahkan keberuntungan hidup setelah diambang kematian yang terjadi berkali-kali sudah sangat mereka syukuri.

" Kayaknya bukan cuma zombie deh yang harus kita waspadai sekarang.." ujar Yangyang kosong. Giselle mengangguk. Ia kembali teringat kejadian-kejadian didalam gedung sebelumnya. Ia memperhatikan sekitar lalu terpaku dengan pemandangan Yangyang di sampingnya saat ini.

Virus of Zee[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang