Tidak ada satu kata pun yang terlontar dari mulut kami yang menganga lebar saat melihat Kouksal yang sudah masuk kedalam ring Arena di bawah sana.
"Hei! Sedang apa kau di bawah sana?" pekik Goelaro dengan geram.
"Untuk ikut bertarung tentunya!" jawab Kouksal dengan lantang dan bersemangat.
Ia menangkat-ngangkat kedua tangannya yang mengenakan sarung tinju itu dengan bangga di atas Arena.
"Cepat turun dari sana, Bodoh!" ujarnya dengan emosi.
"Kau saja yang turun, kau kan yang berada di lantai atas. Turun dan bergabunglah," jawab Kouksal dengan ekspresi senang dan penuh tawa dari bawah sana, seolah tak mengindahkan emosi Goelaro saat itu.
"Cih, orang itu."
Goelaro terlihat kesal dan meremas pagar pembatas lantai dua itu dengan kuat.
"Sudahlah, Amigo Goelaro, biarkan ia turun ke Arena sesekali.
Aku yang mengajarinya dan aku paham dengan kemampuannya saat ini.
Kuakui kemampuan bertarungnya kini sudah di atas rata-rata, jadi tidak perlu khawatir," seru Alfredo seraya menepuk bahu Goelaro untuk meredakan emosinya."Tapi--"
"Santai saja, santai," pekik Alfredo memotong perkataan Goelaro sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Goelaro terlihat cemas dengan tindakan Kouksal itu. Kouksal bisa saja mati atau terluka parah dalam tempat bebas membunuh itu, dan tidak ada yang tahu siapa yang akan melawannya nanti.
Alfredo justru bertingkah sebaliknya. Ia terlihat percaya dengan kemampuan muridnya itu.
Aku tahu Kouksal terlatih dalam tinju, namun seberapa kuat dia dalam pertarungan sungguhan?Beberapa saat setelah itu, datang seseorang mendekati ring Arena.
Ia adalah orang yang sama yang telah bertarung sebelumnya, Hefner."Keberatan bila aku bergabung?" tanyanya sambil berjalan naik ke atas Arena.
"Silahkan, dengan senang hati," jawab Kouksal dengan senyum yang tergambar di wajahnya.
Kedua petarung pun sudah berada di atas ring dan pertanda bahwa mereka berdua sudah boleh saling membunuh.
"ARENA SUDAH DIMULAI, KOUKSAL MELAWAN HEFNER. BERIKAN TARUHANMU!" teriak seseorang seperti pada pertarungan sebelumnya.
Seketika suasana sekitar terasa seperti pasar. Orang-orang kini saling bertaruh tentang siapa yang akan jadi pemenang.
"Kouksal pasti kalah, aku tahu ia ceroboh."
"Hefner yang akan kalah, ia hanya menang karena lawannya tadi lamban."
Itulah perdebatan-perdebatan kecil yang terdengar di telingaku saat ini.Tidak seperti sebelumnya, kini orang-orang tidak tahu dengan pasti siapa pemenangnya, seolah kedua orang ini setara dalam kemampuan bertarung.
Alfredo lalu menepuk punggung Goelaro sekali lagi.
"Hmm?" Goelaro menoleh ke arahnya.
Dengan senyuman yang lebar Alfredo berkata ,"Kouksal akan menang."
"Kau terlihat percaya diri sekali," jawab Goelaro.
"Lihat saja nanti dan kau akan mengetahui kemampuan temanmu itu."
Perkataannya tersebut hanya menambah rasa penasaranku. Yang dapat kulakukan hanyalah mengamati mereka berdua di bawah sana.
"Aku sangat bersemangat!" ujar Kouksal sambil mengadukan kedua sarung tinjunya.
Ia terlihat tersenyum senang dan sangat bersemangat dengan lawan yang akan ia hadapi sekarang."Kau bersemangat, ha? Kalau begitu hibur aku lebih dari Si Gendut itu," jawab Hefner dengan wajah datarnya yang dingin.
Mereka berdua hanya berdiri dengan posisinya masing-masing.
Hefner berdiri normal dengan santai, sedangkan Kouksal dengan posisi southpaw.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Weird Soul ✓
Misterio / Suspenso[I know im Weird, but dont Hate what you dont Understand] Sam, itulah panggilan yang biasa diucapkan orang lain padaku. Harry Samael Ignasius, pelajar biasa dari kelas 11 SMA. Aku ini hanyalah orang aneh yang jarang keluar rumah dan tidak mempunyai...