Chapter 60: Good End

82 13 5
                                    

"Pada saatnya, segalanya akan berakhir dan kau tidak dapat melakukan apa pun. Hanya akan tersisa harapan bahwa kau akan menemukan awal yang baru."

******

Aku berbohong, aku berbohong pada semuanya dan diriku sendiri.
Semua ini kebohongan demi menciptakan ilusi yang kudambakan.

Sejak awal aku memang tak diinginkan oleh siapa pun, bahkan orangtuaku.
Mereka bercerai dan hidup di kota lain, meninggalkanku yang busuk dalam rumah tua sendirian.
Mungkin bila aku lebih baik dari ini, mereka tidak akan pergi.

Semua orang, semuanya menghakimiku sebagai anak nakal dan bodoh, padahal justru para Bajingan itu yang menutup matanya dari semua hal yang kulakukan.
Apa caranya? Apa yang harus kulakukan agar mereka merubah pandangannya terhadapku?

Tentu, aku akan menjadi lebih baik agar mereka memandangku dengan lebih baik. Agar mereka berhenti mengkotak-kotakkan diriku dalam penjara sterotip.
Tentu saja itu semua salah, seharusnya kucabut saja mata mereka dan menjahit mulut-mulut busuk itu.

Mereka yang dapat menerimaku adalah orang-orang yang bahkan tak kusangka akan kutemui.
Mereka memberiku hidup baru yang tak pernah kurasakan, bahkan menjadi sebuah keluarga baru dalam hidupku.

Cinta, pertemanan, perjuangan, kesetiaan, aku tak pernah peduli tentang hal semacam itu dalam hidupku sebelumnya. Aku hanya peduli pada diriku, kuanggap semua manusia adalah ras kotor yang selalu kejam.

Aku selalu berlari dari dunia luar, satu-satunya dunia yang kukenal adalah kamar sempit yang gelap dan pengap, aku merindukan hal itu.

Setidaknya itu sebelum aku mengenal mereka. Aku sangat ingin bertemu mereka untuk terakhir kalinya.

Namun, lihat! Semuanya hanya kegelapan. Aku sendirian di tempat ini tanpa siapa pun seperti yang biasa kulakukan dalam kamar. Tak ada yang akan menemaniku, semua orang membenciku, dan aku hanyalah orang buangan yang selalu bernasib buruk.

Seketika, setitik cahaya muncul di hadapanku.
Cahaya itu perlahan meluas, menghapus kegelapan di sekelilingku dengan begitu indahnya.
Yang kulihat saat ini tak lain adalah hal terindah  yang pernah kurasakan.

Aku berdiri di tengah jalan beraspal lurus yang membelah hutan cemara di sisi kanan dan kirinya.
Tak dapat kulihat ujung dari jalan ini, tak dapat pula kulihat sesuatu selain pepohonan di sisinya.

Angin sejuk berhembus menerpa tubuhku yang hanya berdiri tak bergerak.
Mimpi ini selalu saja terulang, ini ke tiga belas kalinya ia hadir.
Mimpi ini adalah mimpi terindah yang pernah kurasakan.

Namun, tak ada matahari dan langit biru berawan di atasku, ia tergantikan oleh awan mendung yang kini menutupi seluruh langit.
Semuanya hanya semakin baik, aku selalu benci langit cerah.

Perlahan, perasaan yang selalu kutahan muncul. Sebuah perasaan yang selalu kusimpan tenang kini keluar.
Air mataku bercucuran di keningku, bersamaan dengan gerimis hujan yang turun membasahiku.

Aku ingin ... aku ingin menangis sejadi-jadinya. Derai air mata terus menetes bahkan saat ia kubendung dengan telapak tangan.
Aku adalah orag yang tidak berguna, aku adalah orang yang tidak dapat diharapkan. Segala hal, hanya ada kesedihan.

Tertunduk, sendirian dalam hujan.
Aku tertawa terbahak-bahak merasakan semua ini.
Gelak tawa ini tak kunjung berhenti bersamaan dengan tangisan air mata yang terus menetes.
Aku ingin ... tertawa atas segalanya, segala hal menyenangkan dalam hidupku, tetapi juga menangis.

"AAAAAAAAAAAAAKKHH!"
aku menjerit sekuat yang kubisa karena semua rasa sedih yang tak tertahankan.

Tubuh ini terjatuh di atas aspal basah dengan genangan air ini.
Dengan seluruh kekuatanku, kuhantamkan kepala ini dengan aspal berkali-kali dengan sangat kuat.
Kedua kepalan tanganku memukul tanah tanpa memperdulikan rasa sakitnya.
Aku marah, amarah ini meluap-luap dalam diriku.

The Weird Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang