16. Nay, Nay

39.2K 3.1K 15
                                    




Sepulang Guntur pergi dari rumahnya, Nayra kembali ke dapur membantu ibunya menyiapkan makan malam.

Bu Ola mengamati wajah Nayra yang sudah tenang. Padahal sebelumnya Nayra terlihat gusar dan sedih. Nayra sempat bercerita dirinya bahwa pagi-pagi ketika hendak bertemu Pak Guntur, dia langsung dilabrak Pak Gun, meski akhirnya Pak Guntur memberikan upahnya.

Ola peluk Nayra kuat-kuat siang hari itu setelah mendengar keluh kesah putri sulungnya. Dia pun awalnya merasa hancur hatinya mendengar cerita lengkap Nayra saat ditabrak Guntur. Aku dibilang tolol, Bu. Nggak boleh jualan depan rumahnya, padahal kan rumahnya dekat pos satpam, tempat biasa aku ngetem tiap jualan. Aku diusir, Bu. Ini liat masih ada bekas lukanya sampe sekarang. Naira pun menunjukkan bekas luka yang menghitam di paha kanannya karena tergores aspal jalanan.

"Dia minta maaf, Bu," ujar Nayra sambil memasukkan sayuran ke dalam panci yang berisi air mendidih di atas kompor.

"Ya sudah. Bagus toh, sudah minta maaf. Kayaknya orangnya memang baik, Nay. Cuma ya sekilas kelihatan dingin gitu."

Bu Ola masih mengamati wajah Nayra.

"Gimana. Apa kamu terima tawaran kerja di rumah Pak Guntur?" tanyanya kemudian.

"Iya, Bu. Katanya waktunya terserah, yang penting harinya ya Senin, Rabu dan Jumat. Mau pagi, siang, sore, atau malam, terserah aku...,"

"Yah, kamu atur saja waktunya. Kerja yang baik. Seperti biasa. Yang sudah terjadi, lupakan saja."

Nayra mengaduk-aduk sayur yang dia olah tadi.

"Iya. Mending begitu, Bu. Aku jadi bisa bebas jual jamu buatan ibu. Pulang dari jual jamu, langsung bantu ibu di laundry wak Tima, trus sore baru kerja di rumah Pak Gun."

"Emang bisa kerja sebentar gitu?"

"Aku diminta beresin buku-bukunya Pak Gun, Bu. Cuma bersihin kamarnya yang penuh buku itu aja, yah..., sekalian bersih-bersih juga kantornya yang kecil. Nggak kayak sebelumnya mesti beresin ruang tamu, ruang keluarga, bersiin koleksi kristal ibunya."

"Oh..., pantes kamu mau...,"

"Iya, Bu. Paling cuma satu jam, trus pulang. Malah kalau hari selanjutnya dah beres, bisa kerja setengah jam saja di sana, trus pulang deh. Hehe...,"

"Itu upahnya sama nggak yaa..., dengan kerjaan kamu gantiin Mbok Min?"

"Hihi, Ibu. Yah nggaklah. Kerjaan Mbok Min kan hampir 24 jam. Gede gajinya dia. Lha ini aku cuma tiga jam seminggu. Seperempat gaji Mbok Min aja mana nyampe."

Bu Ola tertawa menyadari kenaifan dirinya.

________

"Oh..., jadi Pak Gun itu kuliahnya di luar negeri semua ya, Kak?"

"Iya. Aku liat ijazah sekolahnya dari S1 sampe S3, di Amerika semua, trus S3nya dua kali..., satunya di Leiden,"

"Ck ck ck..., pinter bener ya..., kalo banyak duit mah mau sekolah di mana aja bisa,"

Nayra tersenyum mendengar gumaman adiknya.

"Yah nggak juga, Farid. Dulu aku punya temen yang bapaknya juga sama dosen kayak Pak Gun. Sekolah di luar negeri pake beasiswa pemerintah, kerjasama sama negara lain. Sampe bawa keluarga juga. Trus, begitu selesai, lanjut lagi sekolah di negara lain. Intinya mah mau belajar aja sama rajin cari beasiswa juga. Nggak mesti banyak duit. Kalo kasus Pak Gun, mungkin yaa..., pake biaya sendiri."

Farid manggut-manggut. Kakaknya memang selalu memberi kata-kata semangat kepadanya jika menyinggung masalah sekolah.

"Udah, Farid. Kamu fokus tes wawancara beasiswamu itu," ujar Nayra akhirnya.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang