Sudah beberapa hari semenjak latihan pertamaku dengan Goelaro dan sekarang aku sudah cukup terbiasa menggunakan senjata api, latihan dari pagi sampai sore memang terasa hasilnya.
Sekarang bulan Februari sudah berakhir, yang berarti juga merupakan akhir bagi musim dingin dan awal dari musim semi. Aku sedang sarapan roti di ruang tamu dengan Goelaro yang sedang membersihkan senjatanya, sedangkan Kouksal, Apollo, dan Andrew sedang keluar untuk jalan-jalan.
"Kemampuan menembakmu sudah sangat membaik kemarin, Sam," kata Goelaro padaku.
"Itu karena aku bersungguh-sungguh saat berlatih," jawabku sambil mengunyah roti selai kacang di mulutku.
"Tapi kau tetap saja selalu lupa untuk menarik pengaman," ucapnya.
"Itu kan waktu itu, sekarang aku ini sudah ahli," kataku.
"Ah, alasan," jawab Goelaro dengan tertawa.
Aku pun hanya membalasnya dengan tertawa.
Aku terdiam dan berpikir sesaat tentang sesuatu.
Terbesit di benakku pertanyaan lama yang waktu itu kupikirkan.
"... Oh iya Goelaro, kenapa waktu itu saat mayat-mayat hidup memenuhi jakarta kau masih sempat menjemput Aku, Andrew, dan Silvia yang merupakan anggota baru? Padahal kau bisa saja pergi hanya berlima dengan anggota yang lama, itu akan membuat semuanya lebih mudah, kan?"Ia terlihat berhenti mengelap pistolnya dan meletakannya di meja
"... Di Weird Soul, ada beberapa regu yang jumlah anggotanya sangat ramai, saking ramai nya mereka terlihat seperti sebuah komunitas baru. Dengan jumlah anggota yang sangat banyak, anggota regunya dianggap hanya sebagai bawahan bagi peminpinnya dan kurang berharga, tapi," ucap Goelaro,
"Itu bukan aku. Aku menganggap setiap anggota reguku sebagai sahabatku dan aku berharap kalian begitu juga antar satu sama lain."Seperti biasa, Goelaro terlihat bijak dan, ia diangkat menjadi ketua regu bukan tanpa alasan.
"Dan ... Jangan pernah meninggalkan temanmu apapun yang terjadi, Aku harap kau paham," ucapnya.
"Aku pah--" kata-kataku terhenti karena terdengar suara ketukan pintu beberapa kali.
"Siapa itu?" tanya Goelaro sambil menengok ke arah pintu.
"Sebentar akan aku lihat," jawabku saat berjalan ke arah pintu dan mengintip keluar.
"Mereka yang waktu itu bertemu kita," ucapku pada Goelaro."Orang-orang yang memakai topeng?" tanya Geolaro yang dengan cepat menarik pengaman pistol miliknya.
"Bukan-bukan, dua orang yang waktu itu datang ke rumah Alisya," jawabku.
"Ooh, mereka. Coba bukakan pintunya," katanya.
Aku pun membukakan pintu dan berdiri di belakangnya seperti waktu itu agar tidak menghalangi pandangan.
Pintu pun terbuka dan terlihat 2 orang itu berdiri sama seperti dulu.
"Giffrick?," ucap Goelaro.
"Kau hanya akan memanggil namaku seperti itu atau akan mempersilahkan aku masuk?" tanya orang itu dengan singkat.
"Ah, iya silahkan masuk," jawab Goelaro yang terlihat sedikit canggung.
Dua orang itu pun berjalan masuk dan mendekati Goelaro.
"Langsung ke intinya, aku punya informasi penting untuk disampaikan kepadamu," ujarnya.
"Aku mengerti," jawab Goelaro yang langsung berjalan bersama orang itu ke ruangan lain.
"Pilo, kau tetap di sini," pekik orang itu kepada orang yang satunya.
"Tunggu, aku akan sendirian disini? Hey Giffrick, ayolah," jawab orang yang bernama Pilo itu, ia tampaknya tidak bisa diam. Berbeda 180° dengan orang yang bernama Giffrick itu.
"Sam, kau juga tetap di sini dengan Pilo," kata Goelaro padaku. Mereka berdua pun berjalan meninggalkan Pilo yang masih berdiri disana.
"Sam? Sam siapa? Tidak ada siapa-siapa di ruangan ini, apa dia hantu? Aku tidak tau kalau Goelaro berganti Klasifikasi menjadi Satanis," ucapnya yang bicara sendirian sembari celingak-celinguk ke segala sudut ruangan.
