-Aku kira kamu akhir, ternyata kamu hanya bab selanjutnya dari buku ku yang berjudul "ikhlaskan"-
***
Bugh
"MAKSUD LO APA, ANJING!" teriak Cakra seraya menahan kerah seragamnya kuat-kuat.
Teo menggeleng pelan, "Gue gak bohong, Kra. Gue sama anak-anak yang lain ngeliat Anya tiba-tiba jatoh dari tangga yang paling atas, dan dia—"
"DIA JATOH BELUM BERARTI DIA MATI, BANGSAT!" geramnya semakin marah. Matanya yang merah membuat Teo bergetar ketakutan, dengan nafas yang memburu melewati wajahnya pun membuatnya merinding. Matanya pun terpejam kuat ketika tangan Cakra benar-benar akan melayang ke arah rahangnya.
"Udah, Kra! Jangan emosi dulu! Kita liat kondisi Anya sekarang!" tahan Julian menggengam tangannya, hal itu membuat Cakra menghela nafasnya kasar, ia menghentakan tangannya keras sehingga membuat Teo tersungkur.
"Kalo lo bohong ... gue akan hancurin tubuh lo tanpa sisa, anjing!" cengkram Cakra pada rahangnya, ia pun akhirnya mengehentakannya kembali secara spontan, kemudian berlari terburu diikuti dengan teman-temannya di belakang.
Hadden menatap Teo datar, ia berjongkok kemudian berbisik pelan, "Kalo lo bener, lo mati."
Bisikan keduanya itu membuat Teo semakin tak tenang, ia berdiri ketika melihat Hadden ikut beranjak, mengusap darahnya dengan tangan yang terasa sudah mati rasa, ia hanya bisa memejamkan matanya, kemudian melihat apa yang terjadi pada nasibnya esok hari.
"Gak ... gak mungkin Anya. Dia baik-baik aja kan, Jul? Dia selalu baik-baik aja!" tutur Cakra seraya tersenyum gentir, ia mengepalkan tangannya kuat, menahan dadanya yang tak berhenti berkoar, seolah ada pisau belati yang berkali-kali mencoba menembus pertahanannya.
Julian menggeleng pelan seraya terkekeh, "Anya? Dia gak papa, Kra. Dia pasti lagi sama Embun sekarang, di kantin ... gue yakin," ujarnya seraya menepuk bahu Cakra pelan.
Cakra tersenyum, ia melirik ke arah Julian kemudian mengangguk, "Atau ngga di kelas ya, kan? Mungkin dia lagi nyiapin roti buat gue. Nasi goreng dia juga enak, gue jadi mau, Jul."
"Titan juga suka nasi goreng Anya, gimana kalo Titan ajak tutor terus live di tiktok Titan? Pasti Viewersnya banyak. Mars mau ikut?" tanya Titanic ke arah Mars.
Mars yang ditanya pun menggeleng pelan, membuat Titanic cemberut seraya mencubit bahunya, "Huh ... dasar!"
Laksa menelan salivanya kuat-kuat, ia memejamkan matanya ketika melihat orang-orang telah ramai berkumpul di depan sana, "Kenapa kita ke sini? Bukannya Anya ada di kantin?"
"Anya ...." lirih Cakra tak bertenaga sama sekali, ia pun akhirnya berlari menerobos kerumunan yang menghalangi jalannya, mendorong siapapun yang berada di depannya.
Cakra terpaku ketika melihat darah bercucuran di belakang rambutnya, dahinya pun tampak mememar berwarna merah pekat bercampur biru. Bibir kering yang bergetar hebat pun membuat orang-orang empati, ia tersenyum ketika melihat Cakra, Embun, Hadden tiba di depannya, ia mengangkat tangannya ke atas untuk menyambut ke tiganya. Tak disangka, tetesan bening yang berasal dari matanya pun menjadi pewarna yang jatuh ke bawah rambutnya.
"A–anya ... baik-baik aja, kak ...."
Embun sontak langsung berjongkok, menahan tubuh Anya di atas pahanya, memeluknya kuat seraya terisak keras, ia mengusap anak rambut yang menghalangi rambut sahabatnya itu, membuat Anya menggelengkan kepalanya karena ia tak mau melihat Embun menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...