Mari istirahat, sampai jumpa di titik terbaik menurut takdir, (mungkin).
***
Cakra membuka matanya perlahan - lahan, kemudian menatap hal -hal di sekitarnya dengan dahi yang mengerut. Jelas saja, tempat ini benar -benar sangat asing baginya. Bukan, ini bukan rumah sakit. Namun tempat yang dipenuhi dengan pepohonan indah disertai bunga yang lebat di sekitarnya. Ada sebuah bangunan yang tampak seperti kerajaan namun sangat mewah melebihi itu, bau harum dari dalam sana benar -benar membuat Cakra terpana. Sontak, ia pun akhirnya berdiri perlahan - lahan, mencoba menulusuri tempat ini satu persatu.
"Kak Cakra udah bangun?" suara itu tiba - tiba datang dari belakang tubuhnya, wangi bunga pun makin semerbak tenggelam di dalam hidungnya, Cakra perlahan membalikan tubuhnya, menghirup udara itu dalam - dalam dengan mata yang terpejam menikmatinya.
Manusia dihadapannya itu pun terkekeh, "Kenapa?"
Mata Cakra pun perlahan terbuka, ia menatap gadis yang ada di depannya dengan terheran - heran, "Lo ... siapa?"
"Mau duduk?" ajak gadis itu mengalihkan pembicaraan.
Cakra mengangguk, ia mengikuti gadis itu sedikit jauh di belakangnya. Gadis itu cantik, sangat cantik. Gaun putih yang sangat indah pun tampak sangat cocok berada di tubuhnya. Rambut yang terjuntai bebas pun tak henti hentinya membuat Cakra berdecak kagum.
Mereka pun akhirnya duduk ditepi danau dengan air yang tenang berwarna putih susu, Cakra duduk disampingnya, ia menatap gerakan - gerakan yang dilakukan gadis itu tanpa terlewatkan, sampai gadis itu menyimpan bunga - bunganya diatas gaunnya. Cakra dengan cepat memutar kepalanya, saat gadis itu hendak balik menatapnya.
"Gak usah malu gitu, biasa aja kali." kekehnya tertawa kecil.
"G-gue? Ngapain malu. Orang gue biasa aja, kok. Gak usah geer deh, gue ngeliat bunga yang ada dipaha lo, bukan elo nya, stress." sangkalnya benar - benar malu. Cakra pun akhirnya menjaga jarak, ia sedikit bergeser dari gadis itu seraya berpura - pura menatap pepohonan yang ada di samping danau itu.
"Gengsi banget kayaknya dari dulu," ujar gadis itu membuat Cakra melirik ke arahnya.
"G-gue? Emang lo kenal siapa gue? Ya iyalah, orang gue ketua gengster, siapa coba yang gak kenal gue." ucapnya percaya diri seraya menyulam rambutnya ke belakang, hal itu jelas membuat gadis itu semakin bergidik ngeri.
"Kamu di sini itu cuma jadi butiran debu, gak usah sombong."
"Lo gak tau seberapa ganteng gue dulu, kalo tau si pasti langsung suka. Gak kaya sekarang aja banyak luka - luka. Orang di luar sana pada kurang ajar, sih. awas aja kalo gue udah sembuh gue hajar balik mereka semua," ucapnya sedikit kesal.
Gadis itu menatap perlahan ke arahnya seraya tersenyum simpul, "Kalo namanya udah cinta, mau bagaimana pun pasti tetep suka. Aku juga gitu, kok."
Cakra mengangguk paham, "Cowok lo ada di sini? Emang dia gak marah kalo lo ngobrol sama gue kayak gini?" tanyanya waspada.
Gadis itu menggeleng, "Enggak, cowo yang aku suka ada di sini."
"Di mana?"
"Di situ," tunjuk Anya ke arah danau susu itu, Cakra pun perlahan berdiri, mencari sosok itu walaupun tak ia temukan.
"Mana?" tanya Cakra berbalik badan seraya berjalan.
Gadis itu mengikuti pandangannya, ia melihat danau itu dengan teliti kemudian menggeleng, "Sekarang udah gak ada."
Cakra menyunggingkan senyumnya, "Paling cakepan gue."
"Sama aja, sih." balasnya seadanya.
Cakra pun akhirnya duduk kembali, "Gue juga ada cewe dulu, yang gue suka. Maksudnya, yang gue sayang banget. Sebatas suka pasti cuma bertahan sementara. Tapi ini beda, gue ngerasa kalo gue menyayangi dia melebihin apapun,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cakrawala |REVISI|
Teen FictionIni kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai berbagi tentang banyak penyesalannya. Sesal itu langka baginya, darah kotor sudah banyak yang tumpah diatas tangannya. Ia tidak menyesal, kare...