Ada kata yang tak sempat tersampaikan oleh kayu, terhadap api yang menjadikanya abu.
-Sapardi djoko damono-
****
"A–anya ...."
Cakra masih dalam posisinya, lelaki itu mulai meneliti gadis itu dari atas sampai bawah. Tiba-tiba ia menggeleng gelengkan kepalanya tak percaya. Mana mungkin? Ini pasti arwah gadis itu. Rasa senang mulai menghinggap di dalam hatinya. Ia baru tahu kalo ada hantu secantik Anya. Ralat, ini memang hantu Anya.
"Lo kenapa masih di sini? Atau lo emang mau mukul gue dulu sebelum pergi? Gak papa kok, Nya. Gue mau." ucapnya antusias, namun tiba-tiba rasa nyeri menyalur di hatinya. Rasa sesal bercampur bahagia membuatnya tak mengerti akan situasi ini.
Gadis itu masih pada tempatnya, netra coklatnya terus menatap ke arah Cakra heran. Ada apa laki-laki itu?
"Siapa juga yang mau—"
"Gak papa, Nya. Gak usah takut sama gue, gue gak akan kabur lagi. Terserah lo mau berbuat apa sama gue. Pukul aja, Nya. walaupun gue tau nanti bakal nembus, biarin aja gue bakalan pura-pura sakit."
Ucapan gadis itu terpotong, Cakra tiba-tiba menggenggam kedua tangannya dengan erat. Mata lelaki itu terpejam sepenuhnya. Bibirnya pun tampak bergetar walaupun samar. Apakah lelaki itu sedang sakit? Ia benar-benar tak mengerti topik apa yang sedang mereka bahas kali ini.
Bulu kuduknya merinding, matanya mulai menjelajahi ruangan itu, tangan gadis itu pun ikut-ikutan bergetar. Pandangannya teralihkan ke arah Cakra, menatapnya dengan pandangan penuh Tanya.
"S–siapa yang tembus kak?" tanyanya panik.
Cakra spontan langsung menegakan kepalanya, mulai meneliti ke arah gadis itu. Ia memegang pipinya, dilanjut dengan kedua tangannya. Matanya membulat, ia langsung berjongkok kemudian merentangkan tangannya di bawah lantai yang dipijak gadis itu.
"K–kok, k–kok gak terbang?!" tanyanya tak terima. Ia langsung berdiri kembali, memegang kedua babu gadis itu. Memutar‐mutarnya mencari sesuatu.
Tak
Anya menepis kedua tangannya, manusia mungil itu menatapnya dengan penuh kekesalan. Tiba-tiba ia memukul bahu Cakra dengan sedikit keras.
Bugh
"KAK CAKRA DOAIN ANYA MATI YA?!"
Bibir Cakra terlipat, ia menatap punggung Anya yang beranjak keluar dari ruangan itu, seraya mendorong tiang infusnya. Detik berikutnya, ia berlari ke arah mayat yang ada di tirai ujung tadi, membuka kain penutupnya perlahan.
Deg
Matanya membulat, orang di balik kain itu ternyata seorang wanita paruh baya seumuran dengan mami nya, luka jahitan pun terlihat jelas di leher wanita itu. Apakah wanita itu telah bunuh diri? Ia bergidik. Kain yang ada ditangannya pun ia lemparkan kesembarang arah. Lari terbirit keluar ruangan itu dengan segera.
Brak
Ia menutup pintu itu dengan keras, anak-anak Barze spontan langsung menghampiri dirinya.
"A-anya nggak meninggal anjir!" adu Laksa kearahnya. Titanic sontak langsung mengangguk, ia menunjuk jari telunjuknya ke arah depan sana. "Dia lagi ke toilet sana, dianter Embun."
Nafas Cakra terengah-engah, "Berani-beraninya mereka nipu gue."
Julian menepuk punggungnya, ia menggerakan kepalanya ke kiri untuk mengajaknya duduk terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...