Chapter 36: Invisible

46 14 0
                                    

Aku tetap berdiri dengan posisi bertarung walau tanganku gemetaran. Sejujurnya aku tidak pernah berkelahi. Aku hanya sering menonton pertandingan MMA dan beberapa tutorial tehnik bela diri di internet.
Walau aku pernah memperagakannya sendirian tapi aku tidak yakin itu akan bekerja sekarang.

Kouksal telah mengajarkan banyak pelajaran penting tentang tinju waktu itu, aku kan menggunakan semua teknik yang telah ia ajarkan.
Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah mencoba menganalisis gaya bertarungnya.

Apollo hanya berdiri dan memandangku dengan marah. Kedua tangannya yang menggengam dengan keras itu seperti tidak sabar untuk memukul wajahku.

"Sial, aku harus hati-hati," ucapku dalam hati.

"Kenapa? Tidak mau menyerang duluan? Akan kusudahi urusan yang dulu kita lakukan," ucapnya.

"Urusan apa? Kau yang tiba-tiba menyerangku di tengah malam, lagipula apa yang membuatmu begitu kesal?" tanyaku dengan jengkel.

"Apa yang membuatku begitu kesal? Kau yang membuatku begitu kesal!
Anak baru yang mencuri perhatian semua orang, sedangkan aku hanya di cap gila karena kalian bisa melihat teman-temanku," ujarnya dengan kesal.

"Temanmu yang mana? Aku memang tidak melihat siapapun, dan secara teknis semua orang gila di sini jadi kita semua sama saja," kataku.

Setelah mendengar kata-katanys barusan, aku yakin Apollo tidak hanya mengidap kepribadian mental, ia juga mengidap Skizofernia.
Suatu kondisi yang menyebabkan ketidakselarasan antara imajinasi dengan realita, itu menjelaskan teman hayalan yang selalu ia bicarakan.

"Diam, DIAM! Kau tidak akan paham," teriaknya kepadaku.

"Lagipula, bukan cuma kau yang pernah dikucilkan di sini. Bukan cuma kau yang di cap gila karena berbeda. Tapi ingat ini, yang lain peduli dengamu, kita ini satu regu, kita sudah seperti keluarga. Sadarlah Apollo!," ujarku padanya.

Wajahnya semakin memperlihatkan rasa haus darah. Pada titik ini terlintas di pikiranku untuk lari dan menghindari perkelahian dengannya, tetapi aku berkata dalam hati.
"Bila aku terus saja lari dari masalah, aku hanya akan jadi Sam yang pengecut."

Saat aku berusaha berpikir, ia tiba-tiba bergerak cepat kearahku dan mengincar leherku dengan tangan kanannya.
Dengan cepat kutangkis lengannya kearah kiri.
Tetapi ia justru menghempaskanku ke samping dengan tangan kanannya tadi. Aku tidak bisa meremehkan tenaganya.

"Kenapa? Apa kau tidak bisa menahan seranganku? Lemah!," ujarnya sambil tertawa.

"Coba saja tangkis ini," jawabku. Di saat itu juga aku mencoba memukul bagian perutnya dari samping dengan tangan kiriku.
Dengan reflek, ia langsung menghempaskan pukulanku dengan tangan kanannya sehingga pukulan meleset. Ia lalu membalasku dengan pukulan yang tepat mengenai wajahku dengan tangan yang satunya.

"Jadi begitu," pikirku saat menerima pukulannya.

Tanpa membuat-buang waktu, ia meluncurkan pukulan-pukulan selanjutnya ke arahku.
Terlalu banyak serangan untuk ditangkis, aku hanya bisa berlindung di balik kedua tanganku pada posisi bertahan.

Dengan cara yang sama memukulnya seperti tadi, dengan tangan kiriku ke arah perutnya. Ia pun dengan cepat ingin melakukan hal yang sama seperti tadi, menangkis pukulanku dengan tangan kanannya.

Tapi pukulanku yang satu ini hanyalah umpan. saat ia mengalihkan fokusnya dan mencoba menangkis tanganku, pertahanannya melemah dan area wajahnya terbuka dengan badan yang condong ke depan.

Dengan cepat aku luncurkan pukulan jabki kuat-kuat yang tepat mengenai wajahnya dengan tangan kananku.

"Berhasil?" pikirku.

The Weird Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang