11. Gundah Nayra

39.2K 3.2K 31
                                    

Dua orang gadis yang sedang berdiri di depan kantin kampus tampak ceria ketika membaca pesan dari ponsel milik salah satu dari gadis itu.

Kamu datang ke rumah saya saja. Saya tidak datang ke kampus hari ini. Saya sedang tidak enak badan. Guntur HB. Note: Jangan lupa baca jurnal dari database JSTOR terlebih dahulu, yang saya sarankan.

"Wah..., diundang ke rumah Pak Guntur? Anugrah, Raisa. Aku ikut ya...," seru Ila tertahan. Dia senang sekali, padahal bukan dia yan diundang, tapi sahabatnya, Raisa.

"Ah. Ganggu aja. Hehe..., pasti dong. Ntar aku nggak bisa pegangan. Haha...,"

"Kamu dandan dong. Jangan kalah sama Sheren. Hahaha...,"

Raisa menggelengkan kepalanya mendengar dukungan dari Ila, sahabatnya. Dia sih memang menyukai Pak Guntur. Tapi yah..., suka-suka begitu saja. Buat bersenang-senang. Soalnya pak Guntur memang sangat tampan. Apalagi statusnya yang sendiri alias duda, bertambah-tambahlah kegantengannya. Masalah isu yang menerpa Pak Guntur yang sudah memiliki tunangan, dia kesampingkan atau tidak peduli. Soalnya itu juga katanya isu-isu doang. Dan Raisa meyakini hal itu.

_______

Nayra gelisah. Bu Sari hari itu disuruh pergi ke rumah Bu Hanin yang jauh di Pantai Indah Kapuk oleh Pak Guntur yang sedang tidak enak badan. Bu Sari ditemani supir keluarga Pak Guntur ke sana. Katanya dirinya disuruh pak Guntur mengambil barang titipan Bu Hanin yang akan diberikan ke Sheren, tunangan pak Guntur.

Sheren sendiri akan datang menjenguk Pak Guntur yang sakit. Kedatangannya dijadwalkan malam hari pukul tujuh. ;)

So, Nayra dengan amat terpaksa mengambil alih pekerjaan Bu Sar hari itu. Dari memasak, melipat dan menyetrika baju, juga membuat kudapan dan minuman buat Pak Guntur. Dirinya juga harus membersihkan rumah.

Nayra cepat memutar otak. Dia selesaikan cepat pekerjaan utamanya hari itu, lalu beristirahat sambil memohon kekuatan dari Yang Maha Kuasa agar diberi ketabahan menghadapi makhluk yang di mata Nayra bagai Randall the Lizard di Monster Inc.

Nayra yang sedang asyik-asyik melipat baju yang sudah kering di ruang laundry, terkesiap melihat kedatangan Pak Guntur.

"Kamu buat minuman buat tamu saya," perintah Pak Guntur. Suaranya terdengar bindeng. Lalu terdengar batuk-batuk dari tenggorokannya.

Nayra mengangguk tanpa melihat Pak Guntur. Segera dia tinggalkan pekerjaannya, dan berjalan cepat ke luar dari ruang laundry. Nayra memang terlihat sangat cekatan.

Dan Pak Guntur hanya mengangkat alisnya saat melihat gerak lincah Nayra.

Nayra tidak serta merta langsung ke dapur, dia mengintip terlebih dahulu ke ruang tamu, ingin tahu berapa jumlah minuman yang mesti dia buat. Ada dua gadis cantik yang sedang duduk manis di sana, yang wangi parfumnya cukup menyengat.

Nayra menggelengkan kepalanya. Wangi rumah pun terlibas oleh wangi parfum dua gadis itu.

Nayra kemudian kembali ke dapur, melaksanakan titah sang majikan, membuatkan dua cangkir teh panas, satu air hangat buat Pak Guntur, dan beberapa cemilan, berupa biskuit. Nayra memilih wadah cantik untuk teh panas buatannya, juga gelas yang pas buat air hangat Pak Guntur. Nayra menata cantik baki yang akan dia antar ke ruang tamu.

Saatnya melangkah...

Nayra terkejut bukan main saat dilihatnya dua tamu cantik Pak Guntur. Pun dua tamu Pak Guntur juga tak kalah terkejut melihat Nayra yang sedang membawa baki ke hadapan mereka.

Sempat Nayra merasakan degup jantungnya yang tidak beraturan. Sekejap lemas melanda dirinya. Tapi dengan sekuat tenaga dia beranikan dirinya bersimpuh di hadapan dua tamu itu.