Ia sangat mirip dengan Kouksal, tidak bisa diam, tapi dia versi lebih mudanya.
"Hei, aku di sini," ucapku yang masih berdiri di belakang pintu.
Ia sontak kaget dan menengok ke arahku
"Sejak kapan kau di sana?""Sejak aku membukakan kalian pintu," jawabku dengan jengkel.
Aku pun berjalan dan duduk di sofa sambik melihat-lihat pistol dan amunisi milik Goelaro yang ia letakan di atas meja.Tanpa aku sadari, ia telah duduk di sofa sebelahku. Ia hanya menatapku dan tersenyum lebar. Senyumannya sebenarnya tidak menakutkan, tapi merasa tidak nyaman melihatnya. Ia begitu terus selama beberapa menit.
Suasana menjadi sangat canggung ketika kami tidak berbicara sepatah kata pun.
Aku mencoba memulai pembicaraan dengan basa-basi walau aku bukan tipe orang yang suka begitu.
"Cuaca indah hari ini.""Padahal di luar mendung," jawabnya dengan singkat dengan nada yang polos.
Suasana malah menjadi semakin canggung dengan basa-basiku, aku sendiri memang tidak ada bahan pembicaraan.Seketika aku teringat sesuatu yang menurutku penting untuk ditanyakan.
"Ngomong-ngomong, temanmu Giffrick itu sedang memberi tahu Goelaro tentang apa?""Aku tidak tau, aku tidak pernah diberitahunya, lagipula tugas Boss Giffrick memang begitu," jawabnya sambil memasukan sati buah peluru dari meja ke kantungnya.
Aku yang melihatnya begitu langsung berkata, "Kau ingin mengambil itu atau bagaimana?"
"Oh iya, maaf," jawabnya yang langsung meletakan kembali peluru itu di atas meja.
Aku bertanya-tanya apakah Weird Soul punya klasifikasi untuk seorang pencuri, tapi pencuri macam apa yang mencuri tanpa berhati-hati dan langsung di depan korbannya.
Tak lama kemudian, Goelaro pun berjalan ke ruang tamu bersama orang yang bernama Giffrick itu.
Giffrick terus berjalan ke arah pintu luar dan berkata pada Pilo, "Ayo."
Pilo yang mendengar itu langsung beranjak dari sofa dan mengikuti Giffrick keluar dari rumah tanpa berkata sepatah kata pun.
"Bagaimana si Pilo itu? Apa kalian banyak mengobrol tadi?" tanya Goelaro padaku.
"Tidak, tapi dia tadi hampir mengambil salah satu pelurumu di meja, yang kaliber .22LR. Itu kan tinggal satu,"
JawabkuIa pun melihat peluru-pelurunya di atas meja.
"Yang mana? cuma ada .45ACP di sini," jawabnya."Sumpah tadi ada, cepat sekali tangannya,"
Ucapku."Biarlah, cuma sebuah peluru ini, dia memang mengidap suatu sindrom yang membuatnya selaku berkeinginan untuk mengambil barang orang," Kata Goelaro.
"Konyol sekali," jawabku.
Goelaro pun mengambil jaketnya dan berjalan keluar.
"Ngomong-ngomong, aku ingin keluar untuk jalan-jalan, kau mau ikut?""Enggak, aku sedang malas," jawabku.
"Baiklah, jaga rumah," ujar Goelaro saat keluar dan menutup pintu.
Aku beranjak dari sofa dan membuka kulkas untuk mencari camilan. Aku kembali ke sofa, merebahkan tubuhku sambil memakan sebungkus keju parut.
"Ah, rasanya seperti dulu lagi," kataku dalam hati.Beberapa saat kemudia, pintu depan terbuka secara tiba-tiba dan membuatku kaget. Terlihat Apollo yang berjalan dengan tergesa-gesa ke dalam.
"Apollo, yang lain belum pulang?" tanyaku.
Tetapi ia tidak bergeming sama sekali dan terus berjalan ke dalam.To be continued>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
The Weird Soul ✓
Mystery / Thriller[I know im Weird, but dont Hate what you dont Understand] Sam, itulah panggilan yang biasa diucapkan orang lain padaku. Harry Samael Ignasius, pelajar biasa dari kelas 11 SMA. Aku ini hanyalah orang aneh yang jarang keluar rumah dan tidak mempunyai...