Baca smbil dngerin music galau keknya lebi seru ye ...
N pls, bacanya jgn potong² biar feelnya lebi dpt wkwk.
***
Jalan panjang telah ia lalui, keluh yang mendesah risau, hati yang tak pernah memiliki ketenangan, bahkan keputus asaan yang hampir membuatnya mati perlahan.
Cakrawala, lelaki bermental baja, bertubuh kekar layaknya orang penggulat, kritik tajam yang tak pernah bisa ia kontrol dengan benar, dan juga kepercayaan yang tinggi. Ya, dia mengharapkan semua kepribadiannya itu kembali kepadanya, sekarang.
Cakrawala, percaya dirinya hilang, rasa beraninya perlahan memudar, hanya karena satu perempuan yang kini tidak pernah memperdulikan dirinya.
Dia lelah, menangis setiap malam menyesali semua perbuatannya, luka memar ditangannya seolah menjadi bukti, keputus asaanya yang sekarang tidak akan hilang hanya karena kata semangat.
Memang benar, tak semua orang hebat benar-benar hebat, mereka punya keberanian, tapi itu tak bisa selamanya bertahan. Rasa berani dan percaya diri itu perlahan bersembunyi, ketika kelemahan masuk perlahan tanpa sengaja diberi ruang. Ya, ia benci dirinya yang sekarang.
Dia selalu bertanya, seberapa banyak kesalahan yang telah ia perbuat secara tidak sadar? Apakah bisa kata maaf itu tertutur ikhlas dari hati? Luka apa? Dosa apa? Kesalahan apa? Sejauh apa dia dan tuhannya sekarang? Mengapa tuhan masih memberinya nafas yang tentram? Apakah masih ada kesempatan untuknya?
"Apa harus gue cari lingkungan baru? Ninggalin temen-temen gue? Ninggalin Anya? Apa dia bakalan cari gue?" Cakra bergumam dalam hati.
"Seandainya lo tau semuanya, Nya ...."
"Gue kangen sama lo ...."
Helaan nafas menderu pelan, Cakra menyandarkan kepalanya di atas tumpukan bantal, menatap langit-langit kamarnya dengan tenang. Setiap kali ia terdiam, bayangan yang ada di mimpinya datang, memperlihatkan kembali semua hal yang mengerikan itu kepadanya. Cakra bergetar, ia bangkit kemudian membuka lemari kecilnya, mengambil obat yang ia sembunyikan secara diam-diam. Hanya hal ini yang bisa membuatnya sedikit lebih tenang, dan karena obat ini juga kepalanya tidak berdengung sakit.
Matanya ia pejamkan perlahan, keringat tampak masih bercucuran di area pelipisnya, nafasnya sesak, udara disekitarnya semakin memadat. Membuatnya terus meneguk saliva yang tercekat ditenggorokannya.
"Cakra?" suara itu berhasil mengalihkan perhatiannya, suara yang berasal dari wanita cantik, dan juga wanita hebat. Cakra tersenyum ketika melihat wajahnya.
"Mami?" timpal Cakra dengan tatapan kosong yang sudah terisi.
Sherine menutup pintunya, ia berjalan anggun dengan nampan yang ada di atas tangannya. Menyimpan nampan itu kemudian duduk di samping Cakra seraya mengelus kepalanya.
"Kamu gak tidur lagi ya, sayang?"
Cakra terdiam, ia memainkan kukunya.
"Temen-temen kamu udah lama ngajakin kamu main keluar, tapi kamunya malah diem aja di sini. Ada apa Cakra? Apa ada hal yang ngeganggu kamu?" tanya Sherine kembali, dengan senyum masih melekat.
"Apa Cakra berubah, Mi?"
Sherine menggeleng, ia mengusap keringat yang menetes di pelipisnya, kabut bening itu tertahan di kelopak matanya.
"Enggak. Kamu anak kuat, anak baik satu-satunya yang Mami punya. Semua yang kamu lakuin dulu itu gak salah. Semua juga ada penyebabnya. Jangan salahin diri kamu terus kayak gini, itu gak baik. Lupain semuanya, gadis berponi, dan juga masa lalu kelam kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...