"Silakan, Mbak..., diminum...," ucap Nayra seramah mungkin dan serendah mungkin. Diletakkannya minuman-minuman dan kudapan serapi mungkin di atas meja.

Dua tamu itu berusaha menutupi keterkejutan mereka. Mereka diam saja.

Sementara Pak Guntur tidak bereaksi sama sekali. Dengan santai dia kembali melanjutkan pembicaraan dengan dua mahasiswinya tersebut setelah Nayra pergi meninggalkan mereka.

_______

"Ya ampun, Raisa. Dia kan Nayra Friska. Yang terkenal pinter itu di sekolah. Kok dia jadi pembantu?" seru Ila tertahan. Raisa yang menyetir menggelengkan kepalanya. Ekspresi tidak percaya terpancar dari wajah keduanya.

"Bukannya dia dapat beasiswa dulu untuk kuliah di salah satu universitas negeri?" gumam Ila lagi.

"Iya ya. Kok dia bisa jadi pembantu? Padahal dia pinter banget loh. Juara terus di kelas. Tapi memang dia kan dari keluarga nggak mampu sih. Tapi perasaanku dia kan anaknya semangat banget belajarnya..., sayang ya, Ila...,"

Keduanya masih tidak percaya. Apalagi saat Nayra bersimpuh di hadapan mereka. Wajah sedih Nayra masih terbayang di benak Raisa dan Ila.

"Aku pernah belajar satu kelompok sama dia, Ila. Anaknya baik. Mau ngajarin kita-kita kalo nggak ngerti. Emang sih, aku nggak kenal dekat," gumam Raisa. Dia jadi tidak enak hati saat matanya beradu pandang dengan mata sedih Nayra.

"Duh. Gara-gara dia muncul, aku jadi nggak kosentrasi dengerin Pak Guntur jelasin artikel tadi," gerutu Raisa. Dia memang sangat Syok dengan kemunculan Nayra tadi di rumah Pak Guntur. Juga Ila

***

Sementara itu di kamar Mbok Min.

Naira terduduk sambil memeluk dua lututnya di sudut kamar. Menangis tersedu-sedu di sana. Ini yang sama sekali dia tidak inginkan. Bertemu temannya. Apalagi dalam keadaan menjadi seorang pembantu. Dia merasa dirinya begitu rendah, apalagi saat harus bersimpuh di hadapan mereka. Nayra khawatir, kabar dirinya menjadi pembantu rumah tangga akan tersebar luas di kalangan teman-temannya, dan pasti jadi bahan pergunjingan.

Nayra menggigit bibirnya getir. Sedikit cemburu dengan nasib teman-temannya yang bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sementara dirinya tidak. Dia malah harus mengayuh sepedanya menjual jamu keliling untuk ikut memenuhi kehidupan keluarganya.

Nayra langsung menghubungi ibunya saat itu juga. Berharap mendapat dukungan dan nasihat. Karena kata-kata ibunya memang selalu menghangatkan jiwa raganya.

Segala kesedihan dia tumpahkan. Dia tidak mampu menahan perasaannya. Ditambah lagi dengan ketidaksukaannya terhadap sang majikan. Nayra benar-benar sedih dengan keadaannya sekarang. Kata-kata penuh sesal dia utarakan ke ibunya, menyesal menyanggupi permohonan Mbok Min.

"Menjadi pembantu itu bukan pekerjaan rendah, Nay. Jika kamu melakukannya dengan baik, ikhlas, pekerjaan apapun mulia di mata Allah. Itu jerih payah kamu. Kita jual jamu keliling, nggak hina. Kita jadi buruh cuci juga nggak hina. Kita harus bersyukur bisa membantu meringankan pekerjaan orang lain, kita juga mendapatkan rezeki dari sana."

Suara renyah ibunya cukup menenangkan Nayra akhirnya.

"Jangan pernah merasa rendah, Sayang. Ibu tau kamu kuat, Nak. Kamu teguh pendirian. Kamu anak Ibu yang pandai, rajin, lincah... Yang sabar. Toh sebentar lagi Mbok Min pulang. Kamu bisa bebas jualan lagi,"

"Iya, Bu."

"Nah. Begitu dong. Ingat ibu, ingat Farid. Kita saling sayang, saling dukung. Ini juga kan maunya kamu bantu Mbok Min. Ingat saja niat awal. Kamu akan melewatinya nanti. Tenang saja..."

Kata-kata Bu Ola sekejap menghangatkan hati Nayra.

"Iya, Bu. Aku akan kerja dengan sebaik-baiknya," ucap Nayra akhirnya.

______

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang