Hanya mereka yang menderita yang mengerti penderitaan.
****
"Udah kan, kak? Puas? sekarang hapus semua fotonya, hiks ...."
Cakra mengangguk, "Bagus, kalo lo ngelanggar semua ini, lo bisa kena pasal. Jadi kelinci yang nurut."
Anya menatap nanar kertas itu, ia menangis tiada henti karena nasibnya ada pada lelaki itu, "Lakuin semuanya, kak. Apapun itu yang kak Cakra mau dari Anya. Tapi Anya mohon, hapus dulu fotonya. Jangan sampe ayah sama temen-temen Anya liat hiks ...."
"Oh, jadi lo takut ayah lo liat? Gimana kalo hukuman terbesarnya, bakal gue hubungin semuanya sama ayah lo. Kalo lo ngelanggar, foto itu bakalan sampe ke depan mata ayah lo saat itu juga, setuju?"
Anya sontak langsung membelakan matanya, ia bertekuk lutut dihadapan Cakra seraya menunduk, memegang satu kaki Cakra untuk memohon, "JANGAN, KAK! ANYA MOHON, JANGAN LAKUIN ITU HIKS, ANYA JANJI GAK AKAN NGELANGGAR APAPUN YANG KAK CAKRA PERINTAHKAN, ANYA JANJI!"
Cakra menarik ujung bibirnya, "Gue suka ngeliat lo kayak gini, ngehibur banget tau gak? Hahaha ...."
Gadis itu menggadahkan kepalanya ke atas seraya merapihkan anak rambutnya, mengusap air matanya, ia langsung tertunduk kembali untuk meminta persetujuan yang benar-benar seimbang.
"Hapus fotonya sekarang, kak. Hiks ... Anya takut kalo kak Cakra kelepasan. Anya gak mau bikin ayah Anya kecewa karena udah ngelakuin itu, hiks ... hiks."
"Semua nasib ada di tangan lo, lo cuma tinggal nurut, Nya. semuanya aman. Kita jaga rahasia ini baik-baik, cuma kita berdua doang yang tau."
"Udah, ayo makan!"
Cakra menarik tangan Anya supaya berdiri, membantunya berjalan karena tampak sempoyongan, ia mengantar Anya ke ruang santainya, mendudukannya di sofa lalu berjalan kembali untuk mengambil makanan.
"Makan yang banyak! lo gak boleh sakit," tuturnya menyodorkan satu persatu makanan itu berserta air putihnya.
"Gue mau mandi dulu, awas aja kalo lo coba-coba buat kabur, gue bakal ngehukum lo di luar batas pikiran lo sendiri," Cakra pun beranjak dari hadapan Anya, berjalan santai ke dalam kamar mandinya seraya bersiul senang. Meninggalkan Anya yang menatap sendu punggung lelaki itu yang kian menghilang.
Anya memalingkang pandangannya ke arah berbagai makanan yang tertera di hadapannya, memegang dadanya, Anya mati-matian mencoba untuk menenangkan dirinya, ia meraih gelas itu untuk meneguk beberapa tetes air, setidaknya hal itu bisa membantu untuk menolong walaupun sebentar.
Glek glek glek
Setelah beberapa detik meminumnya, Anya tiba-tiba langsung memegang lehernya, rasa serat solah langsung menggerogoti tenggorakannya, matanya terpejam kuat, badannya pun bergerak ambigu berusaha memberhentikan reaksinya.
"Hiks ... ini apa lagi, kak?" tanyanya melemah, Anya langsung membaringkan tubuhnya di atas sofa, meringkuk badannya berupaya menghalau kedinginan yang mencoba menembus dirinya.
Cakra keluar dari kamar mandinya, mengacak-ngacak rambutnya yang basah dengan handuk di kepalanya. Ia tersenyum, menghampiri Anya dan langsung mengusap rambutnya lembut.
"Princess gak boleh kecapean kan? harus banyak istirahat."
***
"Cakra! Keluar lo sialan!"
Hadden langsung menerobos pintunya, mengacak-ngacak tiap sudut ruangan untuk mencari temannya. Lengannya terkepal kuat, raut wajah khawatir pun tampak sangat kentara melekat, ia terkejut ketika mendapatkan telepon bahwa Anya tidak pulang semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...