Mimpi ini lagi. Ini sudah kedua belas kalinya aku mengalami lucid dream yang sama.
Jalanan yang lurus tanpa ujung, membelah hutan cemara yang kosong dan sunyi.
Hanya ada aku yang berdiri sendirian sambil diselimuti oleh hawa dingin yang menusuk kulit.Awan dan langit biru yang menjadi atapnya sedangkan matahari sebagai penerang jalanku.
Cahayanya yang amat terang itu seketika membutakan mataku.
Cahayanya ....Seketika aku terbangun dari tidurku karena silaunya lampu ruangan.
"Ketiduran?" tanyaku dalam hati. Aku pun bangun dari sofa dan mengucek-ngucek mataku sambil melihat ke arah sekitar.Sepertinya aku kelelahan semalam, sampai-sampai aku ketiduran begitu saja di sofa.
Aku lalu memandangi jari kelingking tangan kananku. Ia masih terasa agak sakit akibat terkilir kemarin, namun entah kenapa aku tidak memperhatikan rasa sakitnya semalam.Pandanganku seketika teralihkan saat aku mendengar suara Kouksal dan Goelaro di telingaku.
Mereka terlihat berdiri di depan pintu. Goelaro memakai jaket parkanya dengan membawa kapak dan perlengkapan lengkap, sedangkan Kouksal terlihat menahannya dengan wajahkeluar meninggalkan kami."Mereka ... Bertengkar?" tanyaku dalam hati.
"Kau tidak bisa pergi dan melawan mereka, itu semua akan sia-sia," ujar Kouksal.
"Diamlah!" jawab Goelaro dengan singkat, seraya membuka pintu dan hendak berjalan keluar.
"Apa yang terjadi?" tanyaku sambil berjalan ke arah mereka.
"Sam, bantu aku menahannya. Ia ingin pergi melawan personel-personel Left Hand sendirian."
"Tu-tunggu, itu musta--" kata-kataku terpenggal karena Goelaro yang tiba-tiba menunjukan telapak tangannya pertanda berhenti.
"Aku tidak ingin mendengar kata itu lagi. Aku hanya ingin membalaskan dendamku, itu saja."
Langkah kakinya perlahan berjalan keluar meninggalkan kami."Tapi setidaknya biarkan kami membantu," ucapku.
"Kalian bisa mati nanti."
"Kau juga," kata Kouksal.
Namun Goelaro tidak mengindahkan perkataan temannya itu barusan dan terus melangkah.
"Ingat siapa yang bilang kalau kita harus melindungi? Ingat siapa yang bilang kalau balas dendam itu hanya sia-sia?" lanjutnya.
Ia tiba-tiba berhenti dan menoleh ke belakang.
"Aku. Lantas apa yang ingin kau lakukan? Aku tidak ingin menahan diri lagi."
Tangannya terlihat menggenggam dengan erat, menggambarkan emosinya yang meluap saat ini."Setidaknya biarkan kami membantumu!" ucap Kouksal.
Mendengar hal itu, genggaman tangan Goelaro yang awalnya mengepal erat kini terbuka perlahan.
Ia menghadap langit biru diatas kepalanya dengan tatapan kosong seolah memikirkan sesuatu."Kalian ... serius ingin membantuku?"
Ia menanyakan itu kepada kami, namun tatapan matanya terlihat kosong."Tentu saja!" jawabku dan Kouksal dengan serentak.
"Tentu saja," ujar seseorang di belakang kami. Ia ternyata Apollo yang sedari tadi mendengarkan kami.
"Jangan lupakan aku, ya?" katanya sambil menyilangkan tangannya dan bersandar di dinding.Aku kurang yakin dengan sikapnya yang seperti itu. Apa itu kepribadiannya yang ketiga?
Lupakan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu sekarang."Kalau begitu persiapkan perlengkapan kalian. Ini tidak akan jadi hal yang mudah nanti," ujar Goelaro dengan ekspresi dingin yang tergambar pada wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Weird Soul ✓
Mister / Thriller[I know im Weird, but dont Hate what you dont Understand] Sam, itulah panggilan yang biasa diucapkan orang lain padaku. Harry Samael Ignasius, pelajar biasa dari kelas 11 SMA. Aku ini hanyalah orang aneh yang jarang keluar rumah dan tidak mempunyai...