Dia pandai berpura-pura, berpura-pura mencintaimu, misalnya.
****
"Ck! Di sekolaan lagi pada ribut. Gara-gara Ario pengen diganti jabatan. Si Bella gak terima, di malah demo sambil bawa antek-anteknya."
Anya menaikan alisnya, "Pak Ario lengser? Gara-gara apa, Kak?"
Lelaki itu menyeruput minuman kalengnya terlebih dahulu, "Gak tau gua, tapi ya bagus sih. Dia cuma pamer jabatan doang dari kemaren, kerjanya gak ada yang bener. Giliran si Bella bikin salah gak pernah dia hukum. Mana adil yakan?"
Anya termenung sebentar untuk beberapa detik, apa yang lelaki itu ucapkan memang tak ada salahnya, Bella tak pernah dihukum satu kali pun ketika ia melakukan kesalahan. Itu jelas dianggap tidak adil oleh sebagian siswa. Hal itu juga yang membuat Bella bertingkah semena-mena terhadap orang-orang.
"Papi gue udah ngasih tau dari kemaren,"
"Siapa yang ganti nanti?" tanya Laksa padanya, Cakra menggeleng. Ia memang tak tahu apa-apa untuk hal ini.
"Gue mau kepala sekolahnya yang cantik, sexy, manis, idaman gue banget pokonya, terus gampang diajak jalan juga. Tawar sama bapak lu ye, kasi tau. Jangan yang berjenggot doang dari kemaren,"
"Kalo itu si pasti banyak anak-anak yang makin nakal." Anya menimpal. Murid-murid di sekolahnya pasti sengaja membuat masalah agar mendapatankan hukuman, bahkan rela dijemur sampai malam kembali asal diawasi oleh kepala sekolah itu.
Laksa menyulam rambutnya ke belakang, lalu tersenyum licik,"Tentu dong, salah satunya gue."
"Kalian itu kan bentar lagi bakalan lulus, sayang nilainya kalo kecil-kecil. Poin Anya aja udah ilang 100 gara-gara ada masalah sama Bella. Sisanya tinggal 50 lagi, emang bakalan keburu sampe kelas 12?"
"Persetan dengan poin, Nya. Lo murid terpinter di sekolah kita. Mana ada yang berani ngeluarin lo? Apa lagi Ario bakalan cepet keluar dari sana. Gue harap si kepsek yang bakalan ngejabat bijaksana."
Anya menghela nafasnya lalu mengangguk, matanya menatap ke arah Cakra untuk sesaat, "Kak Cakra nanti lulus mau lanjut kemana?"
Lelaki itu mengangkat bahunya tak acuh, "Males."
"Loh kok gitu? Sayang tau, Kak. Padahal tinggal satu langkah lagi, loh."
"Kalo lo? Lo mau lanjut kemana?" Cakra memutar pertanyaannya pada Anya, membuat alis gadis itu lagi-lagi berkerut.
"Kenapa emang, Kak?"
"Lo aja gak mau jawab, gimana gue gak sama." ledeknya lagi.
Gadis itu tersenyum, "Anya pengennya di California, Kak. Univ berkeley."
"Aunty gue juga disana dulu, tapi malah pologami. Mahasiswanya ganteng-ganteng anying." Ujarnya terkekeh.
'Anya juga gak tau kalo Anya bakalan sampe sana atau enggak, Kak.'
"Ganti univ aja, Nya." titah Cakra.
Anya menganggukan kepalanya perlahan, "Gak tau juga Anya, Kak."
"Btw, anak-anak yang lain mana?"
"Masih molor si kayaknya, semalem pada ngedugem dulu," Mereka memang jarang masuk ke tempat itu bersama. Paling selalu masing-masing. Sepertinya hanya Titanic yang belum melangkahkan kakinya kesana.
"Lo semua pulang jam berapa semalem?"
"Pulang dari sini keknya setengah satu. Balik dari Club jam empatan kurang, maybe." Ia melirik ke arah Cakra, "Kenapa semalem lo nggak balik lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...