37. Permintaan Cakrawala

859 125 169
                                    

Yang ku anggap awal titik temu, ternyata hanya titik akhir untuknya. Cukup mengerti, lalu anggap sama seperti yang ia rasakan.

***

"Inallillahi wainalillahi rojiun ...."

"Keluarganya udah pada tau belum pak?" lirih Anya ketika melihat jenazah nenek itu dimasukkan ke dalam mobil ambulace.

Pria berperut buncit itu pun menggelengkan kepalanya, "Katanya, mereka semua lagi di luar kota, beliau di tinggal sendiri di rumah."

"Hiks ... Kenapa tega banget sih!" amuk Titanic seraya mengusap cairan bening yang ada di sudut matanya.

Mars mengusap-usap punggungnya, "Udah takdir tuhan, lagian juga dia udah tua, kasian umur panjang tapi idupnya gak bahagia."

"Iya sih ... tapi kan, au ah! Titanic jadi ke inget kakek!"

"Ck, kakek! kakek! kakek! Bosen gue." sertak Laksa mendelikan matanya.

"Biarin, wlee ... Laksa kan udah gak punya kakek! Hahaha ... iri bilang bos, dasar yatim kakek!"

Laksa membulatkan matanya, ia berjalan ke arah Titanic seraya menghentak-hentakan kakinya, "Ngomong apa lo barusan?!"

"Titan masih punya kakek, suka ngasih duit 300 juta setiap bulan, lah Laksa? Kakeknya udah di kubur kayak nenek itu, kasihan. Yatim kakek!"

"Goblok, anjing. Gue doain, semoga kakek lo cepet-cepet nyusul ke dalem tanah, tanah sumur kalo bisa! Aamiin yarob ...."

"Ish, apaan sih! kok doanya jelek banget. Kalo sengsara jangan bawa-bawa orang dong, kan Laksa yang mulai duluan!"

Laksa menunjuk dirinya, "What?! Kenapa gue? Buka matamu wahai babi kecil!"

"Babi itu pink, kata kakek–"

"Serah lo lah, anjing."

Laksa menarik teman-temannya yang sedang menyimak khidmat sedari tadi, mengajaknya pergi dan meninggalkan lelaki itu seorang diri.

"JAHAT BANGET SIH! KAN CUMA CANDA. CANDA, CANDA. HAHAY PAPALEPAPALE ...."

"stress."

"Kebanyakan nelen logo tikt*k tuh bocah," balas Laksa pada Embun.

Mereka mendudukan bokongnya di bawah terpal tenda, di sana pun tampak sudah ada Cakra yang terhenung seraya menatap botol air yang kosong. Hal itu membuat mereka mengernyit, apakah sekaget itu? Bahkan lelaki itu sering melihat mayat yang terbunuh dengan tangannya sendiri.

"Kak?" panggil Anya mencoba menyadarkan dirinya.

Cakra bergumam untuk membalas panggilannya, ia mengambil satu botol air lagi kemudian meneguknya, "Lo keknya kaget banget, Kra. Ada masalah?" tanya Julian berusaha mengerti situasinya.

"Nope," balasnya santai.

"Terus kenapa lo kayak shock gitu dari tadi?"

"Gue? cuma pengen balik."

"Kak Cakra bener-bener gak papa?" tanya Anya penuh kekhawatiran.

Cakra menggeleng, "Iya," lalu menghela nafasnya, "Lo ... mau ikut pulang bareng gue gak?" tawarnya spontan.

Mereka semuanya sontak tertegun selama beberapa detik, saling menatap seraya menarik alisnya pada satu sama lain.

Anya menunjuk dirinya, "Anya? Anya pulang bareng kak Cakra sekarang?"

Cakra berdiri, kemudian menyodorkan lengannya pada gadis itu, "Iya, ayo."

Anya tersenyum simpul, ia menerima tangan Cakra dan berdiri dengan bantuannya. Namun, Hadden tiba-tiba menahan lengan kirinya.

Cakrawala |REVISI|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang