Chapter 55: Home

33 12 2
                                    

"Icarus mengepakan sayapnya terlalu dekat dengan matahari, hingga harapannya sendirilah yang merontokan keduanya."

******

Di pagi hari, tepatnya menjelang siang ketika matahari bergerak perlahan pada posisinya di atas, Andrew masih saja berbaring di atas ranjangnya tanpa melakukan apa pun.
Ia merasa malas untuk menggerakkan kedua kakinya itu untuk berjalan meninggalkan ranjang, tapi apa boleh buat, rasa laparnya berkata lain.

"Apa lemari pendingin masih ada makanan?" tanyanya dalam hati.

Ia memakai kacamata minus limanya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Ia lantas melangkah meninggalkan kamar dan berjalan menuju ruang tamu.

Sesampainya ia di sana, ternyata Silvia sudah terlebih dahulu bangun. Ia sedang membuka pintu lemari pendingin itu dan mencari sesuatu di dalam sana.

"Wah, aku keduluan."

"Eh," jawab Silvia yang kaget.
Ia langsung menoleh ke arah Andrew dengan selembar roti yang masih ia gigit di mulutnya.

"Apa masih ada sisa untukku?" tanya Andrew yang menunjuk kulkas.

"Hmm, masih," jawab Silvia sambil menganggukkan kepalanya.

Ia lantas mengeluarkan sekantung roti tawar dari kulkas lalu meletakkannya di meja.

Andrew kemudian duduk di sofa dan langsung menyantap makanan yang tersedia di hadapannya itu. Ia terlihat begitu kelaparan dengan nafsu makannya yang tinggi itu.
Silvia pun ikut duduk di sofa itu sambil menatap layar ponselnya seperti biasa.
Ia terus menggulirkan layarnya dengan cepat.

Pandangannya lalu teralih sebentar ke arah kanan dan kiri seolah ia menyadari sesuatu.
Ia lalu bertanya kepada Andrew,
"Anu ... Sam dan yang lainnya ke mana?"

"Hmm, itu ...."
Andrew dengan cepat mengunyah sisa makanan di mulutnya untuk segera menjawab pertanyaan gadis yang duduk di sampingnya itu.
"Mereka sedang pergi untuk melakukan sesuatu. Itu setidaknya yang terakhir Sam katakan padaku," jawab Andrew.

"Oh, begitu ya," ucap Silvia dengan lesu.
Ia terlihat gelisah memikirkan sesuatu. Dalam benaknya seperti ada sesuatu yang terasa mengganjal.
Ia menggaruk-garuk rambut hitam sepundaknya yang berantakan seperti biasanya sambil berkata, "Ingatanku tentang kejadian semalam agak kacau, dan sekarang yang lain hilang begitu saja."

"Sama, aku sama sekali tidak dapat mengingat yang terjadi semalam dan leherku ini tiba-tiba terasa sakit," jawabnya sambil memijat lehernya yang terasa nyeri, yang tidak lain karena perbuatan Apollo.

"Tapi tenang saja, mereka pasti akan pulang, karena Sam yang bilang begitu."

"Benarkah?"

"Yap, benar. Sam itu selalu malas untuk terlibat sesuatu, tapi saat ia sudah ikut karena keinginannya sendiri, ia pasti akan sangat bersungguh-sungguh.
Sejauh ini targetnya selalu tepat."
Jempolnya lalu membetulkan posisi kacamata yang ia kenakan.
"Itu yang kutahu selama di sekolah bersamanya."

"Ia terlihat sangat peduli denganku entah kenapa."

"Benarkah?" tanya Andrew.

"Setelah Kak Alisya, ia adalah teman terdekat keduaku. Aku selalu berpikiran seperti itu. Banyak sekali kesamaan di antara kami."

"Contohnya?"

"Aah, menulis, musik, sifat, banyak yang lainnya."

"Ia memang selalu terlihat peduli dengan orang lain, sebenarnya ia hanya selalu memperhatikan lingkungannya agar ia selalu dapat beradaptasi

The Weird Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang