Part 3

573 48 30
                                    

Selamat membaca
.
.
.

Dua orang gadis yang sedang berjalan menuju kantin untuk membeli minum sebelum kegiatan hari ini di mulai. Sapaan demi sapaan mereka dapatkan dari orang orang yang sudah kenal dengan mereka dan di balas dengan sapaan dan senyum dari keduanya.

Sesampainya mereka berdua di kantin, mereka langsung menuju ke meja yang berada di pojok dengan enam kursi yang mengelilingi meja berbentuk bundar tersebut yang sudah diisi oleh empat orang yang berlawanan jenis.

"Selamat pagi Sisil, selamat pagi, Ryan, selamat pagi Kevin, selamat pagi Romi" Sapa Lauren pada ke empat sahabatnya yang sudah menunggu ke datangan nya dan Mia.

"Selamat pagi manis, makin hari makin manis aja" Goda Romi dengan cengiran khasnya.

"Diem lo, liat tu pawangnya dah marah" Kevin menyikut Romi dengan tangannya dan menunjuk ke arah Ryan dengan dagunya.

"Kalem bro!" Takut Romi saat mendapatkan tatapan tajam dari Ryan.

"Ayo duduk Ren" Ajak Ryan pada Lauren agar duduk di kursi kosong di sampingnya.

"Iren aja nih yang disuruh duduk gue nya nggak?" Ujar Mia yang merasa di abaikan.

"Duh kasian sayangnya abang Romi, sini dong duduk samping abang" Goda Romi.

Dengan terpaksa Mia duduk di samping playboy cap badak Romi Pratama, karena hanya kursi di samping Romi yang kosong.

"Ren, nanti pas sosialisasi duduknya bareng ya" Ujar Sisil yang duduk di samping kanan Lauren.

"Iya Sil, kita duduknya bareng aja ya kan?" Jawabnya disusul pertanyaan pada yang lainnya yang dijawab dengan anggukan kepala mereka.

"Semuanya udah pada sarapan kan? Nanti takutnya sosialisasinya lama" Tanya Lauren pada yang lainnya.

"Kita udah sarapan tadi sebelum lo sama Mia dateng" Jawab Kevin yang hanya di angguki oleh Lauren.

"Kalau gitu kita beli minuman aja, buat jaga jaga nanti kalau aus" Usul Lauren.

"Biar gue aja yang beli" Ujar Ryan yang di setujui oleh yang lainnya.

"Wah Bang Ryan tumben baik mau traktirin kita kita, makasi Bang Ryang yang tampan" Ujar Romi dengan cengirannya.

"Siapa bilang gue mau bayarin semua?" Ujar Ryan yang baru saja berdiri dari duduknya.

"Lah lo tadi yang bilang mau beli" Jawan Kevin.

"Iya gue yang beli, tapi kalian bayar sendirilah, mana uang?" Romi dan Kevin kecewa karena tak jadi mendapat minuman gratis.

"Nih uang gue" Ujar Romi menyerahkan uang sepuluh ribu ke Ryan yang disusul uang Kevin dengan jumlah yang sama.

"Nih uang gue, Mia sama Sisil" Ujar Lauren menyerahkan uang yang ada ditangannya pada Ryan.

"Nggak usah, uang kita bertiga dah cukup" Tolak Ryan.

"Wah makasi" Ujar Lauren dengan senyum manisnya.

"Kalau ucapan terimakasihnya dikasi senyum manis adek Iren ma Abang Romi rela kok kalau di suruh beli minum buat Adek Iren kalau perlu sampai ke kardus kardusnya" Goda Romi pada Lauren membuat yang lainnya geleng geleng kepala dengan tingkah sahabat mereka ini yang tak pernah berubah dengan sikap sok genitnya itu.

"Nggak perlu sampai ke kardusnya juga kalik" Ujar Kevin kesal dengan Romi.

"Udah jangan mulai deh Rom, gue enek tau nggak denger gombalan murahan lo itu" Ujar Mia yang duduk di sebelah Romi itu.

Mendengar itu, wajah Romi berubah kesal tak terima jika gombalannya dikatakan gombalan murahan oleh Mia. Yang lainnya yang melihat wajah kesal Romi pun menahan tawa mereka agar tak membuat Romi semakin kesal. Sedangkan Ryan lebih memilih untuk pergi dan membeli air minum untukmu.

"Udah dong, kasihan Romi" Bela Lauren yang kasihan melihat wajah kesal Romi.

"Tuh denger kata Mak gue yang manis nan cantik" Ujar Romi yang berubah seperti anak kecil yang sedang mengadu pada ibunya dan dibela oleh sang ibu. Hal itupun kembali mengundang tawa yang lainnya termaksud juga Lauren.

Tak lama Ryan datang dengan tas kresek yang berisikan enam botol air mineral ditangan nya.

"Nih, ambil satu satu" Ryan men duduk kan dirinya kembali di samping Lauren dan menaruh kresek yang berisikan air minum itu atas meja di tengah tengah mereka. Setelahnya mereka mengambil airnya satu satu tanpa berebut karena Ryan sudah membeli air pas dengan jumlah mereka.

Suara bel terdengar sampai ke kantin membuat semua orang yang ada di kantin pun beranjak pergi. Begitupun juga dengan Lauren dan yang lainnya.

Mereka berenam berjalan beriringan menuju tempat di adakannya sosialisasi mengenai rumah sakit yang siap memberikan mereka ilmu dan pengalaman bagi mahasiswa fakultas kedokteran seperti mereka yang akan melakukan kegiatan praktek lapangan selama enam bulan nantinya.

Sesampainya mereka di tempat yang sudah disiapkan, mereka mencari tempat duduk yang strategis agar dapat melihat dan mendengar dengan jelas sosialisasi yang dilakukan. Setelah mendapat tempat yang pas mereka duduk dengan posisi para perempuan di depan dan para pria tepat di belakang mereka.

Sosialisasi dimulai, orang orang yang menjadi perwakilan dari beberapa rumah sakit ternama pun naik ke atas podium yang ada. Orang terakhir yang naik ke podium membuat Lauren terkejut dengan kehadirannya. Mata mereka bertemu, dan orang itu pun tersenyum ke arah Lauren.

"Ren, itu kakak lo kan? Kak Leo?" Tanya Mia yang juga melihat kehadiran orang itu.

"Iya itu Kak Leo, tapi tadi Kak Leo nggak bilang kalau di mau dateng dan jadi perwakilan untuk sosialisasi." Jawab Lauren tanpa menoleh ke arah Mia yang bertanya kepadanya, karena tatapan masih menatap orang yang sama yang tak lain adalah kakaknya, Leo.

Sosialisasi pun dimulai, masing masing dari perwakilan rumah sakit memberi taukan visi misi rumah sakit mereka dan menjelaskan semua yang berkaitan pada dunia kedokteran yang mereka ketahui. Dan kini giliran Leo yang akan menyampaikan sesuatu. Pandangan Lauren terus tertuju pada Leo, ia tersenyum saat pandangnya dan pandang Leo bertemu untuk beberapa kali dan itu sukses membuat jantung Lauren berdetak lebih cepat dari bisanya. Entah sejak kapan, tapi rasa cintanya untuk Leo berubah menjadi rasa cinta seorang wanita untuk pria, bukan lagi rasa cinta untuk kakak dari adiknya. Tapi Lauren sadar bahwa tak seharusnya ia mencintai Leo, kakaknya sendiri. Walaupun Leo adalah kakak angkatnya dan mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi Lauren sadar dan ia tidak ingin melukai siapapun dengan perasaan yang ia miliki, maka dari itu ia berusaha agar perasaannya untuk Leo hilang. Namun tanpa ia sadari bukannya hilang rasa itu semakin tumbuh setiap harinya.

Panggilan Mia pada Lauren membuyarkan lamunan Lauren pada perasaannya untuk sang kakak.

"Lo ngelamun ya?" Tanya Mia.

"Nggak kok Mi, gue cuma terlalu fokus dengerin Kak Leo aja tadi" Itu bukan jawaban melainkan alasan Lauren, Lauren tak mungkin memberi tau Mia apa yang ia rasakan untuk sang Kakak. Biarkan hanya ia dan Tuhan yang tau.

Setelah acara sosialisasi selesai, semua mahasiswa dan siswi pun berhamburan membubarkan diri. Ada yang ke kantin untuk mengisi perut mereka karena sudah jam nya makan siang. Dan ada juga yang pulang karena tidak ada kelas hari ini dan juga ada yang hanya nongkrong nongkrong di kampus.

"Iren" Panggil seseorang yang menghentikan Lauren dan yang lainnya. Mereka menoleh ke belakang dan mendapatkan Leo yang sedikit berlari menghampiri Lauren.

"Kenapa kak?" Tanya Lauren setelah Leo sampai di hadapannya.

"Pulang bareng kakak ya, mama nyuruh kita makan siang di rumah karena Kak Liam dah pulang dari Amerika" Jawab Leo.

"Kak Liam udah pulang?" Tanya Lauren antusias saat mendengar kakak tampannya sudah pulang.

"Kalau gitu ayo pulang, maaf ya semua gue pulang duluan, rindu gue sama kakak tampan gue" Pamit Lauren pada teman temannya yang diangguki oleh yang lainnya, karena mereka tau kalau Lauren sangat menyayangi kakak tampannya itu.

Setelah pamit pada teman temannya, Lauren menarik tangan Leo tak sabaran.

.
.
.
.
Gimana menurut kalian?
Jangan lupa vote dan komennya ya

Gimana mau next nggak ni? Ayo vote dan komen yang banyak supaya aku semangat nulis buat kalian.

Sampai jumpa di bab selanjutnya👋👋

Salam sayang dari aku untuk kalian semua😘😘

My Adoptive Brother (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang