Chapter 16: The Orca

30 10 0
                                    

"DAN PEMENANGNYA ADALAH, KOUKSAAAL!"

Riuh penonton terdengar dengan keras  memenuhi seisi bangunan dengan kebisingan saat itu juga.
Suaranya terdengar sangat bising, lebih-lebih karena ini ruangan tertutup.

"Ia dapat mengalahkan Hefner hanya dengan Tinju? Kuat sekali dia."
"Kouksal, kau memang hebat!"
"Ayo, bertarung lagi."

Sorak-sorak itu terdengar dari orang-orang yang menaruh taruhan mereka pada Kouksal. Jadi, pantas saja mereka sebahagia itu.

"Aku tidak pernah menyadari kalau Kouksal sekuat itu," kataku dengan terkesima.

Dari pengamatanku, musuh Kouksal barusan, yaitu Hefner, bukanlah orang yang dapat diremehkan kemampuannya.
Ia terlatih dengan serangan kombinasi pukulan dan tendangan.
Namun, Kouksal dapat mengalahkannya  dengan gaya Tinju yang hanya menyerang dengan pukulan.
Ya, tidak bisa dipungkiri. Ia memang kuat.

"Anak itu sudah jauh berkembang sejak pertama kali ia bertemu denganku," jawab Alfredo yang terlihat bangga.

"Memangnya, bagaimana kalian bisa saling bertemu?"

"Hmm, waktu itu ...."

*

Waktu itu sekitar tiga tahun yang lalu.

Aku sedang berkunjung ke Jakarta untuk pertarungan Arena yang cukup besar.
Itu adalah pertarungan  antara dua orang Pengusaha yang saling mempertaruhkan aset perusahaan mereka.

Aku dibayar oleh salah satu dari mereka untuk menjadi petarungnya dan diundang jauh-jauh dari Meksiko.

Hari itu, aku sedang berlatih untuk mempersiapkan pertarunganku yang akan dimulai tiga hari lagi.

Dengan santai, aku memukuli Sandbag besar di hadapanku.
Aku tidak perlu membuang-buang tenaga untuk latihan keras, karena pada akhirnya aku pasti akan menang.

Namun, pandanganku teralihkan oleh seseorang.
Ia terlihat hanya duduk di bangku, memainkan ponsel sambil sesekali memperhatikan wanita-wanita yang lewat.

Mata yang mengantuk, tubuh kering tanpa keringat, dan terus-terusan menguap.
Jiwa pemalas benar-benar terpancar kuat darinya saat itu, seolah ia tidak memiliki energi untuk hidup.
Aku sangat tidak menyukai hal itu.

"Haaah, membosankan. Harus apa aku sekarang?" ucapnya sambil menguap.

Sangat-sangat keterlaluan. Di masa-masa mudanya ia justru menjadi pemalas dan tidak ada rasa semangat sama sekali.
Tan cojo.

Walau bukan urusanku, tetapi aku memutuskan untuk menghampirinya.
Sudah menjadi kebiasaanku untuk menyebarkan rasa semangat yang membara dalam diriku ini.

Aku berdiri tegap menghadapnya dengan kedua kedua lenganku yang kuletakan di pinggang.
"Hei, Anak Muda, apa yang kau cari di tempat seperti ini?" tanyaku dengan senyum besar di wajahku.

"Ha?" ia menengadahkan kepalanya ke atas, "Kau siapa?"

"Namaku Alfredo. Sekarang, jawab pertanyaanku. Apa yang kau cari di tempat seperti ini?"

"Aku ...," ia terlihat kebingungan dan menggaruk-garuk kepalanya, "Aku disuruh pergi ke gimnasium ini dan mempelajari sesuatu, tetapi aku bingung harus apa."

The Weird Soul ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang