9. Senang Bu Hanin

38.1K 3.1K 4
                                    




Wajah Bu Hanin puas ketika melihat isi rumahnya, semua rapi juga bersih. Sesekali hidungnya terlihat mengendus aroma wangi. Tampak jari-jari tangannya menyentuh hampir di setiap perabotan mewahnya yang berada di ruang utama rumahnya.

Guntur yang di sampingnya turut tersenyum melihat sikap ibunya saat mengadukan jari-jarinya di hadapannya.

"Kita makan sekarang," ujar Bu Hanin akhirnya.

Guntur menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum lega.

Lalu keduanya melangkah menuju dapur.

***

Setelah makan siang, Bu Hanin dan putra kesayangannya duduk-duduk di teras samping. Ada teh panas beserta kudapan manis menemani mereka di siang hari itu.

"Kamu masih keberatan menikah lagi, Gun?" tanya Bu Hanin setelah menyeruput tehnya. Wanita itu tampak relaks. Mungkin karena telah melewati makan siang yang lezat, serta puas mengamati rumahnya yang sangat terawat.

Pandangan Guntur tertunduk mendengar pertanyaan ibunya.

"Semalam ibu dihubungi Sheren. Dia mengeluhkan sikap kamu. Katanya dia merasa kamu tidak begitu semangat dengan pertunangan ini. Kamu tidak banyak bicara..., juga tidak antusias...,"

Guntur menelan ludahnya. Wajahnya berubah murung. Sedikit kecewa mendengar ungkapan ibunya mengenai Sheren.

"Ya..., bukan keberatan sebenarnya, Bu. Aku hanya merasa mungkin butuh waktu agak lama untuk mengenal Sheren."

Guntur memejamkan matanya sejenak.

"Dia sangat cantik. Baik juga. Aku menyukainya. Tapi untuk menikah..., terus terang aku belum siap."

Bu Hanin menghela napas berat. Ini kali keempat dia menelan kekecewaan. Sebelum-sebelumnya dia juga pernah menjodohkan Guntur dengan perempuan-perempuan yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga. Termasuk Sheren. Jika sebelumnya Guntur dengan tegas menolak karena dia merasa kesibukannya sebagai dosen sekaligus menjabat wakil dekan pertama di salah satu fakultas di kampusnya, kini sejak jabatan itu tidak lagi dia emban dan hanya menjadi dosen biasa, Guntur akhirnya menerima keinginan ibunya untuk dijodohkan dengan Sheren, meski sebenarnya dia sendiri tidak menginginkannya.

"Gun, Gun. Kamu mbok ya ingat umur toh, Gun. Udah empat puluh lebih. Masa mau sendirian terus. Kamu tuh ganteng, banyak yang mau. Cobalah buka hati. Sedikit aja."

Bu Hanin meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Lalu meraih piring kecil yang di atasnya ada dua potong kue lapis legit.

"Jelas-jelas Mila mengkhianati kamu. Cantik juga nggak. Kok bisa dia buat kamu nggak bisa beralih ke lain hati," decak Bu Hanin. Dia menggelengkan kepalanya.

Guntur mendengus. Sebenarnya bukan tidak bisa beralih ke lain hati seperti yang ibunya khawatirkan. Dia merasa malah tidak memiliki perasaan yang sama seperti dulu terhadap Mila, perempuan yang dia cintai beberapa tahun lalu. Tapi memang dia tidak punya hasrat menikah untuk kesekian kali.

Tiba-tiba dia ingat anak semata wayangnya, Ayu. Yang sangat dia sayang.

Sekilas dipandangnya ibunya, lalu tersenyum.

"Ibu apa nggak liat diri ibu. Nggak mau nikah-nikah...,"

"Eh? Ibu ya tau umur..., sudah mambu tanah, mana mikir yang gitu-gitu. Kamu...,"

Guntur menggelengkan kepalanya. Sudah lebih sepuluh tahun ibunya menjanda. Sebenarnya ada beberapa pria tua dan muda mendekati ibunya itu. Di samping cantik, juga kaya tentunya. Tapi Bu Hanin enggan menananggapi mereka. Dia senang dengan kesendiriannya. Senang melihat orang-orang yang bekerja dengannya, juga berbagi.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang