Kalau dia memang dilahirkan untuk saya, kamu jungkir balik, saya yang dapat.
-Eyang Habibie-
Semua orang serentak turun ke lapangan, mereka yang sedang makan di kantin pun langsung meninggalkan makanannya. Kaki yang saling terbelit pun tak ayal membuat salah satu dari mereka tersungkur. Anak-Anak Zervanos pun tampak melakukan hal yang sama, lari terburu-buru seraya mendorong orang-orang yang menghalangi jalannya, dan di sinilah otak mereka tak dapat lagi berpikir jernih.
"Oh shit ...!"
"Nekat banget anjir."
"Caper kah?"
Orang-orang itu menggadahkan kepalanya ke atas, ricuh seketika langsung meruak disana. Teriakan demi teriakan mulai terdengar dari mulut mereka.
"TARIK!" teriak mereka bersamaan, matanya menggerling panik, menggigit bawah bibirnya untuk mengurangi rasa khawatir.
Laksa terus menerus merapalkan doanya, terdapat rasa sesal yang teramat dalam di dalam hatinya, Bodoh! dia tak menghentikan gadis itu ketika berlalu di hadapannya.
"Ini semua salah gue ...." lirihnya seraya memejamkan kedua matanya.
Mars menaikan alisnya, "Kenapa elo?"
"Gue tadi sempet liat Anya, Mars. Tapi begonya gue, gue nggak ngenalin dia sama sekali."
Julian menepuk-nepuk punggung Laksa, " Gak. Ini salah mereka, Lak." balas lelaki itu sambil terus memandang Bella Dkk dengan tatapan tajam.
Seseorang tiba-tiba menubruk Julian dari arah belakang, orang itu tampak sudah berderai air mata yang terus meluncur pada pipinya, nafasnya pun tampak tersedat-sedat.
"ANYA!!!" teriak gadis itu seraya menutup mulutnya, tak ada lagi Embun yang selalu menatap orang-orang tajam, melainkan ia yang terus menatap ke atas dengan pandangan putus asa.
Julian memeluk gadis itu dari samping, "Mereka nggak akan kenapa-kenapa, percaya sama sahabat gue."
Embun menganggukan kepalanya, perlahan ia pun mulai menghapus jejak air matanya, "Gue nyesel karena gak bareng dia tadi Jul, Gue bodoh! Gue bodoh, Julian!" sesal gadis itu memukul-mukul kepalanya.
"STOP BUN! INI BUKAN SALAH LO SEMUA!" Julian menahan kedua tangan Embun, kemudian ia kepalkan di depan dadanya.
Embun mulai terisak kembali, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Julian, lelaki itu menghela nafasnya pelan, tangan kekarnya mulai mengelus perlahan surai coklat itu.
Ia meneggakan kepalanya keatas perlahan, semoga kedua orang itu tidak kenapa-kenapa disana, kaki yang mengapung di pembatas rooftop membuatnya susah untuk mempercayai keajaiban itu ada.
Cakra terus menahan tangan mungil Anya dengan telapak tangannya. Namun gadis itu tampak terus berusaha untuk melepaskan genggamannya.
"LEPASIN ANYA! ANYA GAK MAU HIDUP LAGI! ANYA MAU KETEMU TUHAN! ANYA PENGEN HIDUP BAHAGIA KAK! LEPASIN TANGAN ANYA!"
Gadis itu terus menerus menarik tangannya ke bawah dengan sekuat tenaga, membuatnya bentrok dengan upaya Cakra yang ingin mengangkat gadis itu ke atas.
"GUE JANJI BAKAL BUAT LO BAHAGIA ANYA! GUE AKAN NURUTIN SEMUA KEINGINAN LO SAAT INI, GUE BAKAL TEPATIN SEMUA ITU HARI INI NYA, TARIK TANGAN GUE, PLEASE!"
Anya menggelengkan kepalanya perlahan, "Kak Cakra bohong! Kak Cakra selalu bohong sama Anya! Dulu kak Cakra pernah bilang kalo kak Cakra mau jagain Anya kalo udah besar, mana kak?! Mana janji yang udah kakak bilang dulu? Pembohong!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...