Chapter 30: Destination

46 16 0
                                    

Lari di tengah salju dengan waktu yang lama membuat aku bahkan tidak bisa merasakan kakiku. Granat yang dilemparkan tentara itu tepat meledak tidak jauh dari ku, membuat kedua telingaku tuli dan pandanganku tidak jelas.

Aku hanya berjalan saat memasuki gerbang itu, orang-orang terlihat panik saat aku masuk, mungkin karena sesuatu di belakangku.

Aku hanya bergerak perlahan, tidak mendengar apapun. pandanganku kosong, hanya di isi oleh pikiran-pikiranku yang bermunculan dan seketika mengalihkan fokusku.

Aku merasa aneh dengan bicara sendiri dalam pikiranku.

"Apa yang terjadi bila aku tidak pernah ikut dalam semua masalah ini?"

Mungkin aku tetap tiduran dikamar sekarang dan menunggu mati.

Aku tidak mau melihat kearah belakang, tapi yang jelas petugas-petugas itu tidak mampu menahan mayat-mayat yang berdatangan.

Aku berjalan di ruangan besar setelah gerbang itu, ini terlihat seperti ruang pengecekan sebelum orang-orang diperbolehkan masuk. Terlihat banyak orang mengantri sampai tertidur di lantai menunggu giliran mereka. Ibu hamil, gelandangan, anak yang kehilangan keluarganya.

Satu demi satu mereka dicabik-cabik oleh mayat-mayat itu. semua terlihat lambat dalam pandanganku. Ya, aku sekarang tidak bisa mendengar apa-apa, tapi tangisan penderitaan mereka yang aku lihat bahkan masih bisa terdengar. Aku? Aku tidak peduli dengan hal ini, tidak ada waktu untuk lari-lari seperti orang gila, aku butuh menenangkan otakku ini.

Mereka ditembaki oleh para petugas itu dengan asal, berpikir bahwa mereka semua sudah terinfeksi. lihat apa yang sudah kuperbuat sekarang, aku memang pembuat masalah. Aku mungkin tidak akan mati karena terinfeksi, aku akan mati karena tembakan mereka

"Apa aku tidak menggunakan waktu hidupku dengan baik?"

Tidak juga, apa yang aku harapkan? Aku kan memang dari awal tidak ada harapan.

Kalau aku bisa menyimpan waktu dalam botol, tentu aku akan menyimpannya dengan baik, aku bisa menggunakan untuk bersama dengan orang-orang yang ku sayangi atau membuat impianku menjadi nyata. Tapi, hei, lihatlah! Aku menghayal tidak karuan sekarang ini, aku bahkan lupa kalau aku tidak memiliki keduanya.

Ntah kenapa aku sedikit pasrah sekarang ini, tapi tubuhku ini tetap saja bergerak.

Dan lihatlah ini, Goelaro datang dan berteriak kepadaku seperti ingin berkata sesuatu. Astaga, aku ingin tertawa melihat ekspresinya sekarang. ia membantuku berjalan dan melewati gerbang kedua, tempat perlindungan yang aman bagi manusia.

Aku ingin bicara padanya kalau ini sia-sia, tapi lupakan saja, aku sedang malas

"Hei Sam, sadarlah, SAM!"
Suara itu terus terdengar dalam kepalaku seolah ada yang berkata sesuatu padaku.

Aku menyipitkan mata dan menggeleng-gelengkan kepala agar pusing di kepalaku hilang.
Kulihat Goelaro sudah membawaku ke gerbang kedua yang lebih aman,
Yang lain juga sudah berkumpul, mereka terlihat sangat kelelahan, mungkin yang mereka alami untuk kesini lebih berat dariku.

"Syukurlah kau sudah sadar," ucapnya dengan lega.

Aku tidak bergeming dan hanya bisa menengok ke kanan dan ke kiri melihat keadaan sekitar. Semuanya masih malam dan gelap seperti saat terakhir yang kuingat.

Datang beberapa tentara mendekati kami.
"Apa kalian sudah dicek?" tanya tentara-tentara itu.

"Iya, sudah," jawab Goelaro.

"Kalau begitu langsung masuk kedaerah pemukiman, berbahaya disini."
Mereka langsung bergegas ke gerbang satu untuk menahan mayat-mayat dan orang yang sudah terinfeksi disana.

The Weird Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang