44. You are the Best

32.5K 2.4K 107
                                    

Sebelumnya...

"Maaf, Sheren..., gue bener-bener belok kali ini...," gumam Tata pada dirinya sendiri ketika menstarter motor besarnya.

Tata melajukan kencang motornya. Pikirannya sudah mulai terfokus. Dia tidak ingin kembali ke dunianya yang kelam.

Tata memang sempat tergoda dengan apa yang dijanjikan Sheren kepadanya, yaitu akan tetap menjalin kasih selama-lamanya, juga menjanjikan berbagi harta yang akan dia dapatkan dari Bu Hanin.

Sebenarnya Tata tidak begitu tertarik dengan harta-harta Bu Hanin, karena Tata sendiri juga berasal dari keluarga berada. Mama dan Papa tirinya adalah pebisnis fashion handal di kota Paris, dia tidak khawatir dengan kehidupannya di masa yang akan datang, khususnya masalah keuangan, terlebih dia adalah anak tunggal. Tapi sikap Sheren semalam sungguh menghanyutkan. Tata lupa segala-galanya. Dia seakan menganggap bahwa Sheren adalah satu-satunya orang yang mengerti dirinya, mau menjaganya, dan tahu apa yang diinginkannya. Pantas Bu Hanin tergila-gila dengan sikap Sheren, Sheren memang pandai membuat orang jatuh hati kepadanya. Tapi kenapa dia tidak berhasil membuat Guntur jatuh hati?

Lu licik, Sheren..., gue nggak tau nasib gue ke depan. Lu jahatin orang lain, siapa tau lu juga jahatin gue..., dan lu sampai kapanpun nggak akan bisa merebut hati Guntur...karena hati Guntur tuh bersih..., seperti hati Farid..., itulah kata-kata yang tercetus di benak Tata. Dia sempat merasa amat bodoh, karena sebelumnya Sheren pernah mengkhianatinya.

Tata tersenyum saat mengendarai motornya dengan sekencang-kencangnya. Terlintas wajah bersih Farid ketika mengembalikan ranselnya dari rampasan perampok. Farid langsung pergi begitu saja tanpa mengharap balasan dari dirinya, bahkan kata terima kasih darinya pun tidak Farid harapkan. Hati laki-laki tampan itu amat bersih.

Tata merasakan matanya memanas. Entah kenapa dia merasakan kehangatan luar biasa saat membayangkan wajah Farid. Ini tidak adil bagi Farid juga Nayra. Sheren benar-benar keterlaluan. Mana mungkin dirinya menyingkirkan kakak seseorang yang telah menyelamatkan masa depannya, yaitu sebuah ransel yang berisi berbagai dokumen penting untuk keberangkatannya menuju Caen, kota di mana dia akan menimba ilmu. Seandainya itu terjadi, Tata tidak akan pernah memaafkan dirinya.

______

Untung saja gerbang rumah Bu Hanin terbuka lebar, Tata dengan leluasa melajukan motornya memasuki pekarangan rumah Bu Hanin, meski dia tetap dihalang-halangi para staff Bu Hanin yang bertubuh gempal.

"Saya harus bertemu Bu Hanindita..., atau dia akan celaka..., dan kalian akan menjadi pengangguran dalam waktu dekat...," ancam Tata sambil menunjukkan sebuah foto dirinya dan Sheren yang sedang bermesraan di atas tempat tidur.

"Waduh..., bener ini. Lari, Mbak. Sebentar lagi Bu Hanin akan menandatangani surat wasiat buat Mbak Sheren."

Tata terkesiap. Ini harus dihentikan. Dia berlari sekencang mungkin menuju ruang utama rumah Bu Hanin.

Tata terfokus dengan tangan Bu Hanin yang hendak membubuhi tinta di atas sebuah surat.

"TUNGGU!" teriaknya memecah kesunyian di ruang utama itu. Tentu saja semuanya terperangah hebat dengan kehadirannya yang tidak diduga-duga.

______

Bu Hanin meremas dadanya saat melihat rekaman CCTV yang ditunjukkan Tata kepadanya. Terlihat sangat jelas bahwa Sheren bercinta dengan Tata di dalam kamar sebuah apartemen. Tata juga memperlihatkan berbagai foto mesranya bersama Sheren lewat ponselnya. Yang lebih menyesakkan dadanya lagi, saat Tata memperdengarkan rekaman suara Sheren yang memerintahkannya untuk menyingkirkan Nayra.

"Bukan tidak ada kemungkinan..., setelah ibu bubuhkan tandatangan ibu di atas kertas ini, mungkin nyawa ibu besok sudah tidak ada lagi... Dia tidak pantas menjadi menantu seorang Ibu yang bernama Hanindita Surayya, apalagi menjadi pewaris tunggalnya...," desis Tata dengan wajah seramnya. Tata perlahan menutup laptopnya, karena dilihatnya Bu Hanin tampak sangat terpukul dan kecewa.

Bu Hanin pingsan.

***

Bu Sari dan Mbok Min saling pandang ketika mendengar Pak Johan berkata sebentar-sebentar dan langsung menutup panggilan. Sepertinya ada sesuatu yang serius sedang terjadi di rumah utama Bu Hanin. Namun mereka tidak bisa berandai-andai.

"Aku mau duduk-duduk di luar, Min. Suntuk di kamar terus...,"

________

Bu Sari dan Mbok Min kini berpindah duduk-duduk di teras depan rumah. Mereka ditemani Uli dan Rasti yang kebetulan sedang berdiri mengamati rumah Bu Hanin. Wajah Uli dan Rasti terlihat serius mendengar cerita dan keluh kesah dua pembantu Bu Hanin itu. Mereka turut prihatin dengan apa yang sedang terjadi di dalam keluarga Bu Hanin.

"Duh..., pantes Nayra tadi pagi nggak jual jamu. Biasanya Nayra tuh nggak pernah absen jual jamu," ujar Uli. Wajahnya sedih setelah mendengar cerita dari Mbok Min tentang pertengkaran hebat antara Nayra dan Bu Min.

"Iya, Uli. Pak Guntur tuh sudah sayang banget sama Nayra. Semalam saja entah di mana dia nginep. Pagi-pagi pulang sebentar, masuk kamar, terus pergi lagi. Benar-benar akhir dari kejayaan Bu Hanin sekarang ini. Harta bakal habis, hubungan dengan anak nggak bisa diselamatkan. Sheren belum tentu mau hidup sama dia. Duh..., aku yo ngeri ngebayanginnya," keluh Mbok Min.

"Itu Bu Hanin bodoh banget. Diapain sama Sheren ya? Kok bisa-bisanya menyerahkan hartanya begitu saja. Ya ampuuun. Cuma masalah Pak Gun nggak bolehin masuk ke kamarnya saja dia sudah kelabakan begitu..., ada ya ibu seperti itu. Aku yo nggak habis pikir," timpal Rasti.

"Sebenarnya bukan karena itu saja. Bu Hanin itu merasa direndahkan Nayra. Nayra kok dibolehkan anaknya masuk biliknya, sementara dia nggak dibolehin. Yo, sakit hati Bu Haninnya. Siapa Nayra? Cuma tukang bersih-bersih, orang rendah, sekolah nggak tinggi. Eh..., malah diutamakan anaknya," sela Bu Sari.

Uli dan Rasti manggut-manggut mendengar penjelasan Bu Sari.

Tiba-tiba sebuah van hitam mewah muncul dari arah gerbang utama komplek perumahan. Empat perempuan yang sedang ngorol-ngobrol itu terperangah sekaligus heran melihat van yang biasanya ditumpangi Bu Hanin itu berhenti di depan rumah, namun tidak memasuki pekarangan.

Tak lama kemudian, sang pengemudi van itu turun dan melangkah cepat menuju Bu Sari, Mbok Min, Uli, dan Rasti.

"Ayo..., disuruh Bu Hanin ke rumahnya sekarang juga. Bu Hanin tadi semaput...," ujar Pak Johan tanpa pembukaan. Bu Sari dan Mbok Min terkejut-kejut dibuatnya.

"Ha, Jo? Apa-apaan?" teriak Bu Sari.

"Wes..., cepet. Nggak usah pake siap-siap. Langsung pergi sekarang. Ayok...,"

Bu Sari dan Mbok saling pandang. Lalu mereka berdua langsung memburu mobil van mewah itu. Tiba-tiba...,

"Bu..., aku meluuuu...," teriak Rasti.

"Ikuut, Buuuu...," Uli juga ikut berteriak.

Pak Johan awalnya ragu, tapi saat melihat wajah dua pembantu tetangga rumah Bu Hanin itu sepertinya ingin juga menikmati menaiki kendaraan mewah milik Bu Hanin, akhirnya dia bolehkan juga.

"Makasih, Pak Jo..., hehe..., kapan lagi naik Alphard, Pak eeee."

***

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang