65. Cerita Ayu

34.3K 2.8K 43
                                    

Bukannya tidur, Nayra dan Ayu malah terlibat percakapan seru malam ini. Derai tawa mereka memecah kesunyian malam. Ternyata Ayu berkisah tentang masa-masa kecilnya yang indah ke Nayra. Terutama ketika Papa dan maminya masih bersatu.

Ayu juga memperlihatkan foto-foto dirinya semasa kecil. Ayu lahir lima belas tahun lalu di sebuah rumah sakit di Manhattan. Masa kecilnya dia habiskan di Amerika hampir enam tahun lamanya. Memasuki usianya yang keempat, dirinya harus menghadapi kenyataan bahwa kedua orang tuanya harus bercerai. Dua tahun berikutnya, dia harus hidup berdua saja dengan maminya di LA, sebelum akhirnya mereka berdua pindah ke Johor karena sang ibu yang menikah dengan pria asal Johor yang bernama Richard. Tentu saja sangat sulit bagi Ayu pada awalnya. Dia yang sangat merindukan Papa kandungnya harus puas dengan hanya berkomunikasi lewat telepon.

Ayu juga sempat membujuk Papa Gun kembali ke pangkuan maminya, tapi selalu ditolak Papa Gun. Bahkan ketika mendengar kabar bahwa Mila ingin bunuh diri, Papa Gun tidak peduli. Mami kamu mati, kamu sama Papa, as simple as that.

Foto-foto yang Ayu tunjukkan ke Nayra sangat banyak. Kebanyakan menunjukkan keakraban antara Ayu dan Guntur. Ada juga foto mereka bertiga dengan maminya. Tapi hanya beberapa.

"Sebenarnya banyak banget, Ma. Tapi sebagian besar sudah dihapus sama Papa."

Nayra tersenyum. Dia membayangkan wajah cemberut suaminya di saat kemauannya tidak terpenuhi. Wajah cemberut Guntur dan sikap manjanya itulah yang membuat Nayra merasa dibutuhkan. Meski usia Guntur jauh lebih tua dari usia Nayra, tapi Nayra malah melihat Guntur sebagai sosok yang manja, kadang juga kekanak-kanakan, terutama saat sedang berduaan. Apalagi sejak Guntur meminta Nayra memanggil dirinya dengan sebutan 'Yang'. Usia di antara mereka tidak terasa berjarak jauh, malah seakan seumuran. Guntur juga semakin terbuka. Ah, sedang apa Guntur sekarang? Apa dia sedih karena malam ini tidur di kamar sendiri?

"Ini Mami kamu?" tanya Nayra saat Ayu menunjukkan sebuah foto perempuan tinggi cantik berkacamata, rambutnya panjang sebahu.

Ayu mengangguk. Lalu Ayu menunjukkan foto-foto pernikahan Guntur dan maminya. Sangat sederhana. Pernikahan yang berlangsung di sebuah rumah di Manhattan. Tidak ada pesta sepertinya. Yang hadir pun sedikit. Mila tak bergaun mewah, Guntur juga hanya berpakaian batik lengan panjang berwarna coklat.

Nayra menarik napasnya dalam-dalam, wajar Guntur sangat bahagia saat menikah dengannya, Guntur bahkan sempat berujar saat bersanding, "Ini pernikahanku yang pertama, Nayra. Ibu yang bilang begitu..." Nayra merasa sangat istimewa sekarang di kehidupan Guntur.

"Mama tau nggak, Papa Gun tuh takutnya sama apa?" Tiba-tiba Ayu melontarkan pertanyaan yang menurut Nayra sangat aneh. Kali ini mereka berdua merebahkan tubuh masing-masing di atas tempat tidur. Ayu terlihat sangat antusias menceritakan tentang sosok papanya.

Nayra menggeleng, karena tidak tahu jawabannya. Dia saja baru mengenal Guntur dalam hitungan bulan. Yang dia tahu, Guntur adalah sosok penyayang.

"Papa tuh takut banget sama luing. Kalo mau ngerjain Papa, cari aja luing, Ma. Masukin di dalam toples, terus letakin di atas meja kerjanya. Taruhan, Ma. Mama pasti nggak bakal ditegor seminggu sama Papa."

Nayra tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Ayu yang satu ini. Terbayang wajah Guntur yang ketakutan. Pasti lucu banget.

"Emang kamu pernah ngerjain Papa kegitu?"

Ayu mengangguk.

"Aku lempar luing yang tergulung di depan Papa. Papa pucet banget, Ma. Teriak-teriak nggak jelas. Lari-lari ke sana ke mari. Terus aku sama Mami nggak dia tegor seminggu."

Nayra menganga. Wajahnya berubah penuh siasat. Ayu meliriknya.

"Mama mau coba nggak?"

Nayra tergelak. Dia menggeleng.

"Duuh..., sayang banget Mama sama papaku ya...."

"Nanti kalo dia nakal, baru Mama coba."

Ayu menutup mulutnya menahan tawa.

Keduanya terkekeh.

"Hm..., anyway, emang Mama melet Papa pake jamu ya? Sampe Papa cinta banget sama Mama?"

Nayra tersenyum mendengar pertanyaan Ayu. Dibelainya kepala anak yang usianya hanya berjarak lima tahun dengan usianya itu.

"Emang kamu sendiri merasa dipelet Mama? Sampe minta ditemenin bobo segala?"

Ayu tertawa. Pandangannya tertunduk. Dia peluk tubuh Nayra yang terbaring di sampingnya.

"Maaf, Ma..."

"Nggak papa, Yu. Kan kamu nanya. Mama seneng kalo kamu terbuka begini. Lagian, kita sebelumnya memang belum saling mengenal. Hm..., papamu nggak suka minum jamu kok."

Ayu mengeratkan pelukannya ke Nayra.

Entah kenapa Nayra cepat beradaptasi dengan Ayu. Awalnya dia merasa kaku saat menyebut dirinya Mama di depan gadis cantik itu. Tapi dengan begitu, dia merasa dekat. Betul kata Guntur sebelumnya, memanggil seseorang dengan penuh kasih sayang, akan membuat hubungan semakin dekat.

Dan Nayra sepertinya tersadar akan sesuatu malam itu. Diamatinya Ayu lamat-lamat. Ayu memang sangat mirip papanya. Sikap Ayu pun juga hampir mirip papanya. Baru saja rasanya dia damprat Nayra, sekarang sudah berada di dalam dekapannya.

Setelahnya, Nayra pelan-pelan membimbing Ayu untuk bersikap lebih baik dan tidak angkuh terhadap orang yang lebih tua. Terutama dengan dua ART rumahnya misalnya, Mbok Min dan Bu Sari. Ayu diajari Nayra untuk tidak memanggil mereka dengan nada ketus. Tapi sebaliknya, anggap mereka seperti saudara atau sahabat.

"Yang beres-beres itu senengnya dipanggil Mbok Min. Trus, suka bercanda orangnya. Kalo ngomongnya ngawur, jangan diambil hati. Nah, kalo yang masak-masak, seneng dipanggil Bu Sari atau Bu Sar. Bu Sari ini lebih sopan. Pernah lama jadi TKW di Arab Saudi, sangat berpengalaman. Keduanya sangat dipercaya papamu, juga Eyangmu."

"Eyang?"

"Iya..."

Nayra sedikit heran dengan sikap Ayu yang berubah ketika menyinggung tentang Bu Hanin.

"Oh, dia nggak suka aku, Ma. Kata Mami dia nggak bakal mau ketemu aku...,"

Deg. Duh ada apa lagi ini.

Nayra cepat-cepat mengusir rasa cemasnya saat mengetahui hubungan antara Bu Hanin dan Ayu yang sebenarnya.

___________

Guntur yang duduk santai di depan pintu kamar Ayu, senyum-senyum mendengar celoteh dua perempuan yang dia sayangi itu. Diseruputnya kopi panasnya pelan-pelan dengan perasaan yang sangat-sangat lega. Sambil mengamati laptop di atas pangkuannya, dia terus saja mendengar pembicaraan Nayra dan Ayu.

***

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang