Jangan jadi pelangi untuk orang buta warna.
***
"K-kita jadi naek mobil sayur?" tanya Laksa ketika melihat semuanya telah selesai.
Hadden menaikan alisnya, "Siapa?" Lelaki itu tampak belum mengetahui apa-apa.
Laksa mengangguk keras, ia berjalan ke arah Hadden dan mulai membisikan sesuatu dengan raut tak biasanya, "Kita mau dijadiin kambing sama si Cakra, mending lo ikut-ikutan gak mau kayak gue, kan lo wakilnya, Den. Jadi-"
"Gak. Kita bakalan tetep naik pick up." potong Cakra cepat.
Laksa membulatkan matanya, "Lo gila, kra? Bahkan lo gak tau pick up itu bentukannya kek gimana, gak ada palanya. Lagian juga udah mau siang ini, panas lah anjir! Gak mau gue," tolaknya sangat kentara. Hal itu membuat mereka berdecak kesal, si lebay ini ....
"Lebay amat si lo!" cerca Mars muak.
Laksa semakin membulatkan matanya, "L-lo bilang gue lebay?! Ini panas, anjing. Gue takut kalo kulit gue jadi item, apalagi kan daerah selatan itu lumayan jauh, gak kebayang kan kalo-"
"Terus apa bedanya sama motor? tolol."
Titanic terkikik, ia berjalan ke arah Laksa kemudian menirukan ucapan Mars, "Tolol, Laksa tolol."
"Gak tolol juga, anying."
Mereka semua pun akhirnya menaiki mobil pick up itu satu persatu, "Lo berdua yakin mau ikut bareng kita? Gue bilang bareng ayah aja sana. Panas ini, lagian jauh juga," ujar Julian menahan Embun dan Anya supaya jangan ikut mereka.
"Gak, Anya suka naik mobil ini, Anya sukaaa. Cita-cita Anya kalo udah sukses mau beli mobil kayak gini, buat jalan-jalan sama malam tahun baruan. Iya kan Embun?" tanya gadis itu seraya berusaha manaikan kakinya ke atas pick up.
Embun yang ada di belakangnya pun menganggukan kepalanya setuju, ia masih menunggu gilirannya naik setelah Anya nanti. Namun, tampaknya gadis itu masih tetap kesusahan dalam posisinya, "Bisa gak lo?" tanyanya ragu.
Anya mengangguk keras, "Bisa, kok." Ia tampak terus berusaha naik dengan kaki mungilnya tanpa bantuan siapapun.
Cakra menaikan alisnya, apa sesusah itu kah? setelah beberapa detik memantau, rasa iba tiba-tiba hinggap pada jiwa dirinya, ia pun akhirnya berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya ke arah Anya untuk menariknya ke atas. Sesaat akan menyodorkan tangannya, tiba-tiba gerakannya terhenti karena ada hal yang menghalangi dirinya untuk bertindak lebih jauh. Hadden tiba-tiba datang di hadapannya membuat gadis itu, sehingga membuat Anya tak melihat kalau Cakra sudah menyodorkan tangannya.
"Ayo, Nya." Anya menerima tangan Hadden dengan senyum tipis, kemudian mulai menariknya perlahan hingga bisa naik ke atas.
Raut wajah Cakra sudah beberapa kali berubah, ia pun mundur dan mulai mencoba tak memperdulikan hal-hal yang ada di sekitarnya. Menghela nafas, lalu menatap ke depan dengan tatapan datar.
Laksa melangkahkan kaki ke arahnya, mencolek bahunya seraya tersenyum jahil, "Hahaha kamu keduluan ya, bang? Azab gak dengerin suara gue itu."
Cakra mengalihkan pandangannya ke arah Laksa dengan apatis, matanya tiba-tiba berubah setajam elang, ia terus memperhatikan Laksa tanpa kedipan di bola matanya, "Ulang."
Hal itu membuat nyali Laksa menciut, bulu kunduknya tiba-tiba bergerak merinding. Merasa tak aman, ia beranjak dari sisi Cakra dengan senyum penuh keraguaan, memundurkan langkahnya dengan tangan kedua jari dengan simbol kedamaian.
"Hehehe ... peace, Kra."
Lelaki itu dengan cepat menyembuyikan tubuhnya di belakang Titanic, duduk di sampingnya sambil berusaha mengajaknya berbincang. Titanic yang sedang melamun pun sontak mengangguk antusias, menjawab semua pertanyaan Laksa dengan terang-terangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...