43. Katanya, tulus

944 107 331
                                    

Aku buta warna, jangan menjadi Pelangiku.

***

Cakra merasakan pencahayaan di matanya terganggu, karena sinar matahari pagi mencoba untuk menembus netra tajamnya terus menerus. Berdecak keras, ia akhirnya langsung berdiri dan mencoba menetralisir pandangannya kembali.

"WOI! SIAPA YANG BUKA GARDEN PAGI-PAGI!"

Tuturnya keras, hal itu membuat gadis yang sedang mengikat garden terlonjak kaget. Para bodyguard yang mendengar suara tuannya pun langsung terkesiap, mereka langsung berjajar rapi di depan pintu karena takut tuannya membutuhkan sesuatu.

Gadis itu malah tersenyum tipis ke arahnya, ia berjalan santai ke arah lemari dan langsung mengambil pakaian sekolahnya satu persatu.

"Gak usah marah-marah gitu, lo kan harus sekolah, Kra. Gak baik jadi CEO pemales!" ledeknya seraya terkekeh puas.

Cakra menggosok-gosok matanya untuk memperjelas kembali penghilahatannya, ia tersenyum tipis, lalu kembali tertidur seraya menutup setengah badannya dengan selimut tebal.

"Lo? Ngapain di sini?"

Gadis itu berjalan ke arahnya, dengan tangan yang melipat bandana hitamnya, ia melempar benda itu ke arah Cakra, lalu duduk di sofa kamarnya dengan tatapan yang menyapu ke seluruh ruangannya.

"Kenapa si upik abu tinggal di sini? Babu baru?"

Cakra terkekeh sembari menggeleng, "Nggak, lah! Dia kan pacar gue sekarang."

Bella membulatkan matanya seolah terkejut, "Oh, ya?! Kenapa lo gak ngasih tau gue? Kampret!"

"Gue ngeri lo marah," lelaki itu pun berdiri dari kasurnya, meregangkan ototnya, kemudian berjalan ke arah sofa di dekat Bella.

Bella tersenyum, "Ya kali gue marah, Kra. Apapun yang buat lo seneng gue dukung. By the way, kenapa dia harus tinggal di sini?

Cakra menghela nafasnya, "Kemauan gue juga, Bell. Tapi akhir-akhir ini gue kayaknya gak beres sama dia."

Gadis itu menepuk pahanya seraya berdiri, mengambil tasnya kemudian berlalu keluar, "Gak papa, semuanya bakal baik-baik aja. Gue tunggu di luar, ya. Jangan lama-lama!"

"Gue mau—"

Ceklek

Cakra berdecak malas, ia berdiri dan langsung berjalan ke arah kamar mandi, "Dasar!"

Tindakan Bella pagi ini membuatnya sedikit terkejut, ia tahu bahwa Bella sangat mencintainya, bahkan tak ada seorang pun perempuan yang boleh bergaul dengan dirinya. Bahkan untuk pacaran? Jelas gadis itu harusnya menentang semuanya. Ah ... sudahlah! Memikirkan hal itu Cakra merasa dirinya adalah orang bodoh.

***

"Gue mau ikut sarapan boleh?"

Anya melirik ke arah suara itu, lalu tersenyum, "Boleh, kok."

Mata Bella berbinar, "Waaw! Baik banget, sih ...."

"Bella abis ngapain di kamar kak Cakra?"

Gadis berbando pink itu memasukan apel ke dalam mulutnya, lalu memanggil bi Ningsih untuk membuatkannya susu coklat, ia melirik ke arah Anya kemudian menautkan alisnya, "Gak boleh? Mau ngapa-ngapain juga bukan urusan lo, kan?"

Cakrawala |REVISI|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